5 Fakta baru pengubahan kontrak bagi hasil jadi skema Gross Split
Saat ini Indonesia masih menggunakan skema bagi hasil dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berupa cost recovery atau pengembalian biaya operasi hulu migas.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengakui, investasi di sektor minyak dan gas (migas) mengalami penurunan selama 2016. Hal ini diketahui setelah dia melakukan evaluasi terhadap kinerja sepanjang tahun.
Menurut Arcandra, ada beberapa hal yang memang perlu diperbaiki, baik dari segi birokrasi maupun praktik di lapangan. Sebut saja sejumlah blok-blok migas marginal yang sulit dikembangkan dan investor kurang tertarik untuk menggarapnya.
-
Kenapa mahasiswa UGM mengembangkan ESDS? Yogi mengatakan bahwa pengembangan ESDS tersebut berawal dari keprihatinan mereka terhadap tingginya kasus stunting di Tanah Air.
-
Apa yang dilakukan Mies van Bekkum di Jakarta? Pada zaman dahulu, Mies van Bekkum datang ke tempat itu untuk menyatukan kembali keluarga Belanda yang terpisah akibat ditawan Jepang.
-
Siapa Miyako Emi? Dari pernikahannya dengan Jocky Fernando, Della Puspita dikaruniai dua orang anak. Mereka bernama Don Aubrey Daisuke dan Fara Miyako Emi Joana. Inilah sosok Miyako Emi, anak perempuan Della Puspita.
-
Kenapa MS membunuh EYP? Kapolsek Cikarang Barat Kompol Gurnald Patiran mengatakan, tersangka pada kasus pembunuhan ini sudah diamankan dan kini masih menjalani pemeriksaan untuk mengetahui motifnya. Begitu juga dengan penyebab kematian korban, saat ini pihaknya masih menunggu hasil otopsi jasad korban. "Jasad almarhum kita larikan ke Rumah Sakit Polri untuk dilakukan autopsi sehingga kita bisa mengetahui penyebab kematiannya seperti apa, tersangka sudah kita amankan, sedang kita lakukan pemeriksaan untuk kita gali, kita dalami motif-motif dari pada tersangka melakukan pembunuhan ini, jadi kami mohon waktu," katanya.
-
Bagaimana Miedes disajikan? Biasanya, warga Pundong menyajikan miedes dengan ragam sayuran seperti wortel, bawang daun maupun sawi hijau.
-
Kenapa Evan Dimas pindah ke PSIS Semarang? “Tentu sebuah kebanggaan bisa bergabung ke PSIS yang merupakan salah satu klub besar di Indonesia dengan suporter yang begitu fanatik. Mohon izin bergabung dan semoga berkontribusi banyak untuk tim,” kata Evan dikutip dari website resmi PSIS Semarang.
"Semoga dengan terbitnya PP 79 tentang cost recovery kita berharap ada perbaikan iklim investasi. Tapi apakah itu satu-satunya akan menaikkan iklim investasi, enggak. Ada yang lain-lain harus kita perbaiki, misalnya lapangan yang tidak bisa kita kembangkan kita beri insentif," ujarnya.
Insentif tersebut bisa saja berupa skema bagi hasil Gross Split. Saat ini Indonesia masih menggunakan skema bagi hasil dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berupa cost recovery atau pengembalian biaya operasi hulu migas.
Gross Split sendiri merupakan sistem bagi hasil bersifat progresif yang diakumulasikan dalam satu tahun. Skema tersebut dianggap cocok diterapkan untuk wilayah kerja migas yang marginal.
Menurut Arcandra, skema Gross Split merupakan langkah berani bagi pemerintah. Sebab, melalui skema ini penerapan teknologi yang mumpuni begitu dituntut dalam setiap pengerjaan proyek migas.
"Insetifnya berupa fiskal, kita tawarkan juga gross split kalau berani, gross split itu berani-beranian, kalau mampu ada teknologi ya," jelasnya.
Saat ini, Arcandra masih enggan membeberkan lebih jauh opsi Gross Split yang masih dibahas tersebut. Namun demikian, skema ini akan segera meluncur pada awal Januari 2017 mendatang.
"Akan ada Permen (Peraturan Menteri). Targetnya awal tahun (2017) keluar, atau bulan Januari-lah kalau cepat, ini sedang disusun dan dibahas," tegasnya.
Kendati demikian, skema tersebut masih menimbulkan pro dan kontra diantara para pelaku usaha di industri migas nasional. Berikut pro dan kontra skema tersebut seperti dirangkum merdeka.com:
Baca juga:
Rupiah kembali terperosok ke level Rp 13.325 per USD
Ini alasan DPR tak bahas RUU ubah Rp 1.000 jadi Rp 1 pada 2017
Presiden Jokowi pamer kebijakan ke 20 CEO terkemuka India
KPPU endus 6 perusahaan Singapura lakukan kartel harga di Batam
Pertamina siap kucurkan Rp 53 T kelola cadangan minyak nasional
Diskusi anti-rokok, narasumber kompak pakai masker
Pertamina ngaku rugi jual Solar, minta harga naik Rp 500 per Januari
Hilangkan fungsi SKK Migas
Pemerintah akan mengeluarkan kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) dan diganti dengan Gross Split dalam kontrak pengelolaan migas di Tanah Air pada 2017. Di mana skema tidak lagi menggunakan Cost Recovery atau biaya operasi yang dapat dikembalikan dari pemerintah kepada Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).
Wakil Direktur Utama PT Pertamina Ahmad Bambang menilai, dengan adanya skema baru ini, pemerintah akan menghilangkan fungsi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Sebab, dalam skema ini pemerintah tidak usah membayar cost recovery dan diserahkan ke kontraktor.
"Kalau terjadi dengan model itu, pertanyaannya sekarang fungsinya SKK Migas jadi tidak ada. Karena cuma tanda tangan kontrak, tidak perlu awasi. Ya, tapi itu urusan pemerintah lah," ujar Bambang di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (13/12).
Dia menilai skema Gross Split ini memiliki kelebihan jika dijalankan oleh pemerintah, terutama dalam mengurangi biaya cost recovery yang harus dibayarkan pemerintah ke kontraktor. Sehingga, pemerintah dan kontraktor akan membagi hasil keuntungannya setelah dihitung bersih.
"Kalau bicara cost recovery itu kan jangka panjang, artinya tumpukan cost recovery ini terutang. Jadi ninggalin beban ke generasi yang akan datang. Sementara dari penerimaan kan makin turun. Bisa jadi penerimaan untuk membayar cost recovery ini tidak cukup," imbuhnya.
Meski begitu, Bambang berharap skema tersebut hanya berlaku bagi kontrak baru yang akan ditandatangani. Mengingat, masih banyak permasalahan dalam pembayaran Cost Recovery.
Matikan industri migas nasional
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berencana mengubah skema bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC) dengan Gross Split dalam menggarap proyek blok minyak dan gas bumi (Migas). Skema ini dinilai memberikan dalam ke industri penunjang migas Tanah Air.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Energi dan Migas Bobby Gafur Umar mengatakan skema Gross Split yang akan diterapkan masih banyak mengalami pertentangan bagi pelaku usaha. Sebab, skema ini dikhawatirkan mengganggu industri penunjang migas.
"Skema baru dalam pengusahaan migas di Indonesia, yaitu Gross Split masih ada kekurangan, belum ada sosialisasi menyeluruh, juga belum ada input yang terjadi di lapangan, yang beri dampak langsung maupun tidak langsung," ujar Bobby di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (13/12).
Lebih lanjut, dia mengaku telah berkonsultasi dengan Kementerian ESDM untuk menjelaskan skema Gross Split tersebut. Menurutnya, yang menjadi kekhawatiran dari para pengusaha jika skema ini dijalankan adalah akan membuat industri-industri migas Tanah Air kolaps.
"Nah, Kami Kadin melihat bahwa jangam terlalu skeptis bahwa pemerintah pasti sudah memikirkan begitu banyak hal dan apalagi menteri perindustrian bilang bahwa industri di Indonesia akan tumbuh sekian persen mulai 2017 ke depan. Jadi tentunya hal-hal negatif ini bisa menjadi suatu sinergi yang akhirnya kita temukan solusi skemanya bagaimana nanti akan bisa dijelaskan kita sedang menunggu dua hari kedepan usulan tertulis dan wacana-wacana yang masih belum terbahas tadi dari asosiasi," jelasnya.
Tambah pengawasan
Pemerintah dalam waktu dekat akan mengeluarkan skema baru Kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) yaitu Gross Split dalam kontrak pengelolaan migas di tanah air pada 2017. Wakil Direktur Utama PT Pertamina Ahmad Bambang menilai, dengan adanya skema baru ini, pemerintah akan menghilangkan fungsi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi membantah bahwa fungsi lembaganya akan mati jika pemerintah menerapkan skema Gross Split. Meski berkurang, namun beban kerja SKK Migas tidak akan jauh berbeda saat pemerintah menerapkan skema Cost Recovery.
"Beban kerja di SKK Migas tidak beda jauh walau PSC Gross split diberlakukan. Tetap banyak yang harus dikerjakan. Memang agak sedikit berkurang, di situ diharapkan kualitas pengawasannya bertambah," kata Amien di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (13/12).
Menurutnya, skema ini hanya akan diberlakukan untuk kontrak baru. Sehingga, kontrak wilayah kerja yang masih berlaku saat ini masih tetap menggunakan skema Cost Recovery.
Selain itu, perencanaan kerja dari kontraktor dan pengamanan lingkungan yang aman dan sehat tetap menjadi pengawasan SKK Migas. Sementara, hulu migas masih berada di bawah tanggung jawab Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Kontrak wilayah kerja eksploitasi yang sekarang berlaku ada 85 kontrak. Yang eksplorasi masih banyak lagi. Sampai 2025, wilayah kerja eksploitasi yang expire ada 35. Berarti yang masih berlaku ada 50," imbuhnya.
Meski begitu, pihaknya tetap akan menerima keputusan dari pemerintah mengenai skema ini. "Posisi SKK bukan soal setuju atau tidak. SKK Migas itu pelaksana. Apa pun yang diputuskan menteri harus dilaksanakan. Namanya pelaksana," pungkasnya.
Tak gunakan produk dalam negeri
Ketua Dewan Pimpinan Bidang Industri, Gabungan Usaha Penunjang Energi dan Migas (Guspenmigas) Williem Siahaya mengatakan para pelaku usaha di sektor migas khawatir skema Gross Split membuat industrinya gulung tikar. Sebab, para pengusaha skema Gross Split akan membuat investor tak lagi gunakan produk dalam negeri.
"Yang dimaksud penggunaan produk dalam negeri (P3TD). Kami tidak skeptis dengan skema yang akan dilakukan oleh Pemerintah. Namun kami mengharapkan apapun sistem bagi hasilnya ini tetap memperhatikan kompetensi, potensi industri dalam negeri," ujar Williem di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (13/12).
Dia mengaku para pengusaha mendukung skema Gross Split digunakan di sektor migas Tanah Air. Namun, para pengusaha mengajukan persyaratan kepada pemerintah, terutama penggunaan produk dalam negeri.
Menurutnya, jika skema ini diterapkan maka kontraktor bisa dengan sendirinya menggunakan barang-barang dari luar. Willem mencontohkan nantinya penerapan skema ini membuat pipa minyak asli Indonesia kalah dari buatan China.
"Jadi kami welcome namun ada persyaratan kewajiban yang pro dalam negeri. Di mana barang, jasa dari dalam negeri, dan tenaga profesional kita juga harus dari dalam. Kita sudah mampu kok," jelasnya.
Selain itu, skema Gross Split dikhawatirkan membuat investor bertindak sewenang-wenang. Di mana investor tersebut hanya akan mengambil sub kontraktor yang diinginkan.
"Cuman kita harap ini ada kita ya diberdayakan. Kita tidak ada sosialisasi. Kami sudah dengar, tapi wadahnya untuk menampung kami tidak tahu. Harapannya ini diwadahi Kadin, kita satu pintu aja ke Kadin. Kalau ada tatap muka, kita lewat Kadin," pungkasnya.
Beri insentif kontraktor pakai TKDN
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah skema bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC) dengan Gross Split dalam menggarap proyek blok minyak dan gas bumi (Migas). Perubahan skema ini dikhawatirkan akan mematikan industri migas nasional.
Ketua Komite Tetap hubungan Kelembagaan dan Regulasi Kadin Bidang Energi dan Migas, Firlie Ganinduto, meminta pemerintah memberikan insentif untuk kontraktor yang menggunakan produk dalam negeri. Dengan begitu, para pengusaha penunjang jasa migas tak dirugikan adanya perubahan skema tersebut.
"Ini bagian diskusi kami dengan Wamen ESDM (Arcandra Tahar), TKDN jadi salah satu kriteria besaran split tersebut. Misal ada 2 PSC, satunya TKDN sampai 50 persen, satunya 10 persen. Split yang TKDNnya lebih tinggi, bagian si kontraktor lebih besar. Tidak hanya TKDN, tapi juga beberapa macam area migasnya, tingkat kesulitannya dll," ujar Firlie di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (13/12).
Menurutnya, investor harus menyesuaikan diri apabila skema Gross Split dipakai dalam industri migas Tanah Air. Hal ini, katanya, juga terjadi di setiap perubahan regulasi pemerintah dan kontrak bagi hasil.
"Kalau Gross Split diimplementasi dan sistemnya beda dengan PSC, yang kami takutkan butuh waktu lagi bagi investor untuk berinvestasi agar nyaman dengan regulasi baru. Bagaimana TKDN yang sudah terbangun bisa tetap dilaksanakan, bagaimana TKDN yang sudah terbangun bisa tetap terlaksana, biar sumber daya migas jadi penggerak ekonomi, buat pendapatan negara semata," jelas Firlie.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite Tetap Hulu Migas Kadin Nurman Djumiril mengatakan skema Gross Split belum bisa terlhat dampaknya. "Sikonnya beda-beda. Itu yang harus kita pahami. Ini masalah pembagian kue. Pemerintah yang memiliki lahan dan investor yang akan garap. Kalau tidak menarik tentu tidakbada kesepakatan," pungkas Nurman.