Oetoesan Melajoe, Surat Kabar yang Menyuarakan Pembelaan Tradisi Orang Minangkabau
Surat kabar harian di Padang yang diklaim sebagai surat kabar pertama yang dicetak oleh orang Pribumi.
Surat kabar dulunya menjadi salah satu media untuk menyuarakan suatu gagasan atau ide terutama untuk menggaungkan semangat juang melawan penjajah Belanda. Di Kota Padang, dulunya memiliki surat kabar yang berisi pembelaan terhadap tradisi Minangkabau yaitu Oetoesan Melajoe.
Surat kabar ini diklaim sebagai koran pertama yang dicetak oleh orang pribumi yaitu Datuk Sutan Maharadja. Selain membela tradisi Minang, surat kabar ini secara umum memuat berita perniagaan dan pendidikan serta rubrik agama serta cerita.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
-
Kapan Rohana Kudus mendirikan surat kabar Soenting Melajoe? Sebagai jurnalis perempuan pertama di Indonesia, Rohana Kudus mendirikan surat kabar khusus perempuan yang ia pimpin sendiri, bernama Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Apa yang menjadi bukti perluasan kekuasaan Belanda di Sumatra Barat? Tak hanya menjadi saksi Perang Padri, Benteng de Kock juga menjadi bukti bahwa Belanda telah menduduki tanah Sumatra Barat yang meliputi Bukittinggi, Agam, dan Pasaman.
-
Apa yang ditampilkan dalam Pagelaran 'Pahlawan Nusantara' dari Sabang hingga Merauke? Pagelaran 'Pahlawan Nusantara' dari Sabang hingga Merauke adalah sebuah pertunjukan megah dan kolosal yang disajikan dengan cara yang menarik, melibatkan rangkaian musik dari daerah dan nasional. Kolaborasi antara para seniman akan menghiasi keindahan yang akan memperkaya aksi pertunjukan teatrikal, tarian dari berbagai daerah serta tarian kontemporer, parade busana etnik Indonesia, serta 31 lagu daerah dan nasional yang akan dibawakan di atas panggung.
-
Siapa yang mendirikan surat kabar Soenting Melajoe? Akhirnya Roehana mendirikan Soenting Melajoe bersama temannya Zoebeidah Ratna Djoewita.
Datuk Sutan Mahardja sendiri dikenal sebagai sosok yang terpelajar meskipun secara riwayat pendidikan tidak menempuh sekolah tinggi namun ia cukup piawai dalam berbahasa Belanda. Ia juga dikenal sebagai seorang tokoh adat tersohor di sepanjang Pantai Barat Sumatera pada awal abad 20.
Terbit Pertama Tahun 1910
Oetoesan Melajoe terbit pertama kali pada tahun 1910 dan terbt setiap hari kecuali hari Jumat, Minggu, dan hari-hari besar serta yang dimuliakan. Secara umum, koran ini berbahasa Melayu yang beredar di seluruh penjuru daerah Minangkabau, Pulau Sumatera, hingga Pulau Jawa.
Kotan ini hadir dalam empat halaman, dua halaman berita dengan advertentie. Untuk segmen advertentie ini berisikan penuh dengan iklan-iklan produk. Memang, sumber pendapatan Oetoesan Melajoe ini salah satunya berasal dari iklan selain dari penjualan cetak dari pelanggan.
Sedangkan untuk dua halaman sisanya berisikan beragam rubrik. Dua yang paling penting adalah rubrik Chabar Berita yang mengulas informasi ter-update soal Minangkabau serta rubrik Chabar Dunia yang memberikan berita aktual tentang luar negeri.
Membela Adat Minangkabau
Koran ini diterbitkan oleh orang-orang yang mendukung adat dan pastinya berisi laporan khusus berkaitan dengan aspek budaya Minangkabau. Media ini menjadi tonggak penting untuk melawan para kaum modernis Islam yang ada di Minangkabau.
- Mengenal Upacara Adat Suran Mbah Demang, Bentuk Pelestarian Nilai-Nilai Leluhur Masa Lalu
- Mengintip Tradisi Bada Riaya, Lebaran-nya Masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas
- Mengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
- Serunya Kerapan Kerbau Tradisi Petani di Lumajang Jelang Masa Tanam
Lewat tulisan-tulisan yang ada di Oetoesan Melajo, Datuk Sutan Maharadja yang sekaligus menjadi Kepala Redaksi ini sering menyampaikan sinisme terhadap kaum muda yang menyebut para ulama pembaharu disebut sebagai Wahabi atau kaum Padri.
Dikutip dari esi.kemdikbud.go.id, Oetoesan Melajoe juga cukup berbeda jauh dengan surat kabar lainnya yang kontra dengan pemerintah Belanda. Surat kabar ini justru dikenal cukup dekat dengan pihak kolonial yang dibuktikan dari motto pada halaman pertamanya yang bertuliskan:
"Oentoek kemadjoean kepandaian ilmu pengetahoean peroesahaan tanah dan perniagaan Tegoehlah setia persaoedaraan anak negeri dengan orang Wolanda".
Mulai Tenggelam
Akibat terjadi konflik yang tidak kunjung selesai, Oetoesan Melajoe pun mulai tenggelam secara perlahan. Puncaknya pada tahun 1922 yang mengganti nama menjadi Oetoesan Melajoe - Perobahan. Koran yang sebelumnya dicetak dua lembar atau empat halaman menjadi satu lembar atau dua halaman saja.
Sutan Maharadja pun didepak dari kursi kepala redaksi lalu digantikan oleh Abdoel Moeis yang juga tokoh pergerakan nasional. Oetoesan Melajoe memiliki kontribusi penting terhadap kebangkitan masyarakat Melayu dan berpengaruh dalam dunia Melayu.