Mengenal Toek, Makanan Ekstrem Suku Mentawai yang Terbuat dari Ulat Kayu
Makanan ini sejenis ulat kayu yang berasal dari Kayu Tumung, Kayu Bak-Bak, dan Kayu Etet.
Makanan ini sejenis ulat kayu yang berasal dari Kayu Tumung, Kayu Bak-Bak, dan Kayu Etet.
Mengenal Toek, Makanan Ekstrem Suku Mentawai yang Terbuat dari Ulat Kayu
Kepulauan Mentawai terkenal dengan objek wisata alam dan budayanya yang begitu unik hingga mencuri perhatian para wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain dari sektor pariwisata dan budaya, Mentawai ternyata juga memiliki beberapa kuliner ekstrem.
Salah satu makanan ekstrem di Kepulauan Mentawai yang patut untuk dicicipi yaitu Toek. Makanan ini sejenis ulat kayu yang berasal dari Kayu Tumung, Kayu Bak-Bak, dan Kayu Etet.
-
Di mana resep makanan tradisional Indonesia ini ditemukan? Melansir dari berbagai sumber, Selasa (5/9), simak ulasan informasinya berikut ini.
-
Makanan ekstrem apa yang disantap oleh masyarakat Mentawai? Batra merupakan makanan khas Mentawai berupa ulat sagu yang diambil dari batang pohon sagu yang sudah membusuk.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
-
Apa contoh akulturasi yang terjadi dalam bidang kuliner di Indonesia? Misalnya, dalam makanan, terdapat akulturasi antara rempah-rempah dari India dan teknik masak dari China yang menghasilkan masakan Nusantara yang kaya akan rasa dan aroma.
-
Bagaimana cara pengolahan pangan nabati dalam menciptakan kuliner khas di Indonesia? Pengolahan pangan nabati memang mengambil peran dalam terciptanya berbagai jenis makanan khas di Indonesia. Resep yang sudah ada sejak zaman dahulu menjadikan beberapa daerah memiliki kuliner khas yang melekat hingga saat ini.
-
Apa yang membuat makanan tradisional Indonesia begitu lezat? Tidak hanya budaya dan keindahan alamnya saja, Indonesia juga dikenal memiliki berbagai makanan tradisional yang begitu lezat. Apalagi Indonesia juga mempunyai berbagai macam rempah-rempah yang membuat setiap masakan menawaran cita rasa khas yang memukau lidah.
Bagi masyarakat Suku Mentawai, Toek sudah menjadi kudapan sehari-hari dan menjadi sebuah simbol dari kekompakan antar penduduk.
Proses pembuatan Toek juga memakan waktu cukup lama dan ada beberapa aturan yang harus dipatuhi.
Merendam Kayu
Sebelum bisa menyantap Toek, masyarakat Mentawai lebih dulu merendam kayu-kayu yang akan digunakan. Hal ini dikarenakan rendaman kayu tersebut akan menghasilkan Toek atau Ulat Kayu.
Melansir dari berbagai sumber, proses peremdaman kayu-kayu tersebut akan memakan waktu cukup lama yaitu kurang lebih selama 3 bulan. Untuk menghasilkan Toek tentunya masyarakat Mentawai menggunakan kayu pilihan agar prosesnya bisa lebih cepat dan memengaruhi hasilnya.
Kayu-kayu tadi dibagi ke beberapa bagian dengan ukuran yang sudah ditentukan, biasanya setengah meter. Lalu, masyarakat Mentawai akan merendam kayu tersebut disungai dan diikat dengan tali agar tidak hanyut.
Setelah 3 bulan, kayu yang direndam tersebut diangkat dan dibelah dengan kapak. Di dalam kayu tumung busuk inilah terdapat Toek.
Disantap Mentah-Mentah
Proses pembuatan Toek ini sangat bergantung pada kondisi air sungai saat akan direndam. Apabila sedang musim kemarau, Toek tidak akan berisi karena air yang cenderung sedikit. Namun, saat musim hujan pun kualitas Toek tidak begitu baik karena kualitas airnya tidak bersih.
Setelah direndam selama 3 bulan, kayu-kayu tadi dibelah menggunakan kapak. Barulah terlihat isi dalam kayunya yang sudah dirubung oleh ulat-ulat yang disebut Toek. Hal ini disebabkan adanya proses pembusukan dari dalam kayu tersebut.
Dari segi bentuk, Toek sendiri mirip seperti cacing tanah, warnanya cenderung putih pucat agak kemerahan. Masyarakat Mentawai akan menyantap Toek secara mentah-mentah. Cita rasanya pun gurih, dan bisa ditambahkan dengan perasan jeruk nipis, garam, dan irisan bawang merah mentah serta cabai rawit.
Pantangan Tertentu
Ketika proses pembuatan Toek, kaum perempuan suku Mentawai dilarang untuk membuat Toek dalam keadaan menstruasi. Kemudian, apabila selama pembuatan Toek dilarang melakukan keramas karena dianggap bisa mendatangkan turunnya hujan deras.
Meski makanan ini tergolong ekstrem bagi orang awam, namun masyarakat Mentawai sangat menyukai makanan ini. Bahkan, Toek menjadi simbol dari kebersamaan, kekompakan, dan juga keharmonisan sesama masyarakat.