Bayar Warteg Pakai QRIS, Sudah Sampai Mana?
Masih sedikit warteg termasuk anggota Kowantara yang menggunakan pembayaran QRIS
Masih sedikit warteg termasuk anggota Kowantara yang menggunakan pembayaran QRIS
Bayar Warteg Pakai QRIS, Sudah Sampai Mana?
Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) memaparkan penggunaan transaksi digital di warteg terbilang masih minim. Sebab, masih ada sejumlah kendala yang dihadapi.
Ketua Kowantara Mukroni mengatakan, masih sedikit warteg termasuk anggota Kowantara yang menggunakan pembayaran QRIS.
"Kurang dari 5 persen karena beberapa alasan. Salah satunya tidak semua warteg memiliki akses ke teknologi seperti smartphone atau perangkat untuk memindai QR code," ujar Mukroni saat dihubungi.
- 80 Persen Pelaku Usaha Waralaba Sudah Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Ini Untung Dirasakan
- Tak Bisa Ikut Bukber karena Masih Jualan, Aksi Teman-Teman Lakukan Hal Tak Terduga Ini Tuai Pujian
- Bayar Parkir Pakai Qris Diprotes, Ini Respons Wali Kota Surabaya
- Menteri Basuki Larang Warteg di IKN Nusantara, Pengusaha: Jangan Kesankan Warteg dengan Kotor dan Kumuh
Selain itu, tidak semua pelanggan warteg memiliki smartphone yang mendukung aplikasi pembayaran digital. Kemudian, QRIS membutuhkan koneksi internet untuk melakukan transaksi.
Di beberapa daerah, akses internet mungkin masih terbatas atau tidak stabil, sehingga dapat menghambat proses pembayaran.
"Pemilik warteg dan pelanggan perlu memahami cara menggunakan QRIS. Ini termasuk cara mengunduh aplikasi yang mendukung QRIS, membuat akun, dan melakukan pembayaran. Pendidikan dan sosialisasi mengenai penggunaan QRIS menjadi penting," terang Mukroni.
Meskipun biaya transaksi QRIS relatif kecil, menurut Mukroni, bagi pemilik warteg yang beroperasi dengan margin keuntungan yang sangat tipis, biaya tambahan ini bisa menjadi beban.
Selain itu, ada kekhawatiran tentang keamanan digital dan penipuan mungkin membuat beberapa pemilik warteg dan pelanggan ragu untuk menggunakan QRIS.
Edukasi mengenai keamanan dan perlindungan data diperlukan untuk membangun kepercayaan.
"Banyak pelanggan warteg yang lebih terbiasa dengan transaksi tunai dan mungkin ragu untuk beralih ke metode pembayaran digital,” ujar Mukroni.
“Sedangkan manfaatnya, efisiensi dalam transaksi, pencatatan keuangan yang lebih baik, dan potensi untuk menarik pelanggan yang lebih muda yang lebih nyaman dengan pembayaran digital," tutur Mukroni.
Karena masih minimnya warteg-warteg terutama anggota Kowantara menggunakan QRIS, Mukroni berharap, adanya kampanye edukasi yang intensif tentang manfaat dan cara penggunaan QRIS.
"Bekerja sama dengan penyedia layanan QRIS untuk memberikan pelatihan langsung kepada pemilik warteg dan pelanggan," ucap Mukroni.
Selain itu, juga memberikan insentif seperti subsidi atau diskon biaya transaksi bagi warteg yang mengadopsi QRIS.
Lalu, menawarkan program cashback atau diskon khusus bagi pelanggan yang melakukan pembayaran menggunakan QRIS di warteg.
"Memperbaiki dan memperluas akses internet di daerah-daerah yang masih belum terjangkau dengan baik. Memfasilitasi penyediaan perangkat pemindai QR code yang terjangkau bagi warteg," tambah Mukroni.
Di tempat terpisah, Indra, praktisi bidang teknologi keuangan digital yang juga Direktur Utama perusahaan merchant aggretator, PT Trans Digital Cemerlang (TDC), sepakat pendidikan dan sosialisasi mengenai transaksi digital menjadi prioritas semua pihak.
Menurut dia, beberapa waktu lalu Bank Indonesia mengatakan sosialisasi dan edukasi tentang QRIS menjadi tanggung jawab bersama. Baik dari sisi literasi sampai pencegahan penyalagunaan.
“Saya melihat semua stakeholder termasuk merchant sedang berjalan ke arah sana, sangat positif,” ujar Indra.
Indra menjelaskan, pengunaan QRIS bagi usaha seperti warteg adalah sebuah keniscayaan di era digital saat ini. Derasnya digitalisasi dan kemudahan akses diyakini akan semakin baik ke depan.
Komitmen pemerintah terhadap jaringan internet menurutnya saat ini sudah cukup baik dan menyentuh ke daerah.
Terkait dengan harapan Konwantara adanya pihak yang bersedia melakukan pendampingan dan pelatihan soal keuangan kepada pelaku UMKM, Indra menyakini banyak perusahaan system keuangan digital bersedia melakukannya.
Indra menambahkan, edukasi pengunaan QRIS menjadi salah satu prioritas perusahaannya. Bahkan sudah berjalan salah satunya kepada UMKM di Pematang Siantar dan Kabupaten Samosir.
“Saya menyakini berlaku juga buat perusahaan yang bergerak di bidang yang sama, termasuk mengarah ke warteg, ini soal momentum saja,” tegas Indra.
Namun, Indra berharap, perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital kepada warteg nantinya sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang managemen mutu.
ISO 37001:2016 Tentang Sistem Managemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang system keamanan Informasi.
Perusahaannya saat ini sudah memiliki ketiga ISO dan terus melakukan sosialisasi mencakup pengembangan sistem keuangan (POS dan ERP), Fasilitator transaksi keuangan digital (payment aggregator), hingga konsultasi keuangan kepada UMKM.
TDC sendiri memiliki tiga produk yakni M2PAY, MEbook dan Posku Lite. Ketiganya masing-masing menyediakan metode pembayaran dan pemantauan transaksi, system informasi teritegrasi, dan kemudahan pencatatan toko dan bistro.
“Penting buat Warteg mengetahui jati diri perusahaan penyedia sistem transaksi digital atau perusahaan yang akan memberikan pendampingan keuangan, salah satunya kepemilikan tiga ISO diatas, itu salah satu proteksi terhadap kekewatiran warteg tentang penipuan,” tambahnya.