Mengingat Oei Tiong Ham: Raja Gula dari Semarang yang Menjadi Taipan Terbesar di Asia Tenggara
Awalnya, bisnis Oei Tiong Ham berfokus pada hasil bumi seperti kopi, karet, kapuk, gambir, tapioka, serta opium.
Dengan mewarisi jiwa bisnis dari ayahnya, Oei Tjie Sien, pemilik perusahaan Kian Gwan, Oei berhasil mengembangkan bisnis keluarganya menjadi salah satu konglomerasi terbesar di Asia pada masanya.
Mengingat Oei Tiong Ham: Raja Gula dari Semarang yang Menjadi Taipan Terbesar di Asia Tenggara
Mengingat Oei Tiong Ham: Raja Gula dari Semarang yang Menjadi Taipan Terbesar di Asia Tenggara
- Emas Ternyata Sudah Digunakan Sejak 4000 Tahun Sebelum Masehi, Kini Harga Terus Naik dan Jadi Buruan Masyarakat
- Berawal dari Hobi, Pria Asal Kediri Raup Omzet Rp90 Juta per Bulan dari Budidaya Ikan Hias
- Sederet Prajurit hingga Komandan TNI Jadi Korban Keganasan OPM Papua, Ada yang Gugur Saat Evakuasi Jasad Rekan
- Nekat Bisnis Ikan Mas Koki, Modal Seadanya Hingga Bisa Raup Omzet Rp20 Juta per Bulan
Oei Tiong Ham, pria kelahiran Semarang pada tahun 1866 merupakan seorang pengusaha yang merintis kesuksesan dari industri gula hingga dijuluki 'Raja Gula dari Jawa'.
Dengan mewarisi jiwa bisnis dari ayahnya, Oei Tjie Sien, pemilik perusahaan Kian Gwan, Oei berhasil mengembangkan bisnis keluarganya menjadi salah satu konglomerasi terbesar di Asia pada masanya.
Dilansir dari laman Kemendikbud.go.id, Koran De Locomotief, yang terbit di Semarang pada masa itu, pernah menulis bahwa Oei adalah "orang terkaya di antara Shanghai dan Australia."
Kesuksesan bisnis gula Oei Tiong Ham terjadi pada masa setelah era tanam paksa dihentikan pada tahun 1870.
Krisprantono, doktor dalam bidang desain dan penataan sejarah di Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, menjelaskan bahwa gula menjadi produk terpenting antara tahun 1880 hingga krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1930.
Kebijakan baru pemerintah kolonial, yaitu Agrarische Wet pada tahun 1870, memungkinkan pihak swasta untuk menguasai dan mengelola lahan-lahan perkebunan luas.
merdeka.com
Sejak saat itulah, era liberalisasi industri dimulai di Jawa. Di masa ini pula, sosok bernama Oei Tiong Ham mencuat di Semarang dan kemudian melegenda.
Oei Tiong Ham juga bagian dari segelintir warga lokal yang pada masa kolonial Belanda mampu melihat dan memanfaatkan peluang.
Saat itu, peluang bisnis gula memang terbuka berkat revolusi industri, kebutuhan gula di pasar dunia, dan kebijakan penguasa.
Awalnya, bisnis Oei Tiong Ham berfokus pada hasil bumi seperti kopi, karet, kapuk, gambir, tapioka, serta opium. Namun, pada tahun 1880-an, Oei dengan sigap mengakuisisi lima pabrik gula yang bangkrut, yaitu Pabrik Gula Pakis di Pati, Rejoagung di Madiun, Ponen di Jombang, Tanggulangin di Sidoarjo, dan Krebet di Malang.
Dia juga mendirikan Oei Tiong Ham Concern (OTHC), yang merupakan pengembangan dari kongsi dagang milik ayahnya. Pada tahun 1890, Oei mengambil alih perusahaan ayahnya dan mengubahnya menjadi salah satu yang terbesar di Asia.
Kantor pusat OTHC terletak di Semarang, namun Oei berhasil melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka kantor cabang di berbagai daerah di Indonesia seperti Batavia dan Makassar, serta hingga mancanegara seperti Singapura, Bangkok, Kalkuta, Bombay, Karachi, Shanghai, Hong Kong, London, dan New York.
Memasuki abad ke-20, Oei Tiong Ham menjadi sosok terkaya di Asia Tenggara berkat kesuksesan usaha gulanya.
Kesuksesan usaha gulanya, membuat Oei mendapat julukan Raja Gula dari Jawa.
Sebagai seorang pengusaha sukses, Oei Tiong Ham tinggal di sebuah istana megah yang kini dikenal dengan nama Gedung Balekambang. Istana tersebut begitu luas hingga pemiliknya bisa tersesat di rumah sendiri, lengkap dengan kolam renang serta kebun binatang pribadi di bagian belakang rumahnya.
Pada tahun 1920, ketika kondisi Indonesia, khususnya Kota Semarang, kurang kondusif, serta tidak tahan dengan beban pajak yang dikenakan Pemerintah Belanda, Oei Tiong Ham memutuskan untuk pindah ke Singapura.
Di Singapura, dia berhasil menguasai seperempat bagian luas wilayah di sana. Bahkan hingga kini, ada satu ruas jalan yang memakai namanya, yaitu Oei Tiong Ham Park. Empat tahun setelah kepindahannya, Oei Tiong Ham meninggal mendadak karena serangan jantung.
Setelah kematiannya, bisnis Oei diteruskan oleh putra-putrinya dan beberapa istrinya hingga akhirnya seluruh aset kekayaannya disita oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1961. Sejumlah jejak kejayaan bisnis Oei Tiong Ham kini masih dapat disaksikan.
Di Kota Lama Semarang, terdapat tiga gedung eks kantor OTHC milik Oei Tiong Ham: di Jalan Kepodang Nomor 25, gedung di sudut pertemuan antara Jalan Kepodang dan Jalan Suari, serta gedung di Jalan Kepodang Nomor 11-13 yang kini menjadi galeri.