Kisah Christiaan Eijkman, Peraih Nobel yang Pernah Abdikan Hidup di Hindia Belanda
Christiaan Eijkman adalah seorang dokter dan ahli biokimia berkebangsaan Belanda yang merupakan peraih hadiah nobel pada tahun 1929. Temuan yang membawanya pada gelar tersebut adalah hubungan antara defisiensi vitamin B1 (tiamin) dan penyakit beri-beri.
Salah satu lembaga yang beberapa waktu lalu dilebur ke dalam BRIN adalah Lembaga Biologi Molekular Eijkman. Lembaga ini sendiri merupakan pusat laboratorium pertama di Indonesia yang sudah berdiri sejak tahun 1888. Nama Eijkman yang digunakan pada lembaga ini sendiri berdasar nama seorang dokter dan ahli biokimia yang pernah bertugas di Hindia Belanda atau Indonesia pada masa lalu.
Dalam biografi yang ditampilkan di Nobelprize.org, Christiaan Eijkman adalah seorang dokter dan ahli biokimia berkebangsaan Belanda yang merupakan peraih hadiah nobel pada tahun 1929. Temuan yang membawanya pada gelar tersebut adalah hubungan antara defisiensi vitamin B1 (tiamin) dan penyakit beri-beri.
-
Apa saja penemuan Alfred Nobel yang dipatentkannya? Saat itu, Alfred mendapatkan hak paten dalam menggunakan bahan peledak seperti dinamit, tutup peledak, gelignit, dan balisit.
-
Mengapa ketiga ilmuwan tersebut memenangkan Nobel Prize? Penghargaan tersebut diraih atas keberhasilannya dalam melakukan eksperimen mekanika kuantum dan menjelaskan titik lemah dari Teori Kuantum temuan Einstein.
-
Siapa saja ilmuwan yang telah menerima Hadiah Nobel dua kali? Memenangkan hadiah Nobel adalah pencapaian yang langka dan luar biasa, tetapi lima orang ini begitu luar biasa telah melakukannya dua kali.
-
Siapa yang memenangkan Nobel Prize dua kali? Dari banyak penghargaan Nobel Prize yang diberikan kepada wanita, hanya satu perempuan yang dianugerahi dua kali. Dia adalah Marie Curie.
-
Bagaimana Alfred Nobel menjadi kaya? Bahkan, ia meninggalkan wasiat dan mewariskan 90 persen kekayaan yang ia peroleh dari bahan peledak untuk mendanai penghargaan Nobel.
-
Siapa saja ilmuwan yang memenangkan Nobel Prize 2022? Alain Aspect dari Université Paris-Saclay dari Perancis, John Clauser dari J.F. Clauser & Asosiasi di Amerika Serikat (AS), serta Anton Zeilinger dari University of Vienna dari Austria membuktikannya. Mereka adalah trio ilmuwan yang berhasil memenangkan penghargaan Nobel Prize 2022 dengan jumlah hadiah sebesar 10 juta krona Swedia (USD915.000) atau Rp 14 miliar.
Eijkman lahir pada tanggal 11 Agustus 1858 di Nijkerk, Belanda, dan meninggal pada tanggal 5 November 1930 di Amsterdam, Belanda. Ia adalah anak ketujuh dari Christiaan Eijkman, kepala sekolah di sebuah sekolah lokal, dan Johanna Alida Pool.
Pada tahun 1875, setelah menyelesaikan ujian pendahuluan, Eijkman menjadi mahasiswa di Sekolah Kedokteran Militer Universitas Amsterdam, di mana ia dilatih sebagai perwira medis untuk Tentara Hindia Belanda, dan lulus semua ujian dengan nilai yang baik. Dari tahun 1879 hingga 1881, ia menjadi asisten T. Place, Profesor Fisiologi, hingga akhirnya memperoleh gelar doktor dengan predikat cum laude pada tanggal 13 Juli 1883.
Pada awal kariernya, Eijkman bekerja sebagai dokter di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada tahun 1883 setelah ia menyelesaikan studinya. Selama di Hindia Belanda, dia bertugas
Pada saat berdinas di Cilacap, ia tertular malaria yang kemudian mengganggu kesehatannya sehingga ia harus kembali ke Eropa pada tahun 1885 untuk beristirahat karena sakit. Setelah sembuh, Eijkman bekerja di laboratorium E. Forster di Amsterdam dan juga di laboratorium bakteriologi Robert Koch di Berlin. Di sana ia bertemu dengan A. C. Pekelharing dan C. Winkler, yang sedang mengunjungi ibu kota Jerman sebelum mereka berangkat ke Hindia Belanda.
Pertemuan dengan kedua tokoh ini membawa Eijkman untuk kembali lagi bertugas di Hindia Belanda, kali ini sebagai asisten dalam misi Pekelharing-Winkler, bersama dengan rekannya M. B. Romeny. Misi ini dikirim oleh Pemerintah Belanda untuk melakukan penelitian tentang beri-beri, penyakit yang saat itu menimbulkan kehancuran di daerah tersebut.
Pada tahun 1887, Pekelharing dan Winkler dipanggil kembali, tetapi sebelum keberangkatan mereka, Pekelharing mengusulkan kepada Gubernur Jenderal agar laboratorium yang telah didirikan sementara untuk Komisi di Rumah Sakit Militer di Batavia menjadi permanen. Usulan ini diterima dengan baik, dan Christiaan Eijkman diangkat sebagai Direktur pertamanya, sekaligus Direktur Sekolah Dokter Jawa.
Bantah Berbagai Mitos Kesehatan
Eijkman menjabat sebagai Direktur "Geneeskundig Laboratorium" (Laboratorium Kedokteran) dari tanggal 15 Januari 1888 hingga 4 Maret 1896, dan selama masa itu ia melakukan sejumlah penelitian yang paling penting. Penelitian ini terkait pertama-tama dengan fisiologi orang yang tinggal di daerah tropis.
Ia dapat membuktikan bahwa sejumlah teori tidak memiliki dasar fakta. Pertama, ia membuktikan bahwa dalam darah orang Eropa yang tinggal di daerah tropis, jumlah sel darah merah, berat jenis, serum, dan kadar air tidak mengalami perubahan, setidaknya ketika darah tidak terpengaruh oleh penyakit yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia.
Dalam membandingkan metabolisme orang Eropa dengan penduduk asli, ia menemukan bahwa di daerah tropis maupun di zona iklim sedang, metabolisme ini sepenuhnya ditentukan oleh pekerjaan yang dilakukan. Ia juga tidak menemukan perbedaan dalam metabolisme pernapasan, keringat, dan regulasi suhu. Dengan demikian, Eijkman mengakhiri sejumlah spekulasi tentang aklimatisasi orang Eropa di daerah tropis yang sebelumnya memerlukan pengambilan berbagai tindakan pencegahan.
Penemuan Terkait Beri-beri
Namun, karya terbesar Eijkman berada di bidang yang sama sekali berbeda. Ia menemukan bahwa penyebab sebenarnya dari beriberi adalah kekurangan zat penting dalam makanan pokok penduduk asli, yang terletak di lapisan luar dari beras. Penemuan ini mengarah pada konsep vitamin.
Prestasi penting ini membuatnya mendapatkan Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1929. Selain penelitiannya tentang beri-beri, Eijkman juga menyelidiki masalah lain seperti fermentasi arak, dan masih sempat menulis dua buku teks untuk mahasiswanya di Sekolah Kedokteran Jawa, satu tentang fisiologi dan satu lagi tentang kimia organik.
Pada tahun 1898, ia menjadi pengganti G. Van Overbeek de Meyer sebagai Profesor di Bidang Higienis dan Kedokteran Forensik di Utrecht. Di Utrecht, Eijkman beralih ke studi bakteriologi dan melakukan tes fermentasi yang terkenal, yang memungkinkan untuk dengan mudah menentukan apakah air telah tercemar oleh kotoran manusia dan hewan yang mengandung bakteri coli.
Sejumlah Penghargaan dan Akhir Kehidupan
Penelitian lainnya adalah tentang tingkat kematian bakteri akibat berbagai faktor eksternal, di mana ia dapat menunjukkan bahwa proses ini tidak dapat diwakili oleh kurva logaritmik. Penelitian tersebut diikuti oleh penyelidikannya tentang fenomena bahwa laju pertumbuhan bakteri pada substrat padat sering kali menurun, akhirnya berhenti. Metode auxanografik Beyerinck diterapkan beberapa kali oleh Eijkman, seperti selama sekresi enzim yang menguraikan kasein atau menyebabkan hemolisis, di mana ia dapat mendemonstrasikan hidrolisis lemak di bawah pengaruh lipase.
Pada tahun 1907, Eijkman diangkat sebagai Anggota Kerajaan Akademi Sains (Belanda), setelah sebelumnya menjadi Koresponden sejak tahun 1895. Pemerintah Belanda memberinya beberapa gelar kebangsawanan, dan dalam rangka peringatan 25 tahun jabatannya sebagai profesor, didirikan dana untuk memberikan Medali Eijiman. Eijkman merupakan penerima Medali John Scott di Philadelphia dan Anggota Asing National Academy of Sciences di Washington. Ia juga menjadi Fellow Kehormatan Royal Sanitary Institute di London.
Eijkman meninggal di Utrecht pada tanggal 5 November 1930 setelah menderita sakit yang berkepanjangan. Walau telah mengembuskan napas terakhir, namun pengetahuan yang diturunkan oleh Eijkman terkait hubungan konsumsi vitamin B1 dan beri-beri menjadi salah satu hal yang masih diterapkan masyarakat di masa kini dalam mencegah masalah kesehatan lebih lanjut.
(mdk/RWP)