Kisah Orang Paling Kaya Sepanjang Sejarah, Pernah Bikin Harga Emas Anjlok
Apa jadinya jika seseorang yang sangat kaya membuat perekonomian negara yang dia singgahi terguncang. Mansa Musa, raja dari kerajaan Mali, negara di Afrika Barat, sangat kaya raya bahkan disebut sebagai orang terkaya sepanjang masa.
Apa jadinya jika seseorang yang sangat kaya membuat perekonomian negara yang dia singgahi terguncang. Mansa Musa, raja dari kerajaan Mali, negara di Afrika Barat, sangat kaya raya bahkan disebut sebagai orang terkaya sepanjang masa.
Mengutip BBC, guru besar sejarah di Universitas California, Rudolph Butch Ware bahkan mengatakan, jika kekayaan Mansa dihitung di masa sekarang ini, akan menunjukkan betapa berkuasanya Mansa. Pada tahun 2012, dalam situs Celebrity Net Worth memperkirakan jumlah kekayaan Musa berada di angka USD400 miliar atau sekitar Rp6 kuadriliun.
-
Kenapa orang berpura-pura kaya? Perilaku ini umumnya dilakukan untuk menyembunyikan keterbatasan keuangan mereka.
-
Bagaimana cara orang kaya ini dimakamkan? Makam ini menyimpan kerangka empat anggota keluarga kaya 'tuan tanah' yang dikremasi dan dikubur bersama dengan lima kereta kencana dan lima kuda.
-
Kapan Praka Yayang akan berangkat ke Afrika Tengah? "Berangkatnya bulan 10, di sana bertugas sebagai pengemudi dump truck," jawab Yayang.
-
Apa yang menjadi ciri khas orang yang gemar berpura-pura kaya? Satu hal yang membedakan orang-orang ini adalah kecenderungan mereka untuk membahas cita rasa dan gaya hidup yang dianggap elite.
-
Bagaimana orang kaya menabung? Orang kaya sangat bijak dalam pengelolaan uang. Mereka selalu mencari cara untuk menghemat.
-
Siapa orang terkaya di Indonesia? Adapun Prajogo Pangestu seorang pengusaha yang masuk posisi pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan bersih sekitar 55,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp862,8 triliun (dalam kurs Rp 15.519 per USD).
"Jumlah kekayaan Musa jika dihitung di masa kini sungguh luar biasa sampai-sampai hampir mustahil untuk benar-benar memahami betapa kaya dan berkuasanya dia saat itu," ungkap Rudolph.
Mansa Musa lahir tahun 1280 di keluarga para penguasa. Saudara laki-lakinya, Mansa Abu-Bakr, menjadi pimpinan kerajaan hingga tahun 1312, ketika dia turun takhta untuk pergi dalam sebuah ekspedisi.
Di bawah kepemimpinan Mansa Musa, Kerajaan Mali berkembang pesat. Dia berhasil menguasai 24 kota baru, termasuk Timbuktu. Dari yang awalnya kerajaan yang tidak dikenal banyak orang, Mansa Mali berhasil membawa nama Mali sebagai kerajaan yang kaya akan emas.
Popularitas kerajaan Mali juga semakin tinggi saat Mansa melakukan perjalanan ibadah haji melalui Gurun Sahara dan Mesir. Mansa dikabarkan berangkat dari Mali bersama dengan rombongan berisi 60.000 orang.
Dia membawa seluruh pejabat dan hakim-hakim kerajaan, pasukan tentara, penghibur, pedagang, penunggang unta dan 12.000 budaknya, juga serobongan kambing dan sapi untuk persediaan makanan.
Rombongannya tampak seperti sebuah kota yang bergerak melalui gurun. Kota yang para penghuninya, termasuk para budaknya, mengenakan pakaian dengan brokat emas dan sutra Persia terbaik. Ratusan unta beruntun, masing-masing mengangkut ratusan kilogram emas murni.
Masyarakat Kairo saat itu bahkan masih ingat jelas bagaimana mewahnya dan kayanya Mansa saat tiba di Kairo menuju Mekkah. Dia "mengguyur" masyarakat Kairo dengan emas. Tindakan Mansa itu kemudian menyebabkan anjloknya harga emas di kawasan tersebut selama 10 tahun dan menghancurkan perekonomian di sana.
Perusahaan teknologi AS, SmartAsset.com, memperkirakan - berdasarkan penyusutan nilai emas - perjalanan haji Mansa Musa menyebabkan kerugian ekonomi senilai USD1,5 miliar di seantero Timur Tengah.
Beberapa sumber mengatakan, usai pulang ibadah haji, Mansa ingin mencoba memulihkan anjloknya harga emas di Kairo dengan menarik kembali emas yang dia berikan dengan cara meminjamnya menggunakan suku bunga yang amat tinggi dari para pemberi pinjaman Mesir.
Mansa Musa membuat kerajaannya, Mali, dan dirinya sendiri diakui dunia. Pada peta Catalan Atlas yang berasal dari tahun 1375, sebuah lukisan bergambar seorang raja Afrika yang duduk di atas singgasana emas di puncak Timbuktu, sambil memegang sepotong emas di tangannya.
Timbuktu menjadi El Dorado-nya Afrika dan orang-orang datang dari negeri yang dekat dan jauh untuk melihatnya.
Pada abad ke-19, negeri tersebut masih menyimpan sebuah mitos sebagai kota emas yang hilang di ujung dunia, dan menjadi incaran para pemburu dan penjelajah Eropa, di mana hal ini sebagian besar berkat apa yang dilakukan Mansa Musa 500 tahun sebelumnya.
Mansa Musa kembali dari Mekah bersama sejumlah cendekiawan Islam, termasuk keturunan langsung Nabi Muhammad dan penulis puisi sekaligus arsitek Andalusia bernama Abu Es Haq es Saheli, yang dikenal sebagai perancang Mesjid Djinguereber yang terkenal.
Selain mendorong dunia seni dan arsitektur, dia juga mendanai dunia sastra dan membangun banyak sekolah, perpustakaan, dan mesjid. Berkat kepekaan Mansa terhadap pendidikan dan seni, Timbuktu berubah menjadi pusat pendidikan dan banyak orang berdatangan dari berbagai belahan dunia untuk belajar di tempat yang kini dikenal sebagai Universitas Sankore.
Raja yang kaya itu juga sering kali dianggap berjasa karena telah memulai tradisi pendidikan di Afrika Barat, meskipun kisah tentang kerajaannya hanya sedikit diketahui orang di luar Afrika Barat.
"Sejarah dicatat oleh para pemenang," menurut Perdana Menteri Inggris di masa Peradang Dunia II, Winston Churchill.
Mansa Musa meninggal dunia tahun 1337, pada usia 57, kerajaannya diwariskan kepada putra-putranya yang tak mampu menjaga keutuhan kerajaan. Sejumlah daerah memisahkan diri dan akhirnya kerajaan itu pun runtuh.
Kedatangan bangsa Eropa di kemudian hari ke Afrika menjadi titik akhir kehancuran kerajaan Mali. "Sejarah periode abad pertengahan masih dilihat sebagian besar orang sebagai sejarah dunia Barat," ujar Lisa Corrin Graziose, direktur Block Museum of Art, menjelaskan mengapa kisah tentang Mansa Musa tak populer.
"Jika saja bangsa Eropa tiba dalam jumlah besar di masa Musa memerintah, dengan Mali yang tengah berada di puncak kejayaannya dengan pasukan militer dan kekuatan ekonomi dibandingkan kondisi ratusan tahun setelahnya, pasti semuanya tidak akan seperti yang kita lihat saat ini," ujar Ware.