Hati-Hati, Rupiah Bisa Tembus Rp17.000 di Tahun 2025
Kebijakan Trump akan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan terus berlangsung hingga tahun 2025. Nilai tukar rupiah diprediksi akan terpengaruh secara signifikan oleh kondisi global saat ini, termasuk kebijakan tarif impor yang akan diterapkan oleh Presiden AS terpilih, Donald Trump, serta berbagai konflik geopolitik.
Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyatakan bahwa rencana kebijakan tarif Trump masih akan berdampak besar pada rupiah, terutama jika kebijakan tersebut benar-benar dilaksanakan.
- Kemenangan Donald Trump di Pilpres AS Bikin Masa Depan Ekonomi Indonesia Terancam Suram
- Donald Trump Berpotensi Menang, Kurs Rupiah Bakal Anjlok Parah
- BI Buka-bukaan soal Nasib Kurs Rupiah Jika Donald Trump Menang Jadi Presiden AS
- Nilai Tukar Rupiah Anjlok Nyaris Sentuh Level Rp16.300 per USD, Jokowi: Ketidakpastian Hantui Semua Negara
"Banyak yang khawatir kebijakan proteksionisme ini bisa memicu perang dagang dan perang mata uang. Rupiah akan menjadi sangat volatil dan cenderung melemah tahun depan," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (23/12).
Selain itu, konflik yang terjadi di Timur Tengah dan perang antara Rusia dan Ukraina diperkirakan akan semakin memperburuk pergerakan rupiah pada tahun depan.
Di samping itu, pelemahan ekonomi di salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, yaitu China, juga dapat memberikan dampak yang signifikan.
"Perang di Ukraina dan situasi di Timur Tengah berpotensi menekan rupiah, tetapi jika perdamaian tercapai, situasi bisa membaik. Di sisi lain, ekonomi China yang masih lemah turut menekan harga komoditas," tambah Lukman.
Ia memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi menembus level 17.000. "Tahun depan diperkirakan berada di kisaran 16.700--17.000 per dolar AS," sebutnya.
Dinamika Pasar Global dan Pengaruh Kebijakan Trump
Sejalan dengan pernyataan Lukman, pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengungkapkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah masih cukup volatil, terutama ketika mempertimbangkan dampak dari kebijakan Donald Trump. Kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat memicu terjadinya perang dagang baru yang akan semakin melemahkan rupiah. "Pertanyaannya adalah apakah kebijakan The Fed (bank sentral AS) akan melanjutkan pemangkasan suku bunga atau menundanya, serta apakah perang Rusia-Ukraina dan konflik lainnya akan berakhir," jelas Ariston kepada Liputan6.com.
Potensi Rupiah Menembus 17.000
Dengan berbagai faktor global yang masih berfluktuasi, Ariston menilai bahwa peluang pelemahan nilai tukar rupiah ke level 17.000 atau lebih masih sangat terbuka. "Situasi masih dinamis, dan peluang pelemahan rupiah masih ada," tutupnya.
Rupiah mengalami penguatan pada pagi hari Senin
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan penguatan pada awal perdagangan minggu ini. Meskipun demikian, isu mengenai peningkatan Pajak Pertambangan Nilai (PPN) menjadi 12 persen memberikan tantangan bagi penguatan rupiah hari ini.
Pada hari Senin, 23 Desember 2024, nilai tukar rupiah yang diperdagangkan antarbank di Jakarta meningkat sebesar 69 poin atau 0,42 persen, menjadi 16.153 per dolar AS, setelah sebelumnya berada di level 16.222 per dolar AS.
Menurut pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, penurunan data inflasi di Amerika Serikat turut memperkuat nilai tukar rupiah.
Data inflasi Indeks Harga Belanja Personal (PCE) AS untuk bulan November 2024 tercatat sebesar 0,1 persen month to month (MoM), yang lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan bulan sebelumnya yang mencapai 0,3 persen.
"Core PCE Price indeks MoM bulan November di bawah kenaikan bulan sebelumnya, yakni 0,1 persen (dari sebelumnya) 0,3 persen," ujarnya, seperti yang dikutip dari Antara.