Telegram Tiba-tiba Serahkan Data ke AS, Ada Apa?
Telegram telah menyerahkan informasi nomor telepon dan alamat IP dari 2.253 pengguna kepada aparat penegak hukum di Amerika Serikat.
Telegram mengungkapkan bahwa mereka telah memenuhi 900 permintaan dari pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memberikan informasi mengenai nomor telepon atau alamat IP dari 2.253 pengguna kepada pihak penegak hukum.
Angka ini mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana sebagian besar permintaan tersebut diproses setelah adanya perubahan kebijakan platform mengenai pembagian data pengguna yang diumumkan pada September 2024.
- Channel Telegram di China Diduga Jual Data Orang Indonesia, Menteri Meutya Langsung Tunjuk Plt Dirjen Pengawasan Ruang Digital
- Jaringan Kriminal Asia Tenggara Doyan Pakai Telegram
- WhatsApp Mau Rilis Fitur Username seperti Telegram, Tak Perlu Tahu Nomor HP Pengguna
- Menkominfo Ancam Tutup Telegram Jika Tak Respons Surat Peringatan Ketiga
Aplikasi Telegram dikenal sebagai platform komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga, berdiskusi dengan komunitas, serta sebagai alat untuk menghindari sensor dari pemerintah.
Namun, aplikasi ini juga banyak disalahgunakan untuk aktivitas kejahatan siber. Pelaku kejahatan sering memanfaatkan platform ini untuk menjual layanan ilegal, melancarkan serangan, menjual data yang dicuri, atau sebagai server komando dan kontrol untuk perangkat lunak berbahaya. Hal ini sebagaimana dikutip dari Bleeping Computer pada Senin (13/1).
Informasi terbaru mengenai pemenuhan permintaan penegak hukum ini pertama kali dilaporkan oleh 404 Media, dan berasal dari Laporan Transparansi Telegram untuk periode 1 Januari 2024 hingga 13 Desember 2024.
Sebelumnya, perusahaan hanya membagikan alamat IP dan nomor telepon pengguna Telegram dalam kasus-kasus terorisme, dan hanya memenuhi 14 permintaan yang melibatkan 108 pengguna hingga 30 September 2024.
Setelah memperbarui kebijakan privasinya, Telegram kini akan mulai membagikan data pengguna kepada penegak hukum dalam kasus kejahatan lain, seperti kejahatan siber, perdagangan barang ilegal, dan penipuan online.
"Jika Telegram menerima perintah yang sah dari otoritas yudisial terkait yang mengonfirmasi bahwa Anda adalah tersangka dalam kasus yang melibatkan aktivitas kriminal yang melanggar Ketentuan Layanan Telegram, kami akan melakukan analisis hukum terhadap permintaan tersebut dan dapat mengungkapkan alamat IP dan nomor telepon Anda kepada pihak berwenang terkait," demikian bunyi pembaruan kebijakan privasi Telegram.
Perubahan ini diambil sebagai respons terhadap tekanan dari pihak berwenang, yang berujung pada penangkapan pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, pada akhir Agustus di Prancis.
Laporan dari Badan Intelijen
Durov menghadapi berbagai tuduhan, termasuk keterlibatan dalam kejahatan siber, penipuan terorganisir, serta distribusi materi ilegal. Selain itu, ia juga dituduh menolak untuk mendukung penyadapan yang sah yang bertujuan membantu penyelidikan kejahatan.
Meskipun adanya perubahan kebijakan yang menyebabkan beberapa kelompok kejahatan siber menyatakan mundur dari Telegram, laporan dari perusahaan intelijen kejahatan siber KELA pada bulan Desember menunjukkan bahwa situasi tersebut tetap tidak berubah.
Peningkatan yang signifikan dalam praktik berbagi data pengguna yang tercatat pada kuartal terakhir tahun 2024 menunjukkan adanya perubahan dalam strategi Telegram. Namun, gambaran yang lebih jelas mengenai hal ini akan terungkap pada bulan April 2025, saat laporan transparansi yang berikutnya direncanakan untuk dipublikasikan.