Raja Terkaya Sepanjang Sejarah Muslim, Harta Rp7.000 T
Raja kaya ini sering dianggap sebagai orang yang memulai tradisi pendidikan di Afrika Barat.
Raja kaya ini sering dianggap sebagai orang yang memulai tradisi pendidikan di Afrika Barat.
- Orang Paling Kaya di Indonesia Punya Harta Rp1.000 Triliun, Sumbernya Ternyata dari Bisnis Ini
- Mengenal Tradisi Sarafal Anam, Kesenian Khas Bengkulu yang Kental dengan Nuansa Islam
- Tuanku Nan Renceh, Tokoh Islam Generasi Pertama yang Menyerukan Gerakan Paderi
- Sejarah Kirab Tedhak Loji, Unjuk Kewibawaan Raja Tanah Jawa Terhadap Rezim Kolonial
Raja Terkaya Sepanjang Sejarah Muslim, Harta Rp7.000 T
Forbes mencatat orang terkaya yang menduduki posisi pertama di dunia adalah Elon Musk, produsen mobil listrik Tesla dengan kekayaan bersih senilai USD215,6 miliar atau Rp3,537 triliun(kurs Rp16.407), tetapi dia bukanlah orang terkaya sepanjang masa.
Sejarah mencatat orang terkaya sepanjang masa adalah Mansa Musa, seorang muslim, dan raja si penguasa Afrika Barat abad ke-14 yang memiliki kekayaan harta hingga Rp7000 triliun.
Melansir dari BBC, pada tahun 2012, situs web AS Celebrity Net Worth memperkirakan kekayaannya mencapai USD400 miliar atau setara Rp7000 triliun, namun sejarawan ekonomi sepakat bahwa kekayaannya tidak mungkin ditentukan secara pasti.
Mansa Musa lahir pada tahun 1280 dalam keluarga penguasa. Saudaranya, Mansa Abu-Bakr, memerintah kekaisaran hingga tahun 1312, ketika ia turun tahta untuk melakukan ekspedisi.
Menurut sejarawan Suriah abad ke-14 Shibab al-Umari, Abu-Bakr terobsesi dengan Samudera Atlantik dan apa yang ada di baliknya.
Dia dilaporkan memulai ekspedisi dengan armada 2.000 kapal dan ribuan pria, wanita, dan budak. Mereka berlayar, tidak pernah kembali.
Setelah itu, Mansa Musa mewarisi kerajaan yang ditinggalkannya.
Di bawah pemerintahannya, kerajaan Mali berkembang secara signifikan.
Dia mencaplok 24 kota, termasuk Timbuktu. Kerajaan ini terbentang sekitar 2.000 mil, dari Samudera Atlantik sampai ke Niger modern, meliputi wilayah yang sekarang disebut Senegal, Mauritania, Mali, Burkina Faso, Niger, Gambia, Guinea-Bissau, Guinea dan Pantai Gading.
Dengan daratan yang begitu luas muncullah sumber daya yang besar seperti emas dan garam, kekaisaran Mali menyumbang hampir setengah dari emas Dunia Lama.
Meskipun kerajaan Mali adalah rumah bagi begitu banyak emas, kerajaan itu sendiri tidak begitu terkenal.
Hal ini berubah ketika Mansa Musa, adalah seorang muslim yang taat, memutuskan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada tahun 1324 dan melewati Gurun Sahara dan Mesir.
Dan pada saat itu raja dilaporkan meninggalkan Mali dengan karavan sebanyak 60.000 orang.
Dia membawa seluruh istana dan pejabatnya, tentara, griot (penghibur), pedagang, penunggang unta dan 12.000 budak, serta segerombolan kambing dan domba untuk dimakan.
Sepanjang perjalanannya, ia membagikan emas-emas batangan kepada orang yang yang kebetulan melewati rombongannya.
Konon, sikap dermawan sang raja justru membuat harga emas anjlok di wilayah yang dilewatinya. Bahkan terjadi inflasi selama 10 tahun, sehingga menghancurkan perekonomian.
Tidak ada keraguan bahwa Mansa Musa menghabiskan, atau menyia-nyiakan, banyak emas selama ibadah haji. Namun kemurahan hati yang berlebihan inilah yang juga menarik perhatian dunia.
Secara harafiah Mansa Musa telah menempatkan Mali dan dirinya sendiri dalam peta Atlas Catalan dari tahun 1375, gambar seorang raja Afrika duduk di singgasana emas di atas Timbuktu, memegang sepotong emas di tangannya.
Mansa Musa kembali dari Mekah bersama beberapa cendekiawan Islam, termasuk keturunan langsung Nabi Muhammad dan seorang penyair dan arsitek Andalusia bernama Abu Es Haq es Saheli, yang banyak berjasa merancang masjid Djinguereber yang terkenal.
Raja dilaporkan membayar penyair itu 200 kg emas, yang dalam uang saat ini setara dengan USD8,2 juta atau Rp134 miliar.
Selain mendorong seni dan arsitektur, ia juga mendanai sastra dan membangun sekolah, perpustakaan, dan masjid. Timbuktu segera menjadi pusat pendidikan dan orang-orang melakukan perjalanan dari seluruh dunia untuk belajar di Universitas Sankore.
Raja yang kaya ini sering dianggap sebagai orang yang memulai tradisi pendidikan di Afrika Barat, meskipun kisah kerajaannya masih sedikit diketahui di luar Afrika Barat.