Mengenal Tradisi Surak Ibra, Digunakan Warga Garut untuk Menyindir Belanda
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh puluhan orang untuk menyindir Belanda.
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh puluhan orang untuk menyindir Belanda.
Mengenal Tradisi Surak Ibra, Digunakan Warga Garut untuk Menyindir Belanda
Berbagai kesenian lokal bisa ditemui di Garut, Jawa Barat, mulai dari Lais, adu domba sampai pencak silat. Namun ada satu tradisi yang mungkin dilupakan bernama Surak Ibra.
-
Dimana letak Dermaga Belanda di Garut? Salah satunya adalah dermaga tua di wilayah Pantai Santolo, Kecamatan Cikelet.
-
Dimana letak Garut? Garut adalah sebuah wilayah Kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Tarogong Kidul.
-
Apa yang Imel lakukan di Garut? Menikmati hidangan sederhana ini sambil menikmati suasana khas kota Garut.
-
Siapa pahlawan nasional dari Sumatera Barat yang melawan Belanda? Sosok Ilyas Ya'kub mungkin masih belum begitu familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Ia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang punya jasa besar dalam melawan Belanda.
-
Apa yang menjadi ikon budaya Sumbar? Rumah Gadang menjadi ikon budaya di Sumatra Barat.
-
Bagaimana tradisi Bekarang Iwak dilakukan? Pelaksanaan upacara Bekarang Iwak ini dilakukan oleh warga secara bersama-sama. Dengan menggunakan alat tradisional dan Lubuk Larangan, tentu ekosistem sungai akan terjaga dengan baik sekaligus menjaga populasi jumlah ikan.
Surak Ibra menjadi kesenian asli Garut dengan memadukan antara tarian, musik, dan drama yang bisa ditampilkan saat acara kebudayaan setempat. Dulunya Surak Ibra dimainkan untuk menyatakan ketidaksetujuan atas hadirnya para penjajah Belanda di sana. Bahkan, para pejuang menggunakannya sebagai media untuk menyindir para tentara kolonial agar mereka tidak betah berada di Garut. Berikut informasi selengkapnya tentang Surak Ibra.
Kesenian Surak Ibra banyak mengadopsi gerakan pencak silat
Dikutip dari laman Warisan Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Rabu (16/8), kesenian Surak Ibra ternyata banyak mengadopsi gerakan dari pencak silat. Secara teknis, kesenian ini dimainkan oleh puluhan orang, dengan menempatkan satu orang tokoh utamanya. Setelah semuanya berkumpul, para pemain kemudian membuat posisi berbanjar, sembari menyalakan obor. Diiringi musik tradisional, mereka kemudian menari menirukan gerakan silat.
Mengangkat tokoh utama
Setelah dibuat formasi dan melakukan gerakan tari, satu tokoh utama itu kemudian diangkat oleh para pemain secara beramai-ramai, diiringi sorak sorak dengan menggunakan bahasa Sunda.
Tokoh yang diangkat itu, harus bisa menahan keseimbangan karena akan diangkat-angkat ke atas, dan dipindah ke tangan yang lain di sana. Semakin meriah sorak yang lontarkan, lantunan musik juga semakin cepat. Di tengah-tengah penabuh musik, terdapat seorang lainnya yang memberikan komando kepada para penari yang mengangkat salah seorang ke atas.
Sejarah Surak Ibra
Mengutip penelitian Rudi Sirojudin Abas, seni Surak Ibra pertama kali dimainkan pada 1910 oleh Raden Djajadiwangsa bin Raden Wangsa Muhammad di Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Djadjadiwangsa sendiri merupakan tokoh yang disegani sebagai penyebar Agama Islam dan penentang politik-politik penjajahan. Ketika itu, dirinya mengenalkan kesenian itu sebagai pembangkit semangat warga agar tidak menyerah kepada pihak penjajah.
Jadi media warga menyindir Belanda
Adanya penjajah Belanda membuat warga di Cinunuk, dan Kabupaten Garut secara keseluruhan dipengaruhi sistem berpolitiknya. Hal ini membuat warga tidak bisa beraktivitas dan berekspresi secara bebas.
Untuk membangkitkan semangat motivasi warga dalam menciptakan tatanan pemerintahan yang mandiri, merdeka dan berdiri sendiri, kesenian ini dikenalkan. Simbol seorang warga yang diangkat ke atas oleh para pemainnya menggambarkan semangat warga melawan para penjajah, dan juga simbol kesatuan warga. Konon ini membuat para tentara Belanda mundur.
Digelar setiap momen kemerdekaan RI
Kentalnya makna perjuangan di kesenian Surak Ibra, membuat masyarakat Garut terus mempertahankan kesenian berkelompok ini. Selain digelar saat momen-momen hajat kebudayaan, Surak Ibra juga digelar sebagai ajang untuk memeriahkan kemerdekaan Republik Indonesia, setiap tanggal 17 Agustus. Adapun kesenian ini mulanya bernama “Bongboyongan” atau memboyong/mengangkat seseorang dalam penuh semangat, kemudian pada 1950 kesenian ini dikembangkan menjadi Surak Ibra.