Anak Buah Sri Mulyani Sebut Utang Pemerintah Tak akan Bebani Masyarakat Kelas Menengah
Rasio utang pada Agustus sendiri ini di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.
Pemerintah dengan tegas menyebut bahwajumlah utang pemerintah yang sangat besar tidak akan membebani masyarakat kelas menengah.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Riko Amir menjelaskan, utang akan dibayar oleh pemerintah melalui hasil dari kegiatan ekonomi, bukan dari sumbangan masyarakat.
- Anak Buah Sri Mulyani Blak-blakan Banyak Kementerian Minta Tambah Anggaran
- Anak Buah Sri Mulyani: Kenaikan PPN 12 Persen Tetap Berlaku 1 Januari 2025
- Nyaris Tak Kuliah karena Keterbatasan Dana, Begini Perjuangan Anak Penjahit Jadi Lulusan Terbaik Unej dengan IPK 3,99
- Sri Mulyani Bocorkan Waktu Pencairan Kenaikan Gaji PNS 8 Persen
"Utang yang membiayai bukan (masyarakat) secara langsung. Kelas menengah tidak diambil uangnya untuk bayar utang, tapi dari revenue yang dihasilkan dari produk domestik bruto kita," jelas Riko dalam kegiatan media gathering Kemenkeu di Anyer, Banten, dikutip Jumat (28/9).
Kemenkeu mencatat, utang pemerintah pada Agustus 2024 mencapai Rp8.461,93 triliun. Utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dengan kontribusi sebesar 88,07 persen.
Rasio utang pada Agustus sendiri ini di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.
Adapun, untuk 2025 mendatang utang jatuh tempo pemerintah telah mencapai Rp800,33 triliun. Riko pun memastikan pemerintah memiliki kemampuan untuk membayar utang negara.
“Kita masih punya kemampuan untuk membayar defisit plus utang jatuh tempo tadi," bebernya.
Dijelaskannya, sumber pendanaan untuk pembayaran utang utamanya berasal dari refinancing. Sebagai informasi, refinancing merupakan skema pendanaan dengan mengajukan pinjaman baru dengan bunga yang lebih kecil.
Skema itu dilakukan dengan penerbitan obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) untuk membayar utang jatuh tempo tersebut. Strategi pun cukup aman untuk dilakukan karena kondisi ekonomi Indonesia yang cukup baik.
"Yang dilihat adalah kemampuan dari negara kita, refleksinya apa? yaitu credit rating kita yang investment grade, yang menyatakan kondisi ekonomi kita cukup baik, membuat kita masih bisa melakukan refinancing terhadap utang yang jatuh tempoh tersebut," jelas Riko.
Prabowo Berencana Tarik Utang Rp775 Triliun
Sebelumnya, Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana menarik utang baru Rp 775,9 triliun tahun depan. Jumlah utang yang akan dicairkan ini naik dari yang ditargetkan 2024 ini, senilai Rp 648,1 triliun.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Riko Amir mengungkapkan, pembiayaan utang baru itu utamanya bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
"Rp 775 triliun dengan penerbitan SBN itu sebesar Rp 642,5 triliun, dan penarikan pinjaman itu sebesar Rp 133 triliun," ungkap Riko dalam kegiatan Media Gathering di Anyer, Banten pada Kamis (26/9).
Penarikan pinjaman bisa diperoleh dari dua sumber, yaitu pinjaman dalam negeri dan luar negeri. Terkait sumber dari pinjaman dalam negeri mencapai Rp 5,2 triliun dan sumber pinjaman luar negeri mencapai Rp 128,1 triliun.
Riko menyoroti, fenomena yang menarik adalah pinjaman yang besar, baik dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri dibandingkan APBN 2024 secara neto.
"Salah satu alasannya karena ini tahun kelima dari periode 2020-2024," sebutnya.