Survei: Karyawan di Singapura Paling Tidak Bahagia Se-Asia Tenggara
Warga SIngapura lebih pilih hidup stabil meski tidak bahagia dalam pekerjaan.
Platform pencari kerja, Jobstreet dan Jobsdb belum lama ini merilis survei mereka tentang kebahagiaan para karyawan di kawasan Asia Tenggara.
Hasilnya, dari 5.000 tenaga kerja di Asia Tenggara, karyawan Singapura menjadi tenaga kerja paling tidak bahagia.
-
Bagaimana pengalaman kerja mempengaruhi gaji di Singapura? Gaji terutama ditentukan oleh tingkat pengalaman yang dimiliki seseorang, dengan tingkat pengalaman yang lebih tinggi menghasilkan upah yang lebih tinggi.
-
Kapan gaji di Singapura cenderung meningkat? Gaji di Singapura pun cenderung akan mengalami kenaikan sekitar 9 persen setiap 15 bulan.
-
Apa rata-rata gaji yang diterima di Singapura? Melansir dari Salary Explore, seseorang yang bekerja di Singapura biasanya mendapatkan penghasilan sekitar 8.450 SGD atau setara Rp 95 juta (kurs Rp 11.257).
-
Bagaimana haji plus bekerja? Haji plus diorganisir oleh penyelenggara haji khusus yang memanfaatkan alokasi visa dari kuota haji yang ditentukan oleh pemerintah. Aturan ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019, yang menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan haji plus.
-
Apa itu Kartu Prakerja? Kartu Prakerja merupakan program pemerintah yang digunakan untuk mengembangkan kompetensi kerja dan kewirausahaan bagi para pencari kerja. Namun, untuk merespons pandemi Covid-19, pemerintah mempercepat pengadaan Kartu Prakerja dan memprioritaskan bagi para pekerja atau buruh yang terkena dampaknya.
-
Bagaimana cara Kerjaholic membantu pencari kerja? Kendati demikian aplikasi tersebut hanya dapat memfasilitasi para pencari kerja yang ada di daerah Solo, Yogyakarta, dan Semarang.
Tingkat ketidakbahagiaan di Singapura lebih tinggi daripada rata-rata global sebesar 10 persen dan juga jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di kawasan ini.
Sebanyak 52 responden karyawan di Singapura mengaku tidak bahagia karena gaji dan tunjangan yang tidak memadai. Sedangkan 36 persen mengaku mereka kurang diakui dalam pekerjaan, dan tidak ada kejelasan dalam karir.
Dalam survei juga menyebutkan hanya 14 persen karyawan Singapura yang merasa pekerjaan mereka saat ini sangat atau sangat sesuai dengan keterampilan dan aspirasi mereka.
Mereka yang berpenghasilan rendah di negara-kota tersebut juga lebih cenderung mengatakan bahwa pekerjaan saat ini tidak sesuai dengan keterampilan dan aspirasi.
"Ketidaksesuaian antara peran pekerjaan dan keterampilan serta aspirasi karyawan dapat dikaitkan dengan tantangan yang lebih luas yang dihadapi oleh warga Singapura dalam menemukan pekerjaan yang memuaskan," kata Jobstreet dan Jobsdb oleh SEEK dalam rilis medianya.
- Survei Terbaru: Karyawan di Indonesia Tergolong Pasif dan Kurang Inisiatif
- Survei: Pekerja Kurang Sejahtera Bisa Ganggu Perekonomian Global
- Survei Negara dengan Penduduk Bangun Paling Pagi di Asia, Indonesia Peringkat Berapa?
- Banyak Masyarakat Indonesia Mau Pindah jadi Warga Negara Singapura, Begini Persyaratannya
Menurut laporan tersebut, 57 persen warga Singapura merasa saat ini lebih sulit untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan preferensi mereka daripada saat pertama kali memasuki dunia kerja.
Faktanya, 53 persen warga Singapura mengatakan mencari pekerjaan yang tepat sama sulitnya dengan mencari pasangan jangka panjang yang tepat, sementara 27 persen mengatakan jauh lebih sulit.
Meskipun ada ketidakbahagiaan di tempat kerja, laporan tersebut menemukan bahwa 72 persen warga Singapura berencana untuk bertahan di posisi yang sudah tidak sesuai harapan selama lebih dari setahun sebelum mencari peluang baru.
Kekhawatiran warga Singapura dalam mencari pekerjaan baru disebabkan oleh sekitar sepertiga responden terhadap ketidakpastian prospek pekerjaan di masa depan (35 persen), kekhawatiran keseimbangan kehidupan kerja pada peran baru (35 persen), dan stabilitas keuangan (31 persen).
Chew Siew Mee, Managing Director, Singapura, Jobstreet by SEEK, mengatakan temuan mereka menunjukkan bahwa keputusan karir warga Singapura dipengaruhi oleh kepraktisan, di mana mereka memprioritaskan stabilitas daripada mencari pekerjaan yang lebih memuaskan atau menantang.
"Ditambah dengan ketidakpastian pasar kerja saat ini, kehati-hatian ini mungkin diperlukan, tetapi pada saat yang sama, karyawan ini mungkin kehilangan peluang baru yang dapat membuka pertumbuhan karier yang lebih besar dan kepuasan jangka panjang," kata Chew dalam sebuah pernyataan.