Penderita Obesitas Tidak Selalu Mengalami Diabetes
Pakar penyakit dalam sub-spesialis endokrinologi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang berpraktik di Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi, dr. Johanes Purwoto mengatakan, orang yang mengalami obesitas dengan pola makan tak sehat belum pasti terkena diabetes.
Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang bisa dipicu oleh hal lain. Salah satu hal yang lekat dengan diabetes adalah obesitas, padahal kedua hal ini belum mutlak hubungannya.
Pakar penyakit dalam sub-spesialis endokrinologi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang berpraktik di Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi, dr. Johanes Purwoto mengatakan, orang yang mengalami obesitas dengan pola makan tak sehat belum pasti terkena diabetes.
-
Apa saja gejala dari obesitas yang disertai diabetes? Obesitas dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan hipertensi. Gejalanya umumnya tidak terlihat, tetapi beberapa orang mungkin mengalami sakit kepala, pusing, nyeri dada, atau sesak napas.
-
Apa saja komplikasi kesehatan yang bisa ditimbulkan oleh obesitas? Orang dengan obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan sejumlah masalah kesehatan yang berpotensi serius. Komplikasi obesitas tersebut antara lain adalah: Komplikasi 1. Penyakit jantung dan stroke. Obesitas membuat Anda lebih mungkin mengalami tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol abnormal, yang merupakan faktor risiko penyakit jantung dan stroke. 2. Diabetes tipe 2. Obesitas dapat memengaruhi cara tubuh menggunakan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Hal ini meningkatkan risiko resistensi insulin dan diabetes. 3. Kanker. Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker rahim, leher rahim, endometrium, ovarium, payudara, usus besar, rektum, kerongkongan, hati, kandung empedu, pankreas, ginjal dan prostat. 4. Masalah pencernaan. Obesitas meningkatkan kemungkinan berkembangnya mulas, penyakit kandung empedu dan masalah hati. 5. Apnea tidur. Orang dengan obesitas lebih cenderung mengalami sleep apnea, gangguan yang berpotensi serius di mana pernapasan berulang kali berhenti dan dimulai saat tidur. 6. Osteoarthritis. Obesitas meningkatkan tekanan pada sendi yang menahan beban, selain meningkatkan peradangan di dalam tubuh. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan komplikasi seperti osteoarthritis.
-
Apa saja tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan diabetes? "Kita harus mengenali secara dini diabetes supaya kita tahu sejak dini, tidak menunggu skrining. Harus tahu tanda-tanda. Ada dua yakni gejala akut yang terjadi mendadak dan gejala kronis," terang Soebagijo dilansir dari Antara. Gejala akut diabetes mencakup tiga hal, yaitu banyak makan, banyak minum, dan banyak kencing.
-
Kenapa mengenali gejala dini diabetes penting? "Kita harus mengenali secara dini diabetes supaya kita tahu sejak dini, tidak menunggu skrining. Harus tahu tanda-tanda. Ada dua yakni gejala akut yang terjadi mendadak dan gejala kronis," terang Soebagijo dilansir dari Antara.
-
Apa yang meningkatkan risiko diabetes? Ketika orang begadang, dia akan makan lebih banyak, namun pada malam hari tidak banyak aktivitas yang dapat dilakukan. Dalam jangka panjang, perubahan-perubahan pola hidup seperti ini bisa menyebabkan seorang lebih mudah terkena diabetes
-
Apa saja penyakit yang umumnya disebabkan oleh obesitas? Obesitas dapat memicu banyak penyakit penyerta yang berbahaya dan patut diketahui.
"Ada orang yang gemuk, makannya tidak sehat tetapi kalau dia diperiksa darahnya dia sehat. Dia tidak diabetes, jantung (kemudian disebut metabolically healthy obesity)," kata dia dalam bincang interaktif yang digelar INSISI beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.
Pola makan tak sehat memang tak serta menjadikan seseorang terkena diabetes tetapi penyakit lain seperti kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi yang berefek pada pembuluh darah dan jantung.
"Obesitas dari pola makan tidak sehat itu memang memudahkan diabetes tapi tidak selalu obesitas pasti jadi diabetes. (Orang gemuk) beberapa tahun kemudian, dia akan timbul penyakit," tutur Johanes.
Tanda Diabetes
Mengutip laman Medical News Today, apabila seseorang mengalami obesitas tetapi terkena kurang dari tiga faktor sindrom metabolik, maka bisa disebut sehat secara metabolik. Namun, jika dia tidak menurunkan berat badan, gejala sindrom metabolik lainnya mungkin mulai muncul.
Sindrom metabolik mencakup ukuran pinggang lebih dari 80 cm (untuk perempuan) dan 90 cm (untuk pria), lemak atau trigliserida kadar dalam darah 150 mg/dl) atau lebih, kolesterol baik di bawah 40 mg/dl (pada pria) atau di bawah 50 mg/dl (pada wanita), glukosa darah puasa 100 mg/dl atau lebih dan tekanan darah 130/85 atau lebih. Para ahli kesehatan berpendapat faktor genetik mungkin menjadi alasan beberapa orang dengan obesitas tidak mengembangkan sindrom metabolik.
Sementara untuk tercetusnya diabetes, menurut Johanes, gen saja tidak cukup melainkan perlu faktor lingkungan seperti pola makan tidak sehat, lalu tidak aktif secara fisik misalnya terlalu banyak duduk dan tidur.
"Interaksi antara gen-gen dengan aktivitas fisik tidak aktif, pola makan tidak sehat menjadi kegemukan, interaksi lagi dengan sistem imun menyebabkan seseorang menjadi diabetes," kata dia.
Pola Makan untuk Penderita Diabetes
Pakar kesehatan, dr. Vito A. Damay menyebut diabetes sebagai silent killer, karena penderita baru mengetahui penyakitnya jika sudah memunculkan gejala, bahkan saat diharuskan cuci darah. Agar tak terkena obesitas apalagi diabetes, Kementerian Kesehatan sudah memberi panduan antara lain:tidak mengonsumsi makanan tidak tinggi lemak, gula dan garam, kurang asupan sayur dan buah, memiliki jadwal makan tidak teratur, banyak mengemil dan mengonsumsi berlebihan makanan mengandung minyak, santan kental dan gula.
Khusus pola makan, panduan "Isi Piringku" bisa membantu Anda mencegah kelebihan berat badan hingga obesitas. Isi Piringku ini berarti membagi 1/3 dari setengah piring untuk lauk pauk, 1/3 dari setengah piring buah, 2/3 dari setengah piring sayuran dan 2/3 dari setengah piring makanan pokok.
"Intinya makanan sehat, sederhananya kalau mengemil lebih sehat, hindari tergoda makanan manis seperti cokelat, permen, roti manis sirup apalagi dikompilasi seperti es teler, makan berlebihan," kata Johanes.
Untuk aktivitas fisik, orang-orang bisa mulai bertahap misalnya 15-30 menit per hari. Di masa pandemi COVID-19 ini sebenarnya orang-orang cenderung lebih banyak waktu melakukan aktivitas fisik ketimbang sebelumnya.
Pilihannya beragam, mulai dari di dalam rumah misalnya memanfaatkan alat treadmill atau sepeda statis hingga sambil mencontoh gerakan dansa dari YouTube. Lalu di luar rumah seperti berjalan, berlari, bersepeda dengan menerapkan protokol kesehatan 5M (yakni mengenakan masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas).
Johanes juga mengingatkan bahwa terlalu banyak kalori yang masuk ke tubuh tanpa olahraga bisa membuat menimbunnya lemak sehingga seseorang mudah terkena diabetes. Keberadaan diabetes pada diri seseorang ini bisa membuat infeksi COVID-19 yang dialami bisa menjadi lebih parah.
(mdk/RWP)