Kehadiran Bank Jangkar Buat Peran KSSK Dipertanyakan
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Heri Gunawan, menilai terbitnya PP Nomor 23 Tahun 2020 akan berdampak kepada komitmen dan tanggung jawab Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Menurutnya, PP tersebut menabrak UU dan memposisikan perbankan nasional sebagai pengganti peran KSSK.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Heri Gunawan, menilai terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 akan berdampak kepada komitmen dan tanggung jawab Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Menurutnya, PP tersebut menabrak Undang-Undang (UU) dan memposisikan perbankan nasional sebagai pengganti peran KSSK.
Heri mengungkapkan, 15 perbankan nasional beraset terbesar ditunjuk oleh PP tersebut sebagai penyangga likuiditas kebutuhan perbankan selama pandemi Covid-19. Apalagi, penunjukkan 15 bank itu juga berpotensi menurunkan kepercayaan publik dan nilai saham dari bank jangkar ini yang keseluruhanya merupakan perusahaan go publik.
-
Apa jabatan Purwanto di DPRD DKI Jakarta? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Kapan Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) dibentuk? Dilansir dari kanal YouTube Bimo K.A, Daerah Istimewa Kalimantan Barat terbentuk pada tahun 1946.
-
Kapan PPK Pemilu dibentuk? Menurut peraturan tersebut, PPK dibentuk paling lambat 60 hari sebelum hari pemungutan suara.
-
Kenapa TPS di Distrik Naikere rawan diserang KKB? Selain itu, kawasan Distrik Naikere rawan karena menjadi daerah perlintasan kelompok kriminal bersenjata (KKB)," tutur dia seperti dilansir Antara.
-
Apa yang diusulkan oleh Baleg DPR terkait dengan DKJ? Baleg DPR mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi.
-
Apa itu DPK? DPK adalah singkatan dari Daftar Pemilih Khusus. DPK adalah daftar pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
"Tanggung jawab dan komitmen KSSK merupakan hal yang mutlak ada atas keseluruhan proses termasuk proses awal penilaian Bank Peserta dan Bank Pelaksana, pengelolaan dana likuiditas hingga proses akhir," kata Heri di Jakarta, Selasa (13/5).
Dia mengakui permasalahan sistem keuangan nasional saat ini masih berkutat pada likuiditas saja dan belum terpuruk pada kondisi solvabilitas. Namun, perubahan mendasar pada prosedural juga tentunya memiliki dampak tertentu pada sistem perbankan nasional ke depan seiring ketatnya persaingan industri perbankan.
"Potensi moral hazard tentu sangat terbuka karena dengan 99 persen pangsa pasar UMKM tentunya adalah bagian portfolio krusial masing-masing bank, apalagi mengingat portfolio ini adalah portfolio pembiayaan dengan kondisi bagus (koll 1 dan Koll 2). Perlakuannya tentu berbeda dalam konteks business to business (bukan government to business)," pandangnya.
Menurutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator industri keuangan dalam konteks ini semakin memperlihatkan ketidakmampuan institusi melakukan fungsi pokoknya terkait pengawasan baik perbankan maupun Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). Parahnya, kelemahan fungsi regulator ini malah diperkuat dengan setujunya OJK dalam pemberian informasi dan pengalihan penilaian risiko oleh bank jangkar yang ditunjuk yang sejatinya kerahasiaan data bagi dan antar bank adalah hal yang sangat esensial.
"Apabila anggota KSSK berniat lebih fokus dalam menjalankan tupoksinya, sehingga penyelenggaraan dana likuiditas perbankan ini ‘diserahkan’ ke Bank Peserta/Bank Jangkar, perlu diingat kembali bahwa hal tersebut akan menyalahi sisi hukum yang ada dan secara nyata menimbulkan moral hazard. KSSK sebagai penyelenggara pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan seharusnya bisa bertindak lebih jauh dalam mengemban tanggung jawab yang diamanahkan," tandas politisi Partai Gerindra itu.
Sebelumnya, Pemerintah resmi mengeluarkan beleid khusus mengenai pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pelaksanaan Program PEN disahkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, kehadiran PP ini setidaknya membuat kepastian hukum menjadi lebih kuat. Sehingga pemerintah bisa lebih aktif melakukan kebijakan-kebijakan paling tidak membatasi dampak negatif dari penyebaran virus Corona.
OJK Bakal Tunjuk Bank Jangkar Jadi Penyangga Likuiditas
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menunjuk bank jangkar sebagai pemasok likuiditas pemerintah untuk disalurkan kepada bank yang membutuhkan dukungan likuiditas sebagai imbas restrukturisasi kredit terdampak Covid-19.
"Ini masih dalam pembahasan, tentunya akan kami finalisasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam keterangan pers daring bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, hasil pembahasan itu nantinya akan dituangkan dalam surat keputusan bersama dan dalam nota kesepahaman.
Menurut dia, bank jangkar ini akan menjadi perantara dana yang disiapkan pemerintah melalui Kementerian Keuangan atas penjualan surat berharga negara (SBN) ke Bank Indonesia.
Nantinya, bank yang likuiditasnya terganggu bisa mengajukan pinjaman kepada bank jangkar.
"Yang dikhawatirkan tidak akan terjadi. NPL (kredit bermasalah) kami sanggah dengan kebijakan tadi (restrukturisasi), likuiditasnya kita bantu bersama BI dan Kemenkeu, jangan sampai ada bank mengalami masalah likuiditas," imbuhnya.
Bank jangkar, kata dia, selama ini menjadi pemasok likuiditas di pasar utama antarbank (PUAB).
Adapun bank yang selama ini menjadi pemasok di PUAB tersebut di antaranya bank BUMN yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan beberapa bank swasta.
"Bank jangkar itu channeling dana yang disiapkan kementerian dari penjualan SBN ke Bank Indonesia sehingga betul-betul tanggung jawabnya tetap ada di bank yang menyelesaikan kredit yang direstrukturisasi," katanya.
Sebagai imbas Covid-19, pemerintah memberikan kebijakan restrukturisasi kredit kepada debitur yang terdampak virus corona.
Adapun kebijakan tersebut yakni dengan menunda kewajiban pembayaran angsuran pokok dan bunga selama enam bulan.
Untuk mengantisipasi likuiditas yang mengetat di lembaga jasa keuangan termasuk perbankan karena restrukturisasi kredit itu, KSSK yang terdiri dari OJK, BI, LPS dan Kementerian Keuangan saat ini tengah mengebut pembahasan bank jangkar sebagai penyangga likuiditas.
(mdk/bim)