Sindrom carpal tunnel, penyakit baru yang menjerat karyawan kantoran
Sindrom carpal tunnel adalah penyakit sendi yang disebabkan karena pergerakan tangan yang konstan. Biasanya sindrom ini menyerang pekerja kantoran yang terlalu lama mengetik dan memegang mouse. Sindrom ini memunculkan rasa nyeri dan sensasi terbakar serta berakhir dengan penyakit arthritis jika tidak diobati.
Apakah kamu seorang karyawan kantoran yang bekerja selama 8 jam atau lebih dalam sehari dan terus-menerus menggunakan komputer? Jika ya, hati-hati dengan serangan penyakit sendi yang disebut dengan sindrom carpal tunnel.
Menurut penelitian yang dilansir dari boldsky.com, bekerja menggunakan komputer lebih dari 8 jam per hari dan menggunakan komputer akan membuat seseorang dipaksa untuk melakukan aktivitas yang sama berulang-ulang seperti memegang mouse. Tanpa disadari aktivitas ini menimbulkan rasa nyeri yang menjalar di area telapak tangan, pergelangan tangan, dan bahkan hingga lengan. Rasa nyerinya bahkan dibarengi dengan perasaan seperti terbakar.
Familiar dengan gangguan ini? Itulah yang disebut dengan sindrom carpal tunnel.
Ingin tahu lebih lanjut tentang gangguan persendian yang bisa menjalar ke hingga ke saraf ini? Berikut adalah beberapa faktanya.
- Sindrom carpal tunnel adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh tekanan berlebih dan konstan pada saraf median yang terletak di pergelangan tangan. Tekanan ini kemudian menyebabkan inflamasi sehingga membuatmu merasakan sensasi terbakar atau nyeri.
- Gejala lain dari sindrom carpal tunnel adalah mati rasa, nyeri, atau kesemutan yang terjadi di area tangan, pergelangan tangan, hingga jari tangan.
- Banyak penelitian kesehatan yang menyatakan bahwa sindrom carpal tunnel banyak menyerang karyawan yang pekerjaannya melibatkan aktivitas mengetik atau navigasi mouse terus-menerus.
- Saat menggunakan komputer dan menggenggam mouse secara terus-terusan, terjadi tekanan di saraf yang juga meremas saraf serta menghalangi aliran darah. Itulah sebabnya kamu merasakan mati rasa.
- Selain pada mereka yang secara terus-menerus menggunakan komputer, sindrom ini juga menyerang mereka yang sering menjahit, memasak, atau membersihkan sesuatu di mana mereka harus memindah tangan secara konstan.
- Jika tidak diobati sejak awal, sindrom ini bisa berakhir pada penyakit arthritis.
Baca juga:
'Menggeretak' jari bikin risiko peradangan sendi meningkat?
7 Cara cepat menguatkan kembali tulang yang pernah patah
6 Hal yang bikin sandal jepit tak selalu aman untuk kakimu
7 Hal yang membuatmu kepadatan tulangmu tiba-tiba menurun
-
Kenapa kesehatan lidah penting? Seiring dengan fungsinya yang kompleks, kesehatan lidah dapat mencerminkan kondisi keseluruhan dari kesehatan seseorang. Perubahan warna, tekstur, atau adanya gejala seperti luka, bintik, atau pembengkakan pada lidah bisa menjadi tanda awal masalah kesehatan yang lebih serius.
-
Mengapa penelitian ini penting untuk memahami perkembangan tubuh dan penyakit? Studi ini memberikan pemahaman lebih lanjut tentang proses perkembangan yang mendasari, yang dapat membantu dalam penelitian dan penanganan penyakit di masa depan.
-
Di mana penelitian tentang hubungan antara teh dan sakit kepala dilakukan? Namun, hasil data yang dipublikasikan pada tahun sebelumnya dalam jurnal Scientific Reports menunjukkan bahwa tidak terdapat indikasi keterkaitan antara konsumsi teh dan risiko migrain pada populasi di Eropa.
-
Siapa yang melakukan penelitian mengenai keheningan? “Sejauh ini, sampai penelitian kami muncul, belum ada tes empiris utama untuk pertanyaan ini. Dan itulah yang ingin kami berikan,” kata Rui Zhe Goh, peneliti bidang Sains dan Filsafat dari Johns Hopkins University. Goh dan para profesornya mengerjakan ilusi sonik untuk memahami jika orang merasakan keheningan saat mereka memproses suara dari perspektif kognitif.
-
Bagaimana petugas kesehatan dapat meningkatkan keselamatan pasien? Petugas kesehatan dapat meningkatkan keselamatan pasien dengan menerapkan beberapa praktik aman dalam memberikan pelayanan.
-
Di mana para astronot ini melakukan penelitian tentang sakit kepala? Tim peneliti melakukan penelitian terhadap 24 astronot yang pergi ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS) selama 26 minggu.