Ada Aturan Kemendag, E-Commerce Tak Boleh Jual Barang dengan Harga Murah
Dalam Pasal 13 ayat 1 Permendag 31, e-commerce harus memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi Pedagang (Merchant).
Kemendag meminta partisipasi aktif dari stakeholder lain untuk mencegah praktik predatory pricing oleh e-commerce. Antara lain dengan memperketat masukbya barang impor ilegal.
Ada Aturan Kemendag, E-Commerce Tak Boleh Jual Barang dengan Harga Murah
Ada Aturan Kemendag, E-Commerce Tak Boleh Jual Barang dengan Harga Murah
Bagi Anda yang gemar berburu barang-barang murah di e-commerce sepertinya akan gigit jari. Sebab, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menertibkan praktik jual rugi atau predatory pricing yang kerap dilakukan pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau e-commerce untuk menarik pembeli.
"Beberapa sudah kita atur untuk memastikan bahwa tidak ada predatory pricing," ujar Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Rifan Ardianto di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (12/10).
- Beda dengan Pedagang Tanah Abang, Kemendag Tak Setuju E-Commerce Ditutup
- Shopee Terus Genjot Ekspor UMKM, Pengusaha Sepatu Asal Bogor Ini Jadi Buktinya
- Pedagang Tanah Abang Minta E-Commerce Ditutup, Begini Respons Keras Mendag Zulhas
- Terungkap, Ini Tujuan Pemerintah Larang E-Commerce Jual Barang Impor Harga di Bawah Rp1,5 Juta
Rifan mengatakan, pengaturan larangan praktik jual rugi oleh e-commerce tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Regulasi anyar ini merupakan pengganti Permendag Nomor 50 Tahun 2020.
Dalam Pasal 13 ayat 1 Permendag 31, e-commerce harus memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi
Pedagang (Merchant). Selain itu, e-commerce diharuskan menjaga harga Barang dan/atau Jasa bebas dari
praktik manipulasi harga baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Itu sebagai salah satu upaya peran aktif PMSE untuk memastikan bahwa tidak terjadi predatory pricing," tegas Rifan.
"Balik lagi Permendag 31 tidak bisa berdiri sendiri. Ketika berbicara predatory pricing ada brpa hal perlu kita lakukan pengaturan. Bagaimana kita memperketat arus barang impor jangan smapai ada barang impor masuk dengan harga murah," kata Rifan.
Sebelumnya, Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Media Wahyudi Aska mendukung penuh rencana Kementerian Perdagangan RI terkait aturan program diskon yang digelar platform e-commerce. Bahkan, kata dia aturan itu seharusnya sudah diterapkan sudah sejak beberapa tahun sebelumnya.
"Saya kira kalau inisiatif Kementerian Perdagangan pasti saya mendukung sekali ya. Saya sangat mendukung sekali, karena (predatory pricing) sudah terlanjur terjadi. Kalau bisa dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya," ujarnya dalam konferensi pers dengan bertajuk Produk Asing: Benci Tapi Rindu, Senin (8/3).
Dia mengungkapkan, saat ini praktik predatory pricing dengan berbagai bentuk promo potongan harga yang tidak sehat lumrah di temui di e-commerce. Sehingga praktik curang ini telah merusak persaingan dan merugikan para pelaku usaha.
"Penting juga untuk diingat, pasar harus dihidupkan juga kompetisinya. Di level e-commerce, saya kira kompetisinya harus tetap dijaga. Jangan sampai platform-platform tertentu menguasai pasar dalam jumlah yang signifikan. Ketika itu timpang, harganya juga sudah pasti sangat menjadi timpang," tambahnya.