Ini Sosok yang Bisa Menjadi Wali Nikah Wanita Mualaf
Wali nikah bagi wanita mualaf ditentukan karena ayahnya beragama nonmuslim.
Seorang wanita mualaf adalah wanita yang baru saja memeluk agama Islam. Wanita mualaf adalah orang yang baru saja merasakan cahaya hidayah dari Allah SWT. Ada beberapa pertanyaan menarik yang muncul mengenai wanita yang baru masuk Islam, khususnya yang berkaitan dengan pernikahan mereka. Seperti yang kita ketahui, dalam prosesi pernikahan terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi, di antaranya adalah keberadaan wali nikah yang beragama Islam.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan adalah mengenai status wali nikah bagi wanita mualaf jika ayahnya belum memeluk Islam. Dalam hal ini, siapa yang berhak menjadi wali nikah bagi wanita yang baru saja mualaf? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita simak penjelasan lebih lanjut di bawah ini.
- Sosok Wanita Paruh Baya Punya Suami Dua Tinggal Satu Atap, Begini Kehidupannya
- Kisah Wanita Non-Muslim Tiap Hari Datang ke Masjid, Hidupnya Memprihatinkan Gara-gara Dihancurkan Mantan Suami
- Gantikan Sang Ayah yang Wafat, Ini Kisah Haru Calon Jemaah Haji Termuda Usia 19 Tahun di Bangka Belitung
- VIDEO: Menag Yaqut "KUA Tempat Nikah Semua Agama, Aulanya Bisa Dipakai Ibadah Non-Muslim"
Wali Nikah untuk Wanita Mualaf
Menurut NU Online, wali nikah memiliki peranan penting dalam pernikahan dalam Islam. Kehadiran wali yang memenuhi kriteria tertentu, seperti beragama Islam, sudah baligh, berakal, merdeka, laki-laki, dan bersifat adil (tidak fasik), merupakan syarat sah untuk akad nikah. Oleh karena itu, seorang nonmuslim tidak diperbolehkan menjadi wali bagi putrinya yang telah memeluk agama Islam. Syekh Taqiyuddin Al-Hishni menjelaskan bahwa
. : .
Artinya, "Tidak boleh seorang nonmuslim menjadi wali bagi wanita Muslimah. Allah Ta'ala berfirman: 'Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong (wali) bagi sebagian yang lain' (At-Taubah: 71)."
Dengan demikian, seorang nonmuslim tidak dapat berperan sebagai penolong bagi seorang Muslimah karena adanya perbedaan agama, yang membuatnya tidak dapat menjadi walinya. Jika ayah kandung seorang wanita yang baru memeluk Islam tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah karena statusnya yang nonmuslim, maka kewaliannya akan beralih kepada kakeknya. Apabila kakeknya juga nonmuslim, maka wali nikah akan berpindah kepada wali ab'ad (wali jauh), yaitu kerabat lain selain ayah dan kakek. Urutan wali ini mencakup saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, paman (saudara ayah), dan anak laki-laki dari paman.
Jika Semua Kerabat Nonmuslim
Wali Nikah dalam Kasus Wanita Mualaf
Apabila tidak ada kerabat wanita mualaf yang beragama Islam, kewaliannya akan beralih kepada hakim.
Syekh Jalaluddin Al-Mahalli menjelaskan: "Seorang nonmuslim tidak dapat menjadi wali bagi wanita Muslimah, begitu pula sebaliknya, seorang Muslim tidak dapat menjadi wali bagi wanita nonmuslim, melainkan dalam kasus pertama (wanita Muslimah), yang bertindak menjadi wali adalah wali ab'ad (wali dalam garis kerabat selain ayah dan kakek) yang Muslim, dan dalam kasus kedua (wanita nonmuslim), wali nonmuslim yang bertindak sebagai walinya. Jika tidak ditemukan, maka hakim akan menikahkannya dengan otoritas perwalian umum yang dimilikinya."
Lebih lanjut, Syekh Al-Qalyubi memberikan penjelasan mengenai keterangan Al-Mahalli: "Ungkapan Al-Mahalli: 'Jika tidak ditemukan wali', maksudnya adalah wali khusus, maka hakim meskipun hanya berstatus sebagai hakim dalam keadaan darurat, dapat menikahkan dalam kedua kasus tersebut dengan otoritas umum yang dimilikinya. Yang dimaksud hakim adalah orang yang memiliki otoritas kekuasaan di tempat tinggal mempelai wanita. Hakim Muslim menikahkan umat Islam, sedangkan hakim nonmuslim menikahkan umat nonmuslim." (Kanzur-Raghibin dan Hasyiyah Al-Qalyubi wa Umairah, [Beirut, Darul Fikr: 1995], juz III, halaman 228).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa wali nikah bagi wanita mualaf adalah wali terdekatnya (ayah dan kakek) yang telah memeluk agama Islam. Jika mereka belum beriman, maka wali nikahnya akan beralih kepada wali ab'ad (wali jauh) yang beragama Islam. Apabila tidak ada satu pun kerabat yang beragama Islam, maka hakim yang memiliki otoritas di wilayah tempat tinggal wanita mualaf tersebut akan bertindak sebagai wali nikah. Dalam konteks di Indonesia, hakim yang dimaksud adalah Penghulu atau Kepala KUA Kecamatan setempat. Wallahu a'lam.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul