Masih Ada Fasilitas Transaksi di Media Sosial TikTok, Kemenkop UKM Sebut Ada Pelanggaran
Masa transisi atau uji coba yang diberikan Kementerian Perdagangan kepada Tiktok untuk migrasi ke platform eCommerce Tokopedia tidak ada dalam aturan.
Pelanggaran itu terlihat saat aplikasi media sosial asal China tersebut masih menyediakan fitur keranjang belanja dan melayani transaksi untuk pengguna.
Masih Ada Fasilitas Transaksi di Media Sosial TikTok, Kemenkop UKM Sebut Ada Pelanggaran
- Anggota DPR: Selama Proses Migrasi Berlangsung, Harusnya TikTok Hentikan Proses Jualan
- Tentukan Nasib Keranjang Kuning di Media Sosial, Kemendag Panggil TikTok Pekan Ini
- Masih Ada Transaksi TikTok Shop di Medsos, Kemendag Bakal Panggil Tokopedia Pekan Ini
- Sepakat dengan Menkop Teten, Ekonom: Tiktok Harus Pisahkan e-Commerce dengan Media Sosial
Kementerian Koperasi dan UKM menyebut bahwa Tiktok lewat fitur Tiktok Shop masih melanggar aturan, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Staf Khusus Menteri Koperasi-UKM, Fiki Satari, pelanggaran itu terlihat saat aplikasi media sosial asal China tersebut masih menyediakan fitur keranjang belanja dan melayani transaksi untuk pengguna.
"Jadi masih ada fasilitasi transaksi di dalam platform media sosialnya, meskipun di bawah checkout ada tulisan processed by Tokopedia, dalam hal ini e-commerce tapi ini masih di dalam platform media sosial. Ini jelas melanggar aturan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 Pasal 21 ayat 3 yang berbunyi PPMSE atau pelaksana e-commerce dengan model di socio commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya," kata Fiki di Jakarta.
Selain itu, masa transisi atau uji coba yang diberikan Kementerian Perdagangan kepada Tiktok untuk migrasi ke platform eCommerce Tokopedia juga tidak ada dalam peraturan.
Sebab faktanya, kedua platform itu, baik Tiktok Shop dan Tokopedia masih beroperasi.
"Jadi sebetulnya tidak ada di regulasi (adaptasi, transisi atau migrasi). Redaksional redaksi dari Permendag 31 Tahun 2023 ini berlaku umum. Platform lokal, global, apapun itu," katanya.
Menurut Fiki, mengenai pelanggaran ini, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan selaku regulator yang mengeluarkan aturan tersebut.
Di sisi lain, Fiki juga mengutip jenis pelanggaran lain oleh Tiktok yang tertulis di Pasal 13 pada Permendag 31/2023. Yaitu larangan adanya keterhubungan atau interkoneksi antara PMSE (eCommerce) dan non PMSE (media sosial).
Dalam Pasal tersebut tertulis, beleid dibuat demi menjaga persaingan usaha yang sehat.
"Tentunya ini memiliki potensi penyalahgunaan data dan penguasaan data," kata Fiki.
Menurutnya, jika pelanggaran ini terus dibiarkan, maka akan timbul kesan seolah ada diskriminasi atau pembiaran pelangggaran aturan antara yang dilakukan korporasi besar dan pelaku usaha kecil atau UMKM.
"Regulasi ditetapkan kan berlaku keseluruhan, tidak ada diskresi, proses adaptasi, (migrasi) proses transaksi, dan seterusnya. Jangankan perusahaan besar atau korporasi selevel TikTok atau perusahaan global. UMKM pun kalau misalnya melanggar ya dikenakan sanksi. Ini kan terjadi waktu pandemi, kita ingat waktu itu ada razia izin BPOM di mana produk-produk UMKM tanpa pandang bulu, dikenakan sanksi oleh penegak regulasi," kata Fiki.
“Dari sisi hukum jelas, di regulasi ada sanksi yang dicatatkan bahwa sampai dengan ya tentunya dalam Permendag ini kan otoritas ada dari Kementerian Perdagangan. Ada peringatan, sanksi, dan pencabutan izin bahkan yang permanen. Ini sudah ada di dalam aturan," tutup Fiki.