Menengok Makam Sultan Syarif Kasim II dan Sepak Terjangnya Semasa Hidup
SSK II diangkat jadi penasihat Soekarno usai kemerdekaan di tahun 1946 hingga 1950-an.
Hening, sejuk, tenang, menjadi kesan pertama saat melihat pemakaman tokoh penting di zaman kesultanan Siak kala itu.
Menengok Makam Sultan Syarif Kasim II dan Sepak Terjangnya Semasa Hidup
Suasana Makam Sultan Syarif
Derap langkah mengayun perlahan kala menapaki anak tangga kompleks pemakaman asri di salah satu sudut Kota Siak. Hening, sejuk, tenang, menjadi kesan pertama saat melihat pemakaman tokoh penting di zaman kesultanan Siak kala itu. Meski bangunan sudah cukup berusia, komplek pemakaman tetap terjaga. Rapi dan indah. Pemandangan itu menjadi bukti. Sebuah penghormatan abadi atas perjuangan, dedikasi, dan komitmen sang sultan yang beristirahat di tempat terakhirnya itu.
Sejenak memori melayang. Bagaimana kuatnya kepemimpinan sultan di era kejayaannya. Menjadi salah satu era keemasan Bumi Melayu hingga ke tanah Malaya, semenanjung Malaysia.
Sultan Syarif Kasim II dengan nama lengkap Sultan Assyaidisyarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin (1915–1945) merupakan Sultan Siak ke-12 atau Sultan Siak yang terakhir.
Dia adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak Sri Indrapura yang mendapat gelar atau penghargaan sebagai Pahlawan Nasional (Keppres No. 109/TK/1998, tanggal 6 November 1998).
Sultan Syarif Kasim II lahir di Siak Sri Indrapura, 1 Desember 1893 dan meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau pada 23 April 1968 pada umur 74 tahun. Jenazahnya dikebumikan di belakang Masjid Sultan atau Masjid Syahabuddin di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Makam Sultan Syarif Kasim II terletak di Desa Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak itu menjadi cagar budaya. Jarak makam dari pusat pemerintahan Kabupaten Siak sekitar 3 kilometer ke arah tenggara. Posisi makamnya berada di pusat kota Siak Sri Indrapura, tepatnya di Jalan Sultan Ismail. Berdekatan dengan situs Masjid SuItan Siak dan Balai Kerapatan Tinggi.
"Sultan meninggal pada tahun 1968 di Rumbai, Pekanbaru. Tetapi jenazah beliau dimakamkan di belakang Masjid Sultan namanya Masjid Syahbuddin di Siak," kata Johan, petugas makam Sultan Syarif Kasim II.
Makam Sultan terletak di dalam cungkup yang berukuran 10,2 x 6,25 meter. Pintu masuk berada di sebelah utara. Dinding-dinding luarnya membentuk jendela-jendela dengan bagian atas membentuk lengkung bulat. Sedangkan bagian atap terdapat satu kubah seperti bentuk kubah masjid. Jirat makam Sultan ini berbentuk empat undak dari tegel dan marmer. Tak kalah menarik, nisannya dari bahan kayu berukir motif suluran. Bentuknya bulat silinder bersudut 8 dengan diamaeter 26 cm dan tinggi 95 cm. Bagian puncak atas nisan berbentuk kelopak bunga teratai.
Tak hanya Sultan, ternyata komplek pemakaman itu juga dihuni keluarga dan orang-orang terdekatnya. Ada enam makam di dalam bangunan yang sejuk itu. Satu makam Sultan Syarif Kasim II dan lima lain merupakan makam kerabat, ada juga panglima dan permaisurinya. Bahkan di halaman luar komplek makam terdapat makam-makam lainnya yang merupakan orang terdekat Sultan. Untuk makam sultan, berada pada bagian tengah, ditutup oleh kain berwarna kuning emas sebagai tanda kebesaran Kerajaan atau Kesultanan Siak. Di sebelahnya ada makan permaisuri, Tengku Sultanah Latifah.Sultan Siak jadi Penasehat Presiden Sukarno
Saat Indonesia baru merdeka, Sultan Syarif Kasim II, pemimpin muda Kesultanan Siak menyatakan bergabung. Kala itu, Sultan Syarif Kasim II yang dikenal sebagai pemimpin tegas dan menyayangi rakyatnya rela memberikan sumbangan 13 juta Gulden dan menyerahkan ladang-ladang minyak kepada Indonesia. Sebuah angka yang sangat besar dan diperkirakan mencapai lebih dari Rp1.000 triliun pada saat ini. Syarif Kasim II memang dikenal sebagai Sultan yang kaya raya.
Kemudian SSK II diangkat jadi penasihat Soekarno usai kemerdekaan di tahun 1946 hingga 1950-an. Mendapat tawaran itu, Sultan bersedia, namun dia tidak mau menerima gaji. Sejak itu SSK II bermukim di Jakarta, dia baru kembali ke Siak pada tahun 1960. Usai memutuskan bergabung dengan Ibu Pertiwi, Sultan yang kala itu masih berusia 21 tahun mengajak raja-raja yang memimpin Pulau Sumatera bagian timur, agar bergabung bersama. Tujuannya demi mewujudkan cita-cita para pejuang bangsa, menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar, berdaulat, adil dan makmur.
Budayawan Riau, Taufik Ikram Jamil menceritakan sebagai bentuk loyalitas terhadap negara, Syarif Kasim II juga memotivasi rakyat di bawah kepemimpinannya secara langsung untuk kemerdekaan RI. Bahkan dia bersama permaisuri meresmikan tentara rakyat Indonesia di Siak pada bulan pertama kemerdekaan. Peresmian itu dilaksanakan di depan Istana Siak.
"Kalau soal berperang menentang penjajah, orang Riau melakukannya sejak abad ke-16. Setelah Malaka ditaklukkan Portugis, orang-orang dari Gasib Siak memerangi Portugis tahun 1512. Ini disusul oleh Narasinga II tahun 1516 dan 1520."
Abad ke-18, Tengku Buang Asmara menyerang Belanda di Siak, sedangkan Tuanku Tambusai abad 19, seangkatan dengan Diponegoro dan Imam Bonjol. Pada saat bersamaan, Riau juga menyerang Belanda di Indragiri di bawah pimpinan Panglima Sulung," kata Budayawan
Di masa kepemimpinannya, Sultan sangat perhatian di bidang pendidikan. Dia mendirikan sekolah dan termasuk pendidikan awal pribumi di Indonesia. Dia dikenal taat, selalu menjalin silaturahim dengan kerajaan tetangga seperti Inderagiri dan Gunung Sahilan. Wilayah kekuasan SSK II meliputi Riau bagian pesisir sekarang termasuk Pekanbaru. Ada 12 wilayah yang disebut Provinsi saat itu. Pekanbaru misalnya, dinamai Provinsi Pekanbaru yang dipimpin oleh orang bergelar Datuk Bandar.
Sedangkan wilayah luar Riau yang sempat masuk dalam wilayah kekuasaannya itu sebagian daerah Sumatera Utara seperti Deli, Langkat, Asahan dan Sambas di Kalimantan Barat. Namun ketika Syarif Kasim II berkuasa, bagian itu sudah lepas dari wilayahnya. "Dia banyak dikenang orang karena selama menjadi Sultan, selalu bersedekah tiap hari Jumat. Bahkan, dia memberikan beasiswa kepada pelajar sampai 70 persen. Jadi dari total biaya pelajar, 70 persennya dibantu SSK II, tentunya sangat membantu," ujar Taufik.
Setelah menyerahkan tahta dan harta Kesultanan Siak ke negara saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, SSK II akhirnya menikah. Istrinya sudah memiliki sejumlah anak. Namun anak tersebut tidak mewarisi kerajaan karena bukan keturunan langsung. Dia menikah setelah berstatus sebagai rakyat, bukan lagi raja yakni setelah ia menyatakan bergabung dengan RI. Kini Sultan tidak memiliki keturunan langsung. Karena SSK II tidak memiliki keturunan, dia pun menjalankan wasiat ayahnya. Sultan kembali menjadi rakyat biasa dan menyerahkan harta serta tahtanya ke pemerintahan Indonesia.