Ribut dunia nyata dibawa sampai dunia maya
Ribut dunia nyata dibawa sampai dunia maya. Belakangan ini, marak sekali kejadian peretasan dengan mengubah tampilan website. Sepertinya, hal itu telah menjadi kewajiban bagi para hacker ketika terdapat masalah di dunia nyata.
Belakangan ini, marak sekali kejadian peretasan dengan mengubah tampilan website. Sepertinya, hal itu telah menjadi kewajiban bagi para hacker ketika terdapat masalah di dunia nyata.
Seperti halnya kasus terbaliknya warna bendera merah putih di buku panduan Sea Games 2017 di Malaysia. Bahkan, kemungkinan ada juga yang tersulut dari masalah pribadi hacker terhadap sebuah instansi tertentu yang kemudian berujung pada peretasan.
-
Siapa saja yang menjadi korban serangan hacker? Distributor kimia asal Jerman, Brenntag SE, dilaporkan membayar uang tebusan sebesar USD4,4 juta atau Rp71,9 miliar dalam bentuk Bitcoin kepada kelompok ransomware DarkSide untuk mendapatkan dekripsi file yang dienkripsi oleh para peretas selama serangan ransomware terhadap perusahaan tersebut.
-
Bagaimana cara hacker melakukan serangan? Tahun ini, fokus serangan beralih dari penghancuran atau keuntungan finansial melalui ransomware ke upaya pencurian informasi, pemantauan komunikasi, dan manipulasi informasi.
-
Apa saja jenis serangan yang dilakukan hacker? Serangan-serangan ini meliputi serangan siber yang merusak hingga yang melibatkan pemata-mataan (spionase), pencurian informasi, dan penyebaran misinformasi atau disinformasi.
-
Kenapa negara-negara tersebut sering menjadi sasaran hacker? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
-
Apa yang dilakukan para hacker terhadap toko penjara? Para peretas memanipulasi daftar harga di toko penjara, menurunkan harga barang menjadi jauh di bawah nilai normalnya.
-
Siapa saja yang melakukan serangan hacker ke negara-negara tersebut? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
Menurut pakar keamanan dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, cara seperti itu memang lazim dilakukan para hacker untuk meluapkan amarahnya terlebih kasus terbaliknya bendera Indonesia. Mereka akan menuliskan pesan kemarahannya melalui situs yang di-defacenya.
“Kalau ada pencetusnya dan para hacker marah, ya, situs merupakan salah satu sarana mengutarakan kemarahan mereka. Mereka akan meretas situs dan menyampaikan pesan yang ingin mereka sampaikan,” jelasnya kepada Merdeka.com melalui pesan singkat, Senin (21/8).
Kata dia, sebetulnya kejadian mengubah tampilan situs bukanlah sesuatu hal yang baru. Karena, pada dasarnya, tindakan ini telah dimulai sekitar tahun 1999 dan mulai menjadi booming akhir-akhir ini. Pemicunya sama. Kemarahan.
Alfons menyontohkan kasus lain. Kasus Indonesia vs Australia. Ketika itu, pemerintah Australia terungkap melakukan penyadapan pada komunikasi pemerintah Indonesia. Alhasil, hacktivist Indonesia ngamuk mengklaim telah melakukan penyerangan terhadap ratusan situs-situs Australia.
Tak terima situs masyarakat Australia dihajar terus menerus, peretas Australia pun balik mengancam akan menumbangkan portal resmi milik pemerintah.
“Yang susah adalah pemerintahan kedua negara dalam mempertahankan situs-situs yang berpotensi diserang karena sangat banyak sekali situs-situs yang berpotensi diserang dan ada kelalaian sedikit saja dalam pengelolaan situsnya akan mengakibatkan peretasan,” ungkapnya.
Baca juga:
Riset Kaspersky sebut malware mulai incar aplikasi ridesharing
Gara-gara bendera terbalik, hacker Indonesia retas situs Malaysia
Kecerobohan karyawan bisa mengundang malapetaka keamanan siber
Kaspersky Free: layanan anti-virus gratis, kualitas setara Premium
Serangan siber meningkat, terobosan keamanan diperlukan
Ini negara yang paling banyak diserang malware
Negara-negara kawasan Laut China Selatan jadi target peretas Spring