Rubah dan Kucing Liar Sering Menjadi Menu Favorit 10.000 Tahun yang Lalu
Penemuan tulang rubah dan kucing liar di Israel mengungkap bahwa manusia Neolitikum tidak hanya memanfaatkan kulit, tetapi juga mengonsumsi dagingnya.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa manusia Neolitikum tidak hanya memanfaatkan kulit rubah dan kucing liar untuk keperluan simbolik atau alat, tetapi juga menjadikannya sumber makanan.
Penemuan ini diungkap dari tulang hewan yang ditemukan di situs Aḥihud, Israel, yang diperkirakan berusia 10.000 tahun.
-
Mengapa warga Sampangan panik dengan kucing liar? Warga menduga bahwa kucing liar itu terkena rabies.
-
Bagaimana cara mengatasi gigitan kucing liar? Jika Anda tiba-tiba digigit kucing liar yang kemudian timbul luka, pertolongan pertama yang perlu dlakukan adalah menghentikan pendarahan. Setelah perdarahan berhenti keluar di area gigitan, selanjutnya bersihkan luka dengan sabun dan air, serta oleskan salep antibiotik dan perban pada gigitan. Setelah melakukan pertolongan pertama, Anda bisa mengecek kondisi ke dokter untuk mengetahui apakah luka tersebut berisiko menimbulkan komplikasi lain.
-
Bagaimana cara vendor merelokasi kucing-kucing liar? Pengelola Gelora Bung Karno buka suara perihal heboh kabar petugas vendor membungkus kucing dengan plastik.
-
Bagaimana cara warga Sampangan mengatasi kucing liar? Warga yang khawatir kemudian menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) untuk membantu mengevakuasi hewan tersebut.
-
Di mana henbane hitam ditemukan tumbuh liar? Sisa-sisanya umum ditemukan di situs arkeologi di Eropa Barat Laut karena tumbuh liar di dekat pemukiman manusia, sehingga sulit untuk menentukan apakah itu sengaja digunakan.
-
Siapa yang diminta untuk memeriksa kucing liar di Sampangan? Ia mengatakan bahwa Dinas Pertanian (Distan) Kota Semarang sudah diminta melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap keberadaan hewan liar, khususnya kucing yang dikhawatirkan warga Sampangan.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Shirad Galmor menemukan sekitar 1.244 tulang hewan yang berasal dari berbagai spesies, termasuk rubah merah (Vulpes vulpes), kucing liar (Felis silvestris lybica), dan gazel gunung.
Sekitar 16 persen dari tulang-tulang ini adalah milik karnivora kecil seperti rubah merah dan kucing liar, dengan tanda-tanda jelas aktivitas penyembelihan pada banyak tulang.
Analisis menunjukkan bahwa lebih dari 52 persen tanda potongan pada tulang rubah berasal dari aktivitas penyembelihan, seperti pemotongan anggota tubuh untuk diambil dagingnya.
Pada tulang kucing liar, 83 persen tanda potongan juga terkait dengan aktivitas yang sama. Tanda-tanda pembakaran juga ditemukan pada tulang-tulang tersebut, menunjukkan bahwa hewan-hewan ini dimasak sebelum dimakan.
“Temuan ini memberikan bukti kuat bahwa penduduk Aḥihud memanfaatkan rubah dan kucing liar untuk daging, kulit, dan bahkan membuat alat dari tulang mereka,” tulis para peneliti dalam laporan mereka dikutip dari IFLScience, Senin (6/1).
- Rahasia Kucing Gemuk dan Bahagia, Ini 7 Makanan yang Bikin Si Manis Tambah Montok dan Bulunya Bebas Rontok
- Mencicipi Binyolos, Kudapan dari Bahan Ubi yang Jadi Menu Sarapan Ala Orang Sulawesi Utara
- Hampir Punah, ini Penampakan Makanan Kesukaan Nabi Muhammad Hanya Setahun Sekali Tumbuh
- Cita Rasa Unik Pecel Rawon, Diklaim Kuliner Khas Dua Daerah di Jawa Timur
Penemuan ini menjadi penting dalam memahami bagaimana manusia Neolitikum beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan sumber daya.
Selama transisi dari pemburu-pengumpul ke petani, mereka mulai beralih dari berburu hewan besar seperti rusa ke hewan kecil seperti rubah, kucing liar, dan kelinci Cape.
Studi ini juga mengajukan argumen bahwa karnivora kecil seperti rubah dan kucing liar harus dimasukkan dalam kategori game animals ketika meneliti pola makan dan ekonomi hewan manusia Neolitikum.