Mengunjungi Desa Girikerto Ngawi, Ada Kebun Teh Warisan Kolonial hingga Mata Air Alami yang Tak Pernah Kering
Menyusuri Kampung Belanda hingga merasakan teduhnya kawasan sumber mata air alami yang tak pernah kering
Daerah yang terletak di lereng gunung terkenal subur. Seperti halnya daerah-daerah di lereng Gunung Lawu. Gunung ini sendiri terletak di tiga daerah, yakni Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah dan Kabupaten Ngawi dan Magetan, Jawa Timur.
Gunung setinggi 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini terakhir meletus pada 28 November 1885. Abu vulkanik dari letusan gunung api umumnya mengandung banyak unsur mineral penyubur tanah seperti sulfur dan fosfor yang bermanfaat bagi kesuburan lahan di sekitarnya.
Hal inilah yang menyebabkan lingkungan di sekitar lereng Lawu selalu subur dan. Salah satunya dapat disaksikan di Desa Girikerto, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi.
Kebun Teh
Desa Girikerto berada di ketinggian 800 mdpl dengan suhu udara rata-rata 18 derajat celcius. Wilayah ini juga memiliki curah hujan cukup tinggi. Lingkungan desa ini berupa kawasan konservasi hutan lereng Lawu.
Terdapat tiga dusun dan satu kampung di Desa Girikerto, yakni Kampung Jamus, Dusun Girikerto, Dusun Nglegok, serta Dusun Banjaran.
Mengutip situs indonesia.go.id, Desa Girikerto memiliki kawasan perkebunan teh seluas 478 hektare yang berada di Kampung Jamus. Kebun teh ini dulunya merupakan milik pengusaha Belanda bernama Van de Rappard.
Kebun teh Jamur berada di lereng sebelah utara Gunung Lawu dan kini dikelola oleh perusahaan swasta. Tak jauh dari lokasi kebun teh, ada sekitar 200 kepala keluarga yang menghuni rumah-rumah bernuansa kolonial dan bentuknya hampir serupa. Hal ini membuat banyak orang menjuluki permukiman tersebut sebagai Kampung Belanda.
Pemandangan Indah
Saat memasuki kawasan Kebun Teh Jamus, udara segar menyeruak. Selain menyusuri keindahan kebun teh, pengunjung bisa mencoba sensasi feeding time (memberi makan) rusa atau mencoba segarnya wisata air Sumber Lanang yang berasal dari Gunung Lawu.
Wisatawan yang ingin merasakan sensasi lebih ekstrem, bisa mencoba naik ke Borobudur Hill yang merupakan puncak kebun teh Jamus. Butuh fisik yang prima karena untuk mencapai Borobudur Hill wisatawan perlu menaklukkan puluhan anak tangga dengan medan cukup terjal.
Mengutip situs ngawikab.go.id, jika sudah mencapai bagian atas Kebun Teh Jamus, pengunjung bisa melihat hamparan pohon teh yang dibiarkan tumbuh besar. Pohon teh ini diperkirakan berusia ratusan tahun sejak era kolonial Belanda.
Mata Air yang Tak Pernah Kering
Selain pesona kebun teh dan kampung Belanda, terdapat puluhan mata air alami yang alirannya tak pernah kering. Salah satunya adalah mata air Sumber Koso yang berada di Dusun Girikerto.
Mengutip website Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Ngawi, Sumber Koso memiliki cadangan air yang melimpah dengan debit besar. Sumber air alami ini menjadi pemasok air bersih warga sekitar serta digunakan untuk irigasi sawah petani.
Pemerintah desa juga menyulap kawasan hutan desa yang rindang di sekitar Sumber Koso menjadi wana wisata bersih dan rapi, lengkap dengan lokasi berkemah (camping ground). Telaga Sumber Koso juga digunakan untuk memelihara ikan koi sehingga menambah cantik area ini.
Setiap orang yang ingin masuk ke wana wisata ini dikenai retribusi sebesar Rp5.000 sebagai pengganti biaya kebersihan.
Lebih lanjut, para petani di Desa Girikerto juga menerapkan sistem persawahan terasering atau berundak, mengingat lokasinya yang berada di lereng gunung.
Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Girikerto yang didominasi anak-anak muda kreatif juga membangun beberapa menara pandang terbuka dengan latar pemandangan gunung, kebun teh, serta sawah terasering menjadi spot foto menarik bagi pengunjung.