Kincir Air Tradisional Sungai Gending, Penyelamat Petani saat Kekeringan
Tidak membutuhkan banyak biaya, ramah lingkungan, mudah dioperasikan membuat kincir air tradisional bambu ini masih menjadi andalan para petani. Alat warisan leluhur yang sudah ada sejak 400 tahun lamanya ini masih efektif mengairi persawahan di sekitar Sungai Gending, Magelang.
Panasnya terik matahari tak menyurutkan niat petani di Dusun Gedongan, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah ini jadi bermalas-malasan. Memasuki bulan kemarau, petani di dusun ini lebih sibuk dari biasanya. Mereka harus bergegas, mempersiapkan diri agar lahan sawahnya tak mengalami kekeringan.
Mendekati bulan kemarau, sejumlah petani pun mulai sibuk mencari bambu, kayu dan papan. Mengelilingi desa mencari bahan-bahan tersebut. Mereka akan bergotong royong membuat kincir air jumbo tradisional.
-
Apa yang digambarkan dalam foto yang beredar? Dalam foto yang beredar memperlihatkan orang-orang mengangkut balok batu berukuran besar.
-
Siapa yang terlihat gagah mengenakan seragam dinas dalam foto pertama yang dibagikan? Sementara itu sang suami, Jenderal TNI Maruli Simanjuntak berdiri gagah mengenakan seragam dinasnya.
-
Apa yang digambarkan foto pertama di koran? Foto ini menggambarkan jalan-jalan Paris yang dibarikade akibat aksi mogok kerja.
-
Kapan kamera ini akan mulai mengambil gambar pertama? Setelah dipasang dan diuji, kamera LSST siap untuk mulai mengambil gambar. Namun, target pertama dari gambar tersebut belum dipilih.
-
Apa yang dirayakan dalam foto-foto tersebut? 8 Foto Ulang Tahun Kayma Jayna Agyra Ke-1, Bukan Cucu Orang Sembarangan!
Kincir air tradisional ini memang menjadi penyelamat petani saat kekeringan. Warisan turun temurun dari nenek moyang. Meski kini banyak desa yang beralih ke kincir air bertenaga mesin, namun di Dusun Gedongan masih memilih menggunakan kincir berbahan dasar bambu ini.
©2021 Merdeka.com/Fadkus
Bambu memang menjadi tanaman yang mudah dijumpai di lingkungan ini. Namun tidak sembarang bambu bisa digunakan untuk membuat kincir air. Setidaknya ada 3 jenis bambu yang bisa digunakan, yaitu bambu buluh, bambu jawa dan bambu petung.
Bambu petung yang kuat bak baja ini sebagai poros utama, bambu jawa yang terbilang cukup lentur dibanding bambu lainnya sebagai velg kincir air. Termasuk jaring-jaringnya.
Pembuatan kincir air juga tradisional tanpa sentuhan alat modern sedikit pun. Menyusun bumbu sesuai jenis dan ukuran. Tanpa panduan tertulis dan mengandalkan ingatan yang sudah diajarkan turun temurun dari nenek moyang.
©2021 Merdeka.com/Fadkus
Sekilas memang nampak mudah, namun pembuatan kincir air tentu saja harus diperhitungkan dengan cermat. Disesuaikan dengan ukuran lebar Sungai Gending. Salah perhitungan, kincir air tradisional ini tak bisa digunakan. Berujung gagal menyelamatkan lahan sawah.
Dengan tergopoh-gopoh, pria paruh baya ini menyusuri jalan. Membawa 1 buah kincir air berukuran sekitar 2 meter ini ke Sungai Gending. Di tepian Sungai Gending sudah terpasang bambu untuk meletakkan kincir ini. Setelah klop, kincir air pun siap digunakan.
©2021 Merdeka.com/Fadkus
Sistem kerja kincir air tradisional ini mengandalkan aliran deras Sungai Gending untuk memutar roda. Ditampung dengan bambu hingga akhirnya airnya mengaliri lahan sawah. Terbuat dari bambu, setidaknya kincir ini diganti 8 bulan sekali. Tugas petani selanjutnya ialah membersihkan sungai dari sampah, jika sampah menempel di baling-baling akan menghambat pergerakan kincir bambu.
©2021 Merdeka.com/Fadkus
Tidak membutuhkan banyak biaya, ramah lingkungan, mudah dioperasikan membuat kincir air ini masih menjadi andalan para petani. Alat warisan leluhur yang sudah ada sejak 400 tahun lamanya yang masih efektif hingga saat ini.
(mdk/Tys)