Orang Kaya China Pilih Habiskan Uang ke Luar Negeri dibanding Beli Barang Mewah
Lebih dari setengah juta wisatawan dari daratan China mengunjungi Jepang.
Sejumlah mereka Mewah seperti Hugo Boss, Burberry, Richemont, dan Swatch menyuarakan kemerosotan penjualan tajam di China. Disinyalir, masyarakat China mengurangi konsumsi belanja barang mewah.
- China Bikin Tempat Wisata Ekstrem Tangga Menuju Langit, Tingginya Lebih dari 1.500 Meter
- Genjot Pendapatan Negara, Pemerintah China Terapkan Pajak Tinggi buat Orang Kaya
- Ekonomi China Sedang Ambruk, Orang Kaya Malah Borong Rumah Triliunan Rupiah dan Ludes dalam Satu Jam
- Orang Kaya China Banyak Borong Rumah Mewah di Kuala Lumpur, Ternyata Ini Alasannya
Hugo Boss mengatakan dalam hasil keuangan awal kuartal kedua pada hari Senin bahwa pasar China, pasar utama bagi merek fesyen Jerman, sangat menantang.
Penjualan rumah mode Inggris Burberry di daratan China turun 21 persen tahun-ke-tahun pada kuartal terakhir. Ketua dewan Gerry Murphy mengaitkan ini dengan memburuknya kepercayaan konsumen dalam seruan investor pada hari Senin.
"Pasar China lebih lemah dari yang kami perkirakan,"
kata Murphy dilansir Dari Business Insider.
Grup jam tangan asal Swiss, Swatch, mengatakan mereka memperkirakan pasar China akan tetap menjadi tantangan bagi seluruh industri barang mewah hingga akhir tahun ini.
Sebagaimana diketahui, negara dengan populasi terbesar kedua di dunia, merupakan pasar utama bagi merek-merek mewah.
Bain & Company mengatakan dalam sebuah laporan awal tahun ini bahwa pasar barang mewah China meningkat tiga kali lipat antara tahun 2017 dan 2021, namun mengalami penurunan tajam pada tahun 2022 karena dampak pembatasan Covid-19. Terjadi peningkatan yang signifikan pada tahun 2023 seiring dengan dicabutnya pembatasan lockdown.
Beberapa merek mewah, termasuk Marc Jacobs, Burberry, dan Versace, terpaksa menawarkan diskon besar di China untuk menarik pembeli.
Mereka juga menawarkan diskon lebih dari 50 persen di platform e-commerce kelas atas Alibaba, Tmall Luxury Pavilion bulan ini.
Alih-alih membeli barang-barang mewah di dalam negeri, beberapa pembeli China malah memanfaatkan lemahnya mata uang Jepang untuk melakukan pembelian besar-besaran di sana.
Melemahnya yen telah membuat kunjungan dan belanja di Jepang lebih terjangkau bagi pengunjung luar negeri, sehingga menyebabkan booming pariwisata.
Lebih dari setengah juta wisatawan dari daratan China mengunjungi Jepang pada bulan Mei, atau mencakup hampir 18 persen pengunjung ke negara tersebut pada bulan tersebut.
Meskipun angka ini jauh di belakang peningkatan jumlah wisatawan lain di Jepang pascapandemi.