Asal Usul Subsidi BBM di Indonesia, Dimulai Era Soeharto Meski Ditentang B.J Habibie
Alasan pemberian subsidi BBM karena harga jual BBM terutama minyak tanah, berada di bawah biaya produksinya.
Alasan pemberian subsidi BBM karena harga jual BBM terutama minyak tanah, berada di bawah biaya produksinya.
Asal Usul Subsidi BBM di Indonesia, Dimulai Era Soeharto Meski Ditentang B.J Habibie
Asal Usul Subsidi BBM di Indonesia, Dimulai Era Soeharto Meski Ditentang B.J Habibie
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut peran penting pajak dalam setiap pemberian subsidi, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM). Dia menjelaskan pajak yang dikumpulkan dari masyarakat dikelola negara untuk kembali dinikmati bersama. Terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin lewat berbagai bantuan sosial.
-
Bagaimana cara pemerintah menghemat BBM? Luhut meyakini, dengan pengetatan penerima subsidi, pemerintah dapat menghemat BBM mulai 17 Agustus 2024, sehingga dapat mengurangi jumlah penyaluran subsidi kepada orang yang tidak berhak.
-
Kenapa pemerintah mau mengalihkan anggaran subsidi BBM? Melalui opsi tersebut, pemerintah bakal mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kenaikan kualitas BBM melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan.
-
Bagaimana cara pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM? Implementasinya menunggu revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak rampung.
-
Kapan Soeharto mendapat gelar Jenderal Besar? Presiden Soeharto mendapat anugerah jenderal bintang lima menjelang HUT Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ke-52, tanggal 5 Oktober 1997.
-
Bagaimana BPH Migas memastikan keamanan pasokan BBM di Sulawesi Utara? Dari pemaparan dan diskusi yang sudah berlangsung, pasokan BBM dipastikan aman dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di Sulut."Saat ini sedang dilakukan pengisian BBM subsidi maupun kompensasi dari kapal pengangkut ke tangki-tangki BBM. Insya Allah stoknya aman," katanya.
-
Apa yang ingin dicapai dengan mengalihkan subsidi BBM? Jadi yang teman-teman pantas membutuhkan subsidi ini kita tentunya akan jaga. Jadi masyarakat yang ekonominya rentan pasti akan terus berikan, kita tidak mau naikan harganya," tegasnya di Jakarta, Senin (5/8)."Tapi mungkin ada teman-teman juga yang ke depannya sebenarnya harusnya sudah enggak butuh lagi subsidinya, itu bisa diarahkan untuk tidak menggunakan," kata Rachmat.
"Lebih dari 20 juta keluarga sangat tergantung kepada pajak dari sisi sumbangan ataupun subsidi sosial kepada mereka," kata Sri Mulyani di anjungan Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (6/8).
Perolehan LBM didapat dari selisih nilai penjualan BBM di dalam negeri, dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh BBM tersebut. Pendapatan negara dari LBM sejak periode 1967-1974 terus meningkat. Dari nilai LBM di angka Rp1,2 miliar menjadi Rp34 miliar. Namun, di tahun 1974 pemerintah mulai menerapkan kebijakan subsidi BBM.
"Akan tetapi sejak tahun 1974-1975 keadaan berubah dari memperoleh LBM menjadi mengeluarkan subsidi BBM,"
demikian penjelasan dalam buku terbitan Biro Humas dan HLN Pertamina.
Alasan pemberian subsidi BBM karena harga jual BBM terutama minyak tanah, berada di bawah biaya produksinya. Sedangkan konsumsi minyak tanah berkembang cepat. Pada tahun 1982, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, merangkap Kepala Bappenas, yang saat itu diemban oleh Widjono Nitisastro mengatakan sekitar tahun 1972 atau 1973 tidak ada subsidi BBM, tetapi justru surplus atau kelebihan sebesar Rp31 miliar."Jadi pada waktu itu pemerintah menjual BBM, tidak perlu memberikan subsidi, penerimaan pemerintah justru bertambah Rp31 miliar"
kata Widjojo dalam buku berjudul Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian.
Widjojo mengatakan pemerintah baru mulai memberikan subsidi BBM pada tahun 1974-1975 sebesar Rpl16 miliar. Tahun berikutnya subsidi BBM turun signifikan menjadi hanya Rp1,3 miliar. Di tahun 1976-1977 subsidi kembali membengkak pada tahun menjadi Rp10,4 miliar. Sejak saat itu subsidi BBM terus naik menjadi Rp62,2 miliar, Rp197 miliar, Rp535 miliar. Bahkan di tahun 1980/1981 subsidi BBM menembus Rp1.005 miliar dan Rp1,5 triliun pada tahun 1981/1982. Di sepanjang rezim orde baru, harga BBM tercatat mengalami kenaikan 21 kali. Sementara sumber lain menyebutkan kenaikan BBM di era Soeharto sebanyak 18 kali.Laporan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM tahun 2015 menyebut periode 1993-1997 merupakan periode terpanjang harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan. Pada periode itu, harga bensin premium Rp700 per liter, minyak tanah Rp280 per liter, dan solar Rp380 per liter. Akan tetapi, di masa krisis moneter tahun 1997-1998 pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Sehingga, harga bensin premium menjadi Rp1.200 per liter, minyak tanah Rp350 per liter, dan solar Rp600 per liter.
Subsidi BBM Ditentang Habibie
"Saya tidak setuju energi disubsidi. Bayangkan misalnya perusahaan asing, investasi di sini. Dia awalnya menghitung ongkos produksi berdasarkan harga pasar. ,"
kata Habibie saat memberi orasi ilmiah di Seminar Refleksi Tiga Tahun MP3EI di Jakarta pada 4 September 2014 silam.
- Kisruh di Rempang, Ini Rancangan Presiden Soeharto untuk Pembangunan Pulau Batam
- Layak Ditiru! Cara Soeharto Bikin Harga Beras Murah Agar Tak Sengsarakan Rakyat
- Soeharto Pernah Murka Anggaran untuk Proyek Bendungan Asahan Tak Kunjung Cair
- Ternyata Harga BBM di Indonesia Pernah Naik 60 Kali Lipat di Era Soekarno
"Tapi ada BBM bersubsidi, dia beli itu, dia bakar untuk perusahaannya dan untung lebih besar. Ini tidak bisa dicegah, itu sifat manusia," sambungnya.
Sayangnya, saran Habibie yang kala itu menjabat Menteri Riset dan Teknologi tak digubris. Soeharto berkukuh mempertahankan subsidi, dengan alasan negara masih punya uang. Kala itu, Indonesia memproduksi 1,8 juta barel minyak per hari. Konsumen di dalam negeri cuma menyerap sepertiganya, sisanya diekspor. Karenanya Indonesia masih bisa bergabung dengan kartel minyak internasional, OPEC. Kini keadaan sudah berbalik, dengan produksi terus anjlok, sementara konsumsi melonjak dua kali lipat. Habibie heran, mengapa pemerintahan pasca Orde Baru masih mempertahankan kebijakan subsidi BBM yang bikin anggaran mubazir.