Belajar dari Sritex, Pemerintah Dituntut Benahi Industri Tekstil Dalam Negeri
Pemerintah dituntut lebih serius dalam mengungkap pelaku di balik impor ilegal.
PT. Sri Rejeki Isman (Sritex), perusahaan tekstil besar Indonesia, kini tengah berada dalam sorotan publik akibat tekanan keuangan yang menyebabkan perusahaan ini menghadapi pailit gugatan dari PT. Indo Bharat Rayon.
Untuk mengatasi masalah ini, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan empat kementerian terkait untuk segera mengambil langkah guna menyelamatkan pabrik tekstil tersebut dan mengatasi krisis keuangan yang dihadapi Sritex.
- Sritex Bangkrut, Pengusaha Harap Ini ke Pemerintah Soal Nasib Industri Padat Karya Dalam Negeri
- Sejarah PT Sritex, Suplai Baju Tentara NATO hingga Akhirnya Bangkrut
- Resmi Dinyatakan Gulung Tikar, Ini Fakta Sejarah Pabrik Sritex di Sukoharjo
- Kunjungi PT Sritex, Gibran Singgung Calon Pemimpin Harus Aware dan Jangan Sampai Salah Melangkah
Langkah penyelamatan ini disambut positif oleh Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI), Agus Riyanto. Namun, ia menekankan pemerintah tidak hanya perlu menangani situasi Sritex secara khusus, tetapi juga perlu melakukan pembenahan menyeluruh terhadap ekosistem industri tekstil nasional.
Menurutnya, ekosistem tekstil di Indonesia telah lama mengalami kerusakan akibat masuknya produk impor ilegal dan impor borongan yang menekan daya saing produk lokal.
"Kurang dari 1 bulan langsung bergerak cepat. Ini luar biasa. Namun, perlu diperhatikan bahwa ekosistem ini perlu diperbaiki yang sudah lama rusak akibat importasi borongan dan ilegal," ucap Agus dalam keterangannya, Selasa (5/11).
Agus juga menyoroti pentingnya peninjauan ulang Permendag No. 8 Tahun 2024 terkait aturan impor, khususnya untuk bahan baku. Namun, ia menilai upaya tersebut akan sia-sia jika impor ilegal terus berlanjut tanpa penegakan hukum yang ketat.
Penanganan terhadap impor ilegal dan impor borongan, menurutnya, harus menjadi agenda utama dalam penyelamatan industri tekstil domestik.
"saya rasa tidak akan banyak perubahan. Yang harus direvisi itu hanya di bahan baku plastik saja. Impor ilegal ini tidak pernah pakai aturan ataupun bayar pajak. Dan 80 persen pasar tradisional tekstil kita itu sudah didominasi oleh produk impor ilegal. Jadi ini harus diberantas hingga ke akar-akarnya," jelas dia.
Berantas Impor Ilegal
Agus meyakini dengan memberantas praktik impor ilegal, industri tekstil dalam negeri, termasuk Sritex, akan mendapatkan kepastian pasar domestik, sehingga akan meningkatkan arus kas (cash flow) perusahaan yang selama ini terganggu oleh persaingan dengan produk impor ilegal.
Ia menekankan bahwa upaya pemerintah harus dilakukan secara holistik. Dengan menghentikan impor borongan dan menindak praktik ilegal impor, maka Sritex dan industri tekstil lainnya dapat memulihkan kondisi finansialnya secara bertahap.
Agus juga menyebutkan praktik impor ilegal ini sebenarnya bukan rahasia lagi dan telah diketahui oleh otoritas Bea Cukai serta Kementerian Keuangan.
"Praktik ini kan sudah lama berlangsung. Jasa impor borongan dan ilegal ini secara terang-terangan dipublikasikan. Kementerian Keuangan khususnya Bea Cukai sudah mengetahui praktik-praktik ini," ujar Agus.
Agus berharap agar pemerintah lebih serius dalam mengungkap pelaku di balik impor ilegal ini serta segera memberhentikan praktik impor borongan yang merusak pasar tekstil nasional.
Ia juga mengusulkan agar Satuan Tugas (Satgas) yang telah dibentuk untuk mengatasi masalah ini dapat bekerja lebih optimal, sehingga para pelaku impor ilegal dapat ditemukan dan ditindak sesuai hukum. Menurut Agus, pembenahan juga perlu dilakukan di internal Bea Cukai agar penanganan impor ilegal bisa lebih efektif.
"Kita kan sudah punya Satgas. Inginnya ini dioptimalikan hingga pelaku ditemukan. Bea Cukai juga perlu dibenahi," pungkasnya.