Ribuan WNI Ramai-Ramai Jadi Warga Negara Singapura, Ini Dampaknya ke Indonesia
Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham mencatat sebanyak 3.912 WNI beralih menjadi warga negara Singapura selama 201
Ribuan WNI Ramai-Ramai Jadi Warga Negara Singapura, Ini Dampaknya ke Indonesia
Isu warga negara Indonesia (WNI) yang berbondong-bondong pindah kewarganegaraan ke Singapura ramai diperbincangkan masyarakat.
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mencatat sebanyak 3.912 WNI beralih menjadi warga negara Singapura selama 2019-2022.
Sebagian besar dari WNI yang berpindah ke Singapura itu diketahui berada di usia produktif, antara 25 hingga 35 tahun.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menyayangkan besarnya jumlah anak muda di Indonesia yang berpindah kewarganegaraan.
Hal itu dikarenakan menambah risiko hilangnya talenta yang sebenarnya diperlukan untuk Indonesia dalam membangun ekosistem yang lebih baik untuk membangun industri.
- Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Dharmanto dan Istri Dicegah ke Luar Negeri
- Dirjen Imigrasi soal 1.000 WNI Pindah jadi WN Singapura Setiap Tahun: Ini Alarm Bagi Pemerintah
- Ramai WNI Pindah Jadi Warga Negara Singapura, Berapa Gaji di Sana?
- Rekam Jejak WNA Singapura Punya KTP Palsu Warga Tulungagung, 15 Tahun Tinggal di Indonesia secara Ilegal
"Ini akan menjadi ancaman yang disebut sebagai brain drain, jadi talenta talenta yang terbaik di Indonesia itu akhirnya keluar, pindah negara. Ini artinya akan ada kekurangan talenta yang sangat besar," kata Bhima kepada Liputan6.com, Jumat (14/7/2023). "Terutama untuk pekerjaan yang disebut sebagai pekerjaan semi skill, dan pekerjaan high skill atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang tinggi. Ini akan menjadi langka di Indonesia kalau terus dibiarkan," ucapnya.
Selain itu, migrasi besar juga akan menciptakan kekhawatiran pada harapan dari bonus demografi, kata Bhima, yang diperkirakan memuncaknya pada tahun 2030.
"Kualitas SDM bisa menjadi rendah karena SDM terbaiknya pindah ke luar negeri," ujar Bhima.
Bhima berharap, Pemerintah dapat mengeluarkan langkah terbaiknya agar dampak negatif terhadap ekonomi dalam jangka panjang tidak terjadi. "(Migrasi besar) juga akan membuat Indonesia untuk sulit terlepas dari ketergantungan pada sumber daya alam, mempersulit program hilirisasi industri karena akhirnya harus mengimpor tenaga kerja asing yang sebenarnya banyak, tapi tenaga kerja kita yang berpengalaman justru keluar negeri," jelasnya. "Jadi impor Tenaga Kerja Asing bisa semakin banyak, transfer keahlian juga akan terbatas, dan akan berakhir pada pendapatan per kapita Indonesia akan sulit mencapai di level negara maju," imbuhnya.Untuk diketahui, Singapura sedang berusaha menambah populasinya dari sekitar 5 juta sekarang menjadi 6,9 juta pada 2030.
Caranya, dengan membujuk lebih banyak warganya untuk punya anak dan memberikan kewarganegaraan kepada tenaga profesional dari luar negeri.
Menurut informasi resmi, negara-kota itu memberikan kewarganegaraan kepada 15.000-25.000 orang setiap tahun. Syarat utama untuk mendapatkan kewarganegaraan Singapura adalah telah menjadi Permanent Resident selama setidaknya dua tahun.
Warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai akademisi di Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Profesor Sulfikar Amar mengatakan salah satu cara Singapura 'merekrut' warga dari negara-negara tetangga adalah dengan memberikan beasiswa untuk kuliah di universitas-universitas paling bergengsi di negara tersebut, seperti NTU dan National University of Singapore (NUS).
Reporter: Natasha Khairunisa Amani Sumber: Liputan6.com