Otak Manusia Ternyata Bisa Simpan Data Hingga 1.000 TeraByte
Otak Manusia Ternyata Bisa Simpan Data Hingga 1.000 TeraByte
Di smartphone atau komputer, kita biasa mengenal storage dengan satuan gigabyte. Itu pun biasanya hanya 64GB, 128GB, atau 512GB. Paling besar, biasanya ada 1 TeraByte.
Namun ternyata, storage tercanggih tubuh kita yakni otak, punya kapasitas paling pamungkas yakni 1.000 TeraByte.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan? Ilmuwan menemukan dua spesies dinosaurus baru, yang hidup 66 juta tahun lalu.
-
Kapan kata pengantar dianggap penting dalam karya ilmiah? Meski bukan bagian dari isi, namun dalam suatu karya ilmiah, kata pengantar bukan sebuah formalitas.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
Berdasarkan penelitian dari Terry Sejnowski, Profesor dari Institut Salk, Amerika Serikat, terungkap bila total otak manusia mampu menyimpan data hingga kapasitas 1.000 TeraByte. Angka ini 10 kali lipat lebih besar dari hasil penelitian sebelumnya.
Menurut Sejnowski, satu sinapsis yang merupakan penghubung antara sel saraf pada otak mampu menyimpan 4,7 bits data. Otak manusia sendiri biasanya mempunyai 1000 triliun sinapsis. Alhasil, Sejnowski mengkalkulasikan kapasitas otak sebanyak 1 petabyte atau 1 juta gigabyte.
Sebagai perbandingan, data yang diproses oleh Google setiap harinya mencapai 20 petabyte. Data ini sudah mencakup semua hal yang terjadi di dunia.
Perbandingan lain, diperkirakan seluruh karya tulisan umat manusia dari awal sejarah sampai saat ini, dari semua bahasa, bila dikumpulkan setara dengan 50 petabyte.
Basis Komputer Canggih
Sang ilmuwan menyebut bahwa cara kerja otak adalah kunci untuk menciptakan desain komputer yang lebih baik.
Hal ini akan berlanjut pada penelitian soal kinerja otak secara detail, sehingga perusahaan teknologi berpotensi mengembangkan komputer supercanggih yang hemat energi, seperti halnya otak manusia.
Misteriusnya Otak
Otak adalah pusat organ dari tubuh kita, dan merupakan organ yang sangatlah rumit. Bahkan, para ilmuwan pun masih belum mengungkap organ ini secara keseluruhan.
Penelitian terkini menunjukkan adanya peta baru yang memiliki 100 area di otak. Area tersebut belum pernah dilaporkan dalam penelitian manapun sebelumnya.
Area baru itu sesungguhnya berkaitan dengan semua indera, gerak, dan beberapa fungsi lain, seperti pemecahan masalah dan mengatur emosi. Area ini dikenal sebagai korteks serebral yang letaknya di lapisan luar jaringan saraf otak.
Profesor neurosains dan psikologi Universitas Yale, David McCormick, menyontoh sederhana dari area otak ini, yaitu menganggapnya selembar pizza besar dan kardus yang melindunginya.
Kembali ke dalam otak, saat ini para ilmuwan sedang mengumpulkan data untuk membantu mengidentifikasikan area baru ini. Ketebalan cortex ini, misalnya, memiliki ukuran yang variatif. Di beberapa tempat, area ini memiliki ketebalan 1 milimeter dan yang lain, setebal 4,5 milimeter.
Saat ini, penelitian mengenai aliran sinyal ke otak menggunakan teknik FMRI. Teknik ini menggunakan citra dari aliran darah di otak dan menambahkan informasi mengenai isolasi lemak di area sekitar saraf otak. Dengan metode ini, para peneliti dapat membagi otak manusia menjadi 180 area kortikal, termasuk 97 area yang baru ditemukan.
Salah satu daerah ini, misalnya, alur besar yang disebut POS2 yang tepat di depan korteks visual, merupakan bagian dari otak yang memungkinkan manusia untuk melihat.
Dari pembagian ini, para ilmuwan dapat memanfaatkannya untuk upaya penelitian yang akan datang. Salah satunya artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan.
Dari pengembangan tersebut, para peneliti melatih algoritma pembelajaran mesin untuk dapat mengidentifikasi manusia hanya dari sidik jari. Peneliti menggunakan algoritma ini untuk menemukan area yang sama dengan subjek penelitian mereka sendiri. Saat ini, algoritma ini sudah 96,6 persen akurat, meski sistemnya masih dianggap belum cukup baik.
(mdk/idc)