Analisis IMF Jika Donald Trump Kembali Berkuasa: Akan Ada Guncangan Ekonomi Tambahan
Hal itu disampaikan IMF karena kekhawatiran meningkat menjelang kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS dalam Pilpres 2024.
Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan bahwa ekonomi global berpotensi menyusut jika perang dagang antara China dan negara-negara barat meluas.
Hal itu disampaikan IMF karena kekhawatiran meningkat menjelang kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS dalam Pilpres 2024.
- Donald Trump Jadi Presiden Amerika, Bank Indonesia Wanti-wanti Lima Hal Ini
- Kondisi Perdagangan Global Lebih Tegang Akibat Terpilihnya Donald Trump Jadi Presiden AS, Indonesia Mulai Waspada
- Donald Trump Terpilih Kembali Menjadi Presiden Amerika, Ekonomi Indonesia Terancam
- Kemenangan Donald Trump di Pilpres AS Bikin Masa Depan Ekonomi Indonesia Terancam Suram
Mengutip BBC, Wakil Direktur Pelaksana IMF, Gita Gopinath mengatakan bahwa lembaga tersebut belum dapat menilai secara spesifik terkait rencana kebijakan perdagangan yang akan diberlakukan Trump, jika terpilih kembali menjadi Presiden AS.
Tetapi, dia berpendapat bahwa, jika terjadi perpecahan yang sangat serius dan penggunaan tarif dalam skala luas, maka akan terjadi kerugian terhadap PDB dunia hingga mendekati 7 persen.
"Ini adalah angka yang sangat besar, 7 persen pada dasarnya adalah kerugian ekonomi Prancis dan Jerman. Itulah besarnya kerugian yang akan terjadi," jelas dia.
Butuh Ruang Fiskal untuk Merespon
Gopinath juga mengatakan, tarif senilai ratusan miliar dolar sangat berbeda dari dunia yang kita tinggali selama dua atau tiga dekade terakhir.
"Periode pertumbuhan ekonomi yang stabil saat ini adalah momen untuk membangun kembali penyangga fiskal karena ini bukan krisis terakhir."
"Akan ada guncangan tambahan. Anda akan membutuhkan ruang fiskal untuk merespons. Dan sekaranglah saatnya untuk melakukannya," imbuhnya.
Sebelumnya, Trump mengatakan bahwa ia berencana untuk memperkenalkan pajak atau tarif universal hingga 20 persen pada semua impor ke AS, sementara Uni Eropa sudah merencanakan langkah lanjutan jika Washington meneruskan kebijakan tersebut.