Kenang Heroisme Pahlawan Geger Sepehi, Warga dan Seniman Kota Jogja Gelar Festival AMUK 1812
Belum banyak orang tahu sosok Sumodiningrat. Ia merupakan tokoh di balik peristiwa Geger Sepehi 1812.
Belum banyak orang tahu sosok Sumodiningrat. Ia merupakan tokoh di balik peristiwa Geger Sepehi 1812.
Kenang Heroisme Pahlawan Geger Sepehi, Warga dan Seniman Kota Jogja Gelar Festival AMUK 1812
Warga dan seniman di Kampung Ngadinegaran dan Danunegaran, Kota Yogyakarta, berkolaborasi menggelar festival budaya alternatif untuk melihat kembali sejarah Raden Tumenggung Sumodiningrat. Festival budaya bertajuk "Amanat Mulia Usaha Kampung (AMUK) 1812" itu dibuka di Kampung Ngadinegaran, Kota Yogyakarta, Minggu (23/7) malam yang ditandai dengan pemotongan tumpeng dan pembacaan Babad Panular. "Festival ini penting untuk melihat sejarah Tumenggung Sumodiningrat. Seorang tokoh penting di Keraton Yogyakarta namun tidak banyak orang yang tahu," kata Penggagas sekaligus Direktur Artistik "AMUK 1812", Agung Kurniawan, dikutip dari ANTARA pada Senin (24/7). Agung mengatakan, berdasarkan Babad Panular dan buku yang ditulis sejarawan Inggris Peter Carey, Sumodiningrat adalah panglima perang Keraton Yogyakarta masa Hamengkubuwono II yang menjadi korban serangan Raffles ke Yogyakarta pada 1812. Rumah Sumodiningrat yang diperkirakan berada di kawasan Ngadinegaran, Kota Yogyakarta dihancurkan pasukan Inggris dan harta bendanya dijarah. "Dia adalah tokoh penting yang menolak campur tangan Inggris atau asing di Keraton Yogyakarta," ujar Agung.Agung mengatakan, saat ini nama Sumodiningrat seolah dihilangkan sebagai nama bangsawan di Keraton Yogyakarta dan tidak boleh dipakai hingga sekarang. Bahkan banyak warga yang tidak tahu sosok pahlawan Geger Sepehi itu.
Agung berharap adanya festival budaya AMUK 1812 bisa membuat warga memahami sejarah Sumodiningrat yang rumit. Dalam festival itu warga dengan para seniman akan berinovasi mengenalkan Sumodiningrat melalui media seni, tari, teater, seni rupa, lokakarya, dan pawai.
Agung mengatakan inovasi juga diterapkan menggunakan teknologi seperti video mapping untuk menunjang visual panggung, pawai dengan patung kinetik, serta diskusi dengan berbagai media perantara. "Kegiatan ini hadir lebih kontemporer dan multimedia. Dengan menggunakan beragam media menjadi cara yang lebih cair, relevan, dan kritis untuk memahami sejarah tempat tinggalnya," ucap Agung.
Ketua Panita AMUK 1812, Ipeh Nur menjelaskan rangkaian festival meliputi teater berjudul "Bedhahe Kraton Ngayogyakarto" yang akan membahas tema penyerangan Inggris ke Keraton Yogyakarta pada 1812. Teater itu akan menempatkan artefak-artefak yang berhubungan dengan penyerbuan Yogyakarta 1812 sebagai subjek dalam penciptaannya. "Artefak-artefak tersebut akan dihubungkan dengan teknologi masa kini yaitu video mapping," ujar dia.
Selain itu, ada kegiatan mural "Lengah Sejarah" yang melibatkan para seniman di area Kampung Ngadinegaran. Berikutnya, ada pertunjukan "Sepehi Jebol Beteng" yang merupakan arak-arakan menggunakan patung bergerak diarak dari Pojok Beteng Utara Timur Yogyakarta menuju Ngadinegaran, bekas kediaman Sumodiningrat. Lalu ada koreografi "Kebo Nglokro" yakni tari yang menggunakan instalasi berbentuk kerbau dan digerakkan dengan komposisi gerak tertentu dan dipentaskan di area kampung Ngadinegaran.