Sejarah Berdirinya Daerah Istimewa Kalbar, Wilayahnya Terdiri dari Berbagai Kerajaan
Struktur pemerintahan wilayah ini pada waktu itu masih kental dengan campur tangan Belanda
Struktur pemerintahan wilayah ini pada waktu itu masih kental dengan campur tangan Belanda
Sejarah Berdirinya Daerah Istimewa Kalbar, Wilayahnya Terdiri dari Berbagai Kerajaan
Pada masa awal-awal kemerdekaan, Republik Indonesia punya beberapa daerah Istimewa, di antaranya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Daerah Istimewa Surakarta (DIS).
Keduanya punya satu kesamaan, yaitu pemerintahannya yang sama-sama dipimpin oleh seorang raja, dan kesamaan sejarah bahwa dulu wilayah itu merupakan bagian dari pecahan Kerajaan Mataram.
-
Dimana Kerajaan Kalingga berada? Kalingga merupakan salah satu kerajaan Hindu terbesar di Jawa, berpusat di pesisir pantai utara Jawa, tepatnya di wilayah yang kini bernama Jepara, Jawa Tengah.
-
Kapan Kerajaan Blambangan didirikan? Kerajaan ini didirikan pada tahun 1295 oleh Arya Wiraraja, seorang bawahan Raden Wijaya yang menjadi raja pertama Majapahit.
-
Siapa yang memproklamirkan Kalimantan sebagai bagian NKRI? Ia memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949.
-
Di mana kerajaan Sriwijaya berada? Seorang ahli geografi dari Persia bernama Abu Raihan Al-Biruni melakukan kunjungan ke Sriwijaya dan menyebut kerajaan ini terletak di Pulau Suwarnadib.
-
Apa yang ditemukan di Kalimantan? Sisa-sisa kuno bagian bumi yang telah lama hilang ditemukan di Kalimantan. Penemuan lempeng Bumi yang diyakini berusia 120 juta tahun.
-
Kenapa Kerajaan Mataram Kuno menguasai wilayah Jawa Timur? Pada abad kesembilan, Kanjuruhan mulai mengalami kemunduran karena Mataram Kuno mulai mengembangkan pengaruhnya di Jawa Timur.
Namun di pulau lain, tepatnya di Pulau Kalimantan, ada wilayah daerah Istimewa yang tak kalah unik yaitu Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB).
Berbeda dengan DIY dan DIS, wilayah ini merupakan satuan dari berbagai kesultanan dan kerajaan.
Dilansir dari kanal YouTube Bimo K.A, Daerah Istimewa Kalimantan Barat terbentuk pada tahun 1946. Wilayahnya terdiri dari 12 kesultanan-kerajaan atau daerah swapraja serta tiga daerah neo-swapraja.
Foto: YouTube Bimo K.A
Untuk mengisi kekosongan pemerintahan setelah perginya Jepang, Sultan Hamid II Alkadrie, penguasa Kesultanan Pontianak yang juga perwira tertinggi di ketentaraan KNIL berinisiatif menyatukan seluruh negeri swapraja di Kalimantan Barat untuk membentuk satu entitas pemerintahan yang berdaulat.
Hasilnya, semua kerajaan di Kalbar memutuskan untuk menggabungkan diri. Penggabungan tersebut secara resmi disahkan pada tanggal 28 Oktober 1946 yang dikenal dengan Deklarasi Dewan Kalimantan Barat.
Foto: YouTube Bimo K.A
Dalam deklarasi tersebut, Sultan Hamid II dipilih sebagai kedua dewan serta dibantu oleh badan pemerintahan harian yang berjumlah lima orang. Selanjutnya, gabungan kesultanan dan kerajaan sepakat untuk mewujudkan pemerintahan federasi yang lebih kuat dengan menaikkan kedudukan Dewan Kalimantan Barat menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB).
Pengesahan DIKB dilakukan pada 12 Mei 1947 di Kantor Residen Kota Pontianak. Pengesahannya dihadiri langsung oleh Gubernur Jenderal Van Hook dan Dr. Louis Joseph Maria Beel selaku Perdana Menteri Belanda. Kehadiran mereka disambut baik masyarakat Pontianak.
Para eksekutif yang duduk di strata atas struktur pemerintahan di DIKB merupakan para tokoh di masing-masing kerajaan dan kesultanan. Secara umum, pemerintahannya berjalan baik dan stabil.
Namun bagi kaum republiken, eksistensi Belanda di Kalimantan Barat merupakan suatu keadaan yang tidak bisa diterima. Apalagi campur tangan Belanda masih sangat kuat di struktur pemerintahan tersebut.
Oleh karena itu, para tokoh republiken melantik seseorang bernama Asyikin Noor sebagai residen Kalimantan Barat.
Mereka juga membentuk organisasi bernama Pemuda Penyongsong Republik Indonesia (PPRI). Tujuan dari semua itu, mereka ingin agar Kalimantan Barat ke dalam Negara Republik Indonesia versi 17 Agustus 1945.
Dalam perjalanannya, pengaruh Belanda di struktur pemerintahan DIKB makin kuat. Para pejabat pribumi masih punya wewenang luas dalam mengatur berbagai kebijakan, namun kalau sudah menyangkut masalah keamanan dan pertahanan, DIKB masih harus bergantung pada Belanda melalui tentara KNIL dan aparat kepolisiannya.
Pada 7 Juli 1948 di Bandung, dibentuk Majelis Permusyawaratan Federal atau (BFO) yang anggotanya terdiri dari 15 pemimpin negara bagian dan daerah otonom untuk mengelola Republik Indonesia Serikat (RIS).
Dalam hal ini, DKIB termasuk salah satu bagian di dalamnya. Walaupun keinginan mereka adalah mendirikan suatu negara federal, pada prinsipnya mereka tetap ingin melepaskan diri dari kekuatan Belanda.
Dilansir dari kanal YouTube Bimo K.A, pada tanggal 13 Januari 1949 Sultan Hamid II terpilih menjadi ketua BFO. Sebagai ketua, Sultan Hamid II mengusahakan Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Setelah serangkaian proses dan perjuangan, pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda akhirnya menyerah dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sultan Hamid II turut menghadiri pengakuan tersebut di Konferensi Meja Bundar bersama Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta.
Seiring waktu, eksistensi RIS mulai goyah. Begitu pula di wilayah DIKB. Mereka ingin agar wilayah DIKB ikut bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berbagai demonstrasi terjadi di penjuru wilayah tersebut. Di sisi lain, pemerintahan NKRI melakukan berbagai operasi intelejen agar wilayah RIS, termasuk DIKB, bersedia bergabung dengan pemerintahan NKRI yang berpusat di Yogyakarta.
Kondisi tersebut diperparah dengan intervensi Sri Sultan HB IX selaku Menteri Pertahanan yang mengirim sejumlah pasukan ke Pontianak tanpa sepengetahuan Sultan Hamid II selaku Ketua DIKB.
Kondisi ini membuat pemerintahan DIKB makin tersudut. Pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS beserta seluruh daerah bagiannya, termasuk DIKB akhirnya resmi dibubarkan.
Dilansir dari kanal YouTube Bimo K.A, wilayah eks DIKB selanjutnya sempat menjadi karesidenan di bawah Provinsi Kalimantan yang beribukota di Banjarmasin. Pada tahun 1957, wilayah itu telah berdiri sendiri sebagai Provinsi Kalimantan Barat dengan ibukota Pontianak.
Pada akhirnya kedudukan seluruh raja dan sultan di Kalimantan Barat berubah menjadi kepala monarki seremonial dan penjaga budaya luhur oleh masyarakat, yang masing-masing masih diakui eksistensinya oleh NKRI.