Awalnya Guru Honorer dan Tak Digaji, Kini Mela Sukses Jadi Pengusaha Furniture
Karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan, satu waktu, sang ibu menghubungi Mela dan memintanya untuk kembali ke kampung halaman, Pangandaran.
Usai lulus menjadi sarjana, sudah beberapa surat lamaran kerja dia kirim ke berbagai perusahaan. Namun, harapan untuk segera mendapat pekerjaan, tak kunjung terwujud.
Awalnya Guru Honorer dan Tak Digaji, Kini Mela Sukses Jadi Pengusaha Furniture
Awalnya Guru Honorer dan Tak Digaji, Kini Mela Sukses Jadi Pengusaha Furniture
- Tetap Tersenyum, Momen Pria Perlihatkan Gaji Pertama Jadi Guru Honorer Ini Curi Perhatian
- Ditanya Berapa Gaji Guru Honorer di Ende, Jawabannya Sungguh Amat Menyakitkan
- Kekurangan Guru hingga Hubungan Keluarga Jadi Alasan Kepala Sekolah Angkat Honorer Tak Sesuai Aturan
- Kisah Guru Honorer Gaji Rp200 Ribu Sering Bantu Murid Kurang Mampu, Belikan Alat Tulis hingga Sepatu
Menjadi guru honorer tak digaji selama enam bulan, harus diterima Mela Dwi Amalia. Sebagai mahasiswa yang baru saja menamatkan sarjana, dia tidak ingin menuntut banyak terlebih dahulu di awal karirnya.
Dalam akun YouTube Naik Kelas, Mela bercerita, usai lulus menjadi sarjana, sudah beberapa surat lamaran kerja dia kirim ke berbagai perusahaan. Namun, harapan untuk segera mendapat pekerjaan, tak kunjung terwujud.
Karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan, satu waktu, sang ibu menghubungi Mela dan memintanya untuk kembali ke kampung halaman, Pangandaran.
Di Pangandaran, Mela mendapatkan kesempatan menjadi guru honorer di sebuah sekolah milik yayasan.
"Mungkin karena sekolahnya itu belum terlalu membutuhkan guru tambahan, sekitar enam bulan itu aku enggak dibayar," kenang Mela, dikutip pada Selasa (13/2).
Batin Mela mulai merasakan getir menjadi guru tanpa dibayar. Satu sisi, sang ibu memberinya penguatan dengan nasihat perbanyak pengalaman menjadi seorang guru.
Hingga akhirnya, Mela berpikir berjualan kerupuk melalui kantin yang ada di sekolah. Murid-murid yang ada di sekolah sangat menyukai kerupuk buatan Mela. Per hari, sekitar 250 bungkus kerupuk Mela laku terjual.
Akan tetapi, pihak sekolah kemudian memanggil Mela dan melarangnya berjualan. Mela sempat meminta keringanan kepada pihak sekolah agar tetap diizinkan berjualan krupuk melalui kantin dengan alasan untuk pemasukan tambahan.
"Tapi saya justru dijawab 'kalau mau uang banyak jangan di sini, sana kerja di perusahaan' saya mau apa lagi di situ saya menangis tapi ya sudah," ujarnya.
Nasib kemudian mengantarkan Mela ke kondisi yang lebih baik. Setelah dia ditegur pihak sekolah, beberapa bulan kemudian Mela berhenti dari sekolah itu. Pada tahun 2009, Mela menikah dan tinggal bersama mertua di Tasikmalaya.
Lantaran tidak betah tak ada kegiatan, Mela kemudian mengunggah foto furniture yang ada di toko mebel di sekitar rumah mertuanya dengan keterangan "dapat didesain sesuai keinginan".
Selang beberapa hari, pesanan masuk. Dia Masih ingat betul pelanggan pertamanya memesan meja kayu. Uang muka telah diterima Mela. Pesanan siap dikerjakan.
"Jadi modal saya usaha ini dari uang muka pelanggan saya itu, saya terus putar, dapat untung, putar lagi," ucapnya.
Pahit dan getir pengalaman Mela beberapa tahun ke belakang seperti telah sirna disapu oleh kemajuan usaha furniture yang dia beri nama Zame Furniture.
Kini, Mela sudah memiliki 68 karyawan dengan pesanan per bulan rata-rata mencapai 250 produk mulai dari kursi, sofa, meja, lemari, dan sebagainya. Harga yang ditawarkan oleh Mela berkisar Rp300.000 - Rp3.000.000.