Karena Ini, Masyarakat Indonesia Sering Jadi Korban Penipuan Jasa Keuangan
Penipuan di sektor jasa keuangan, khususnya yang terkait dengan keuangan digital, semakin sering terjadi di Indonesia.
Ekonom dan Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, mengungkapkan bahwa penipuan di sektor jasa keuangan, khususnya yang berkaitan dengan keuangan digital, semakin meningkat di Indonesia.
Salah satu faktor utama yang mendorong berkembangnya modus penipuan ini adalah rendahnya tingkat literasi keuangan di masyarakat.
- Digitalisasi Bisa Dorong Indonesia Jadi Negara Maju, Begini Caranya
- Hati-Hati Ini Empat Modus Penipuan Keuangan yang Sering Makan Korban
- Hati-Hati, Masyarakat Berpendidikan Tinggi Bisa Jadi Korban Penipuan Keuangan Digital
- Melihat Peluang dan Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah di Indonesia
"Penipuan jasa keuangan ini yang jelas sangat terkait dengan literasi keuangan. Literasi keuangan masyarakat kita masih cukup rendah, terutama jika kita melihat penipuan-penipuan di bidang keuangan yang berhubungan dengan keuangan digital. Karena literasi keuangan kita juga masih rendah," jelas Nailul Huda kepada Liputan6.com pada Kamis (28/11).
Huda menambahkan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia tergolong rendah, sehingga hal ini menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh para penipu yang menawarkan keuntungan yang tidak masuk akal, seperti "keuntungan 30-70 persen per bulan".
Tidak Logis
Angka tersebut jelas tidak logis dalam konteks investasi yang sehat.
Namun, banyak orang terjebak karena kurangnya pengetahuan mengenai produk keuangan digital yang mereka gunakan.
Selain itu, mereka sering kali tergoda untuk menunjukkan gaya hidup konsumtif atau "flexing" di media sosial, yang sering kali dimanfaatkan oleh pelaku penipuan.
"Hal ini menjadi celah bagi oknum-oknum penipu yang memanfaatkan kondisi masyarakat Indonesia yang buta terhadap jasa keuangan dan keuangan digital. Mereka pasti akan melihat bahwa karakteristik masyarakat Indonesia suka flexing, dan pada akhirnya ini akan menjadi pintu masuk utama bagi para penipu," tuturnya.
Warga diminta untuk lebih waspada
Huda mengingatkan masyarakat agar lebih waspada dalam membagikan informasi pribadi maupun data keuangan.
Walaupun banyak tawaran yang terlihat menarik, konsumen harus tetap berpikir dengan logis dan rasional.
"Jangan mengumbar secara tidak langsung juga, masyarakat juga harus berpikir logis bahwa tidak mungkin untuk dia mendapatkan keuntungan di atas 10 persen, kalau di atas 10 persen bisa di anggap scam atau penipuan, itu yang harus dilakukan konsumen untuk tidak jadi korban jasa keuangan," ujarnya.
Keuntungan investasi yang melebihi 10 persen per bulan seharusnya dicurigai sebagai tindakan penipuan, karena hal tersebut jauh dari batas yang wajar dalam investasi yang sah.
Dalam hal ini, peningkatan literasi keuangan digital menjadi sangat penting.
Masyarakat perlu lebih memahami cara mengenali tawaran investasi yang aman dan sesuai dengan prinsip keuangan yang sehat.
Peningkatan pemahaman ini tidak hanya akan melindungi konsumen dari potensi kerugian finansial, tetapi juga akan memperkuat fondasi ekonomi digital Indonesia agar dapat tumbuh dengan lebih baik.
Dengan pengetahuan yang lebih baik, konsumen dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan menghindari risiko yang tidak perlu.