Siap-Siap, Tahun 2025 PPN Naik Jadi 12 Persen!
Pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen di tahun 2025.
Mulai tahun depan, pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dari semula 11 persen. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kenaikan PPN tersebut telah masuk dalam proses penyusunan postur dan target penerimaan pajak tahun 2025.
- Diam-Diam, Pemerintah Sudah Masukkan Kenaikan PPN 12 Persen ke RAPBN 2025
- Faisal Basri Minta Pemerintah Tunda Pengenaan Tarif Pajak 12 Persen, Ini Alasannya
- Pengamat Minta Pemerintah Kaji 3 Hal Ini Sebelum Naikkan Tarif PPN 12 Persen
- Penjelasan Lengkap soal Tarif PPN Naik 12 Persen Berlaku Tahun 2025
“Semua asumsi semua antisipasi apa pun (kenaikan PPN 12 persen) sudah dijadikan dasar dalam membuat postur (APBN 2025). Jadi sebenarnya memang sudah dihitung semua,” kata Susiwijono saat ditemui di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/7).
Menurutnya, kenaikan PPN sebesar 12 persen diklaim mampu mendorong penerimaan negara dari pajak. Diketahui dalam RAPBN 2025, target rasio perpajakan pada RAPBN 2025 ditetapkan sebesar 10,09-10,29 persen dari PDB.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menegaskan pihaknya akan mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam rencana kenaikan PPN 12 persen.
“Nah kalau itu nanti kita lihat kemampuan ekonomi dalam negeri,” kata Airlangga.
Di sisi lain, Airlangga optimis dengan adanya sistem pajak canggih yakni Core Tax Administration System (CTAS) bisa mendorong rasio pajak Indonesia naik dikisaran 12 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Tax ratio kan ditargetkan dinaikan kembali ke 12 persen dari PDB. Ya tentu kita harus kejar juga pendapatan lebih tinggi dan salah satu yang juga dipersiapkan di Kemenkeu adalah digitalisasi dengan Core tax," ujar Airlangga.
Airlangga pun berharap sistem pajak canggih, yakni Core Tax Administration System (CTAS) segera bisa diimplementasikan dengan cepat di akhir tahun 2024.
Sebelumnya, defisit APBN 2025 telah ditetapkan 2,29 persen-2,82 persen dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Hal itu telah disepakati Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), dan Bank Indonesia, serta Badan Anggaran (Banggar) DPR.
“Defisitnya sudah diputuskan 2,29 persen. Dan hitungan prediksi saya, untuk pemerintahan baru menjaga kesinambungan fiskal, hitungan saya (defisit) paling maksimal sekitar 2,4-2,5 persen,” ujar Ketua Banggar DPR Said Abdullah di Jakarta, Kamis (4/7) lalu.
Untuk pendapatan negara, ditargetkan mencapai 12,30-12,36 persen dari PDB dengan proyeksi penerimaan negara sebesar Rp2.900-3.000 triliun.
Said Abdullah menuturkan, target tersebut diputuskan secara hati-hati dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi global. Termasuk geopolitik dan rantai pasok (supply chain), yang masih belum stabil, sehingga kondisi perekonomian nasional belum sepenuhnya pulih dari dampak perlambatan akibat pandemi.
"Itu kami memutuskan sudah dengan hati-hati sekali, tidak asal memutuskan, bahkan kalau effort (upaya) pemerintah bisa penerimaan negara itu 12,3 persen (dari PDB), itu sudah kan luar biasa," kata Said.
Said menuturkan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat menjadi sumber pendapatan negara yang yang lebih dapat diandalkan daripada pajak dan cukai. Selain itu, menurut dia, diperlukan reformasi perpajakan serta implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang efektif agar dapat mewujudkan target penerimaan tersebut.