Harga bir di Indonesia murah, penjualannya tak seketat Singapura
Murahnya harga dan mudahnya penjualan bir membuat anak-anak gampang membeli dan mengonsumsi.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, mengaku terus dihujani kritik lantaran dianggap membiarkan minimarket secara mudah dan terbuka menjual minuman beralkohol. Apalagi dari sisi harga tergolong tidak menguras isi kantong.
Murahnya harga jual minuman beralkohol membuat anak-anak dengan mudah bisa membeli produk tersebut. Kondisi ini menjadi alasan Pemerintah memberlakukan larangan penjualan minuman beralkohol kadar 5 persen di minimarket.
-
Bagaimana si karyawati minimarket itu melahirkan bayinya? Saat tengah bekerja, karyawati itu tiba-tiba mengalami kontraksi dan melahirkan seorang bayi.
-
Kapan Pasar Dondong ramai pengunjung? Suami dari Ibu Martini mengatakan kalau Pasar Dondong ramai pada musim-musim tertentu. Dulu pasar itu bisa ramai sampai jam 9 pagi. Tapi sekarang jam 7 pagi pasar itu sudah sepi.
-
Kapan Pasar Takjil Rawamangun ramai dikunjungi? Pasar takjil Rawamangun, sudah mulai ramai dikunjungi sejak pukul 15:00 WIB sampai pukul 19:00 WIB.
-
Siapa yang mengelola Minang Mart? Minang Mart adalah kedai modern yang dapat dikelola masyarakat hasil kolaborasi dari tiga badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat.
-
Kenapa Si-Manis Mart dibentuk? Pejabat (Pj) Gubernur Jateng Nana Sudjana mengatakan, program Si-Manis Mart merupakan bentuk upaya pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan stabilitas harga di pasar.
-
Apa yang dijual di Pasar Puhpelem? Barang yang diperdagangkan juga cukup beragam. Bahkan di sana juga dijumpai pedagang yang menjajakan hasil kerajinan tangan tradisional. Makanan tradisional pun dengan mudah pula bisa ditemukan di Pasar Puhpelem.
"Salah satu penyebabnya karena minuman beralkohol sangat murah sehingga bisa dibeli anak-anak," ujar Menteri Perdagangan Rachmat Gobel di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (16/4).
Peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Indonesia tergolong mudah. Bos Panasonic ini pun membandingkan regulasi yang diterapkan Pemerintahan Malaysia dan Singapura dengan yang ada di Indonesia.
"Malaysia dan Singapura itu lebih ketat dari Indonesia. Bahkan kalau dikaitkan dengan turis, turisnya pun tiga kali lipat dari Indonesia. Kita larang penjualan di minimarket dan pengecer," ungkapnya.
Longgarnya pengawasan peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Indonesia dikhawatirkan berdampak panjang pada masa depan bangsa.
Jika generasi muda terus menerus dicekoki minuman beralkohol, daya saing SDM Indonesia pun terus mengalami penurunan.
"Kita lihat masalah sosial yang ada sekarang apa saja, belum lagi dari segi kalau membangun daya saing kita, kalau daya tahan tubuh tidak kuat dia akan sulit untuk jadi petarung yang hebat," ucapnya.
Karena itu pemerintah punya tugas penting menjaga generasi muda dari segala dampak yang merugikan dan merusak. Minuman beralkohol masuk kategori produk yang merusak generasi muda.
"Dalam era globalisasi kuncinya dari sumber daya manusia (SDM) itu di generasi muda. Kita lihat peta generasi muda di Indonesia seperti apa," tuturnya.
(mdk/noe)