Saling Serang Rudal, Ternyata Iran dan Israel Dulu Pernah Bersahabat
Perjalanan Iran dan Israel yang pernah bersahabat dan kini saling serang lewat jalur udara.
Perjalanan Iran dan Israel yang pernah bersahabat dan kini saling serang lewat jalur udara.
Saling Serang Rudal, Ternyata Iran dan Israel Dulu Pernah Bersahabat
Saling Serang Rudal, Ternyata Iran dan Israel Dulu Pernah Bersahabat
- Berhasil Cegat Rudal Israel di Langit Teheran, Intip Seberapa Kuat Pertahanan Udara Iran
- Arab Saudi Kutuk Serangan Israel ke Iran, Sebut Negara Zionis Itu Langgar Hukum Internasional
- AS Pasang Badan Kirim Pasukan & Senjata Canggih, Israel Vs Iran Bakal Segera Perang?
- Dulu Sahabat Sejati, Begini Sejarah Perseteruan Iran dan Israel
Iran telah melancarkan lebih dari 300 rudal dan drone ke Israel. Pemerintah Iran mengatakan pemboman terhadap Israel pada Sabtu malam sebagai respons terhadap serangan udara tanggal 1 April terhadap gedung konsulat Iran di Ibu Kota Suriah, Damaskus.
Akibat serangan tersebut 13 orang tewas. Termasuk Brigjen Mohammad Reza Zahedi seorang komandan senior pasukan Quds, cabang elit Garda Republik (IRGC) Iran di luar negeri.
Serangan ini menandai babak lain dalam hubungan Iran-Israel yang secara mengejutkan.
Padahal sebelumnya, kedua negara ini memiliki hubungan yang sangat baik.
Melansir dari berbagai sumber, di bawah rezim diktator Shah Mohammad Reza Pahlavi, yang memerintah dari tahun 1925 hingga digulingkan pada revolusi tahun 1979, hubungan antara Iran dan Israel sama sekali tidak bermusuhan.
Faktanya, Iran adalah negara mayoritas Muslim kedua yang mengakui Israel setelah negara itu didirikan pada tahun 1948.
Di bawah kepemimpinan Shah, Iran mengakui Israel sebagai negara berdaulat pada tahun 1950. Namun, hubungan bilateral kedua negara melambat pada awal tahun 1950-an.
Setelah kudeta tahun 1953 yang diatur oleh CIA dan MI6, Shah mendapatkan kembali kekuasaan dan menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat, serta teman utama Israel di wilayah tersebut.
Kerja sama ekonomi, politik, dan militer antara kedua negara berkembang seiring meningkatnya ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab pada tahun 1960an dan 1970an.
Kolaborasi ekonomi dan energi antara Teheran dan Tel Aviv sangat penting dalam mendukung Israel selama konflik dengan negara-negara Arab pada tahun 1967 dan 1973.
Hal ini dicapai melalui sebuah perusahaan internasional yang didirikan bersama oleh kedua negara di Panama dan Swiss, yang dikenal sebagai Trans-Asiatic Oil. Melalui proyek-proyek rahasia seperti Pipa Minyak Eilat-Ashkelon pada saat produsen minyak Arab memberlakukan embargo terhadap Israel.
Sementara Iran dan Israel secara signifikan memperkuat hubungan mereka. Gerilyawan kiri Iran, yang menentang Shah, bergabung dengan kamp gerakan Fatah di Yordania dan Lebanon.
Di sini mereka berperang melawan tentara Israel dan memperoleh pengalaman dalam perang gerilya untuk akhirnya kembali ke Iran.
Salah satu pejuang tersebut, Ali Akbar Safaei Farahani, memiliki hubungan dekat dengan Yasser Arafat, mantan ketua Organisasi Pembebasan Palestina.
Safaei Farahani kemudian kembali ke Iran dan memainkan peran penting dalam mengorganisir perlawanan bersenjata pertama melawan Shah, meskipun ia akhirnya ditangkap dan dieksekusi oleh regu tembak pada tahun 1971.
Tokoh politik Iran lainnya Ayatollah Rouhollah Khomeini, juga mengkritik Israel. Setelah perang 6 hari, Ayatollah garis keras Iran mengeluarkan fatwa.
Dalam fatwanya menyatakan kepada para pengikutnya untuk menjalin hubungan politik dan ekonomi dengan Israel.
Tak hanya itu, Ayatollah mengizinkan mengonsumsi produk-produk Israel yang sebelumnya dianggap haram.
Namun, revolusi Islam Iran pada tahun 1979 membuat hubungan kedua negara memburuk.
Kondisi pun berbanding terbalik, mereka menjadi musuh bebuyutan, dengan ancaman perang habis-habisan.
Hanya enam hari setelah kemenangan revolusi diumumkan, Yasser Arafat menjadi politisi asing resmi pertama yang mengunjungi Iran.
Ia diterima dengan hangat oleh ribuan warga Iran yang meneriakkan dukungan terhadap Palestina, dan semua faksi politik yang terlibat dalam revolusi menyambutnya dengan tangan terbuka.
Shah Mohammad Reza Pahlavi akhirnya digulingkan, dan pemimpin tertinggi baru Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Dengan naiknya Ayatollah, Amerika Serikat dikenal di Iran sebagai 'Setan Besar' dan Israel sebagai 'Setan Kecil'.
Iran pun memutuskan semua hubungan dengan Israel.
Warga tidak bisa lagi melakukan perjalanan dan rute penerbangan dibatalkan dan kedutaan Israel di Teheran diubah menjadi kedutaan Palestina.
Permusuhan ini tumbuh selama beberapa dekade ketika kedua belah pihak berusaha untuk memperkuat dan mengembangkan kekuatan dan pengaruh mereka di wilayah tersebut.
Kini, Iran mendukung jaringan poros perlawanan. Terdiri dari kelompok-kelompok politik dan bersenjata di beberapa negara di kawasan ini, termasuk di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman, yang juga mendukung perjuangan Palestina dan memandang Israel sebagai musuh besar.