Tarik Investasi, Pembangunan Kereta Bawah Tanah di Bali Tak Gunakan Dana APBN
Ide untuk melakukan pembiayaan ini dipicu oleh peristiwa kemacetan jalan menuju Bandara Ngurah Rai pada 29 Desember 2023 lalu.
Sejauh ini sudah 8 konsorsium yang menyatakan minatnya berinvestasi.
- Pembangunan IKN Tetap Lanjut di 2025, Dananya dari Anggaran Infrastruktur Rp400,3 Triliun
- Kepala Badan Otorita IKN Mundur, Basuki Harap Investasi Jalan Terus
- Atasi Kemacetan di Daerah Wisata, Proyek Bali Urban Rail Mulai Tarik Investor
- 3.743 Napi di Bali Masuk DPT, KPU Siapkan 18 TPS Khusus dalam Lapas dan Rutan
Tarik Investasi, Pembangunan Kereta Bawah Tanah di Bali Tak Gunakan Dana APBN
Pembangunan kereta bawah tanah alias subway di Bali rencananya bakal sepenuhnya didanai pihak investor sehingga tak menggunakan dana APBN maupun dari pinjaman luar negeri.
"Ini akan menjadi proyek besar pertama di Indonesia yang menggunakan mekanisme itu," kata Dirut PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) Ari Askhara, Rabu (29/5/2024) di Denpasar.
SBDJ adalah Badan Usaha Milik Daerah yang dibentuk oleh Pemprov Bali melalui Bali Development Fund (BDF) dan Pemkab Badung melalui PT Badung Hebat Jaya. SBDJ ditugaskan untuk menginiasi proses tender proyek Bali Urban Rail and Associated Facilities yang menaungi pembangunan subway tersebut.
Model pembiayaan itu, menurut Ari, mengadopsi pembiayan Mass Rapid Transport (MRT) di Kanada saat pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan kota Quebec dengan Toronto dan menjadi model yang pertama di dunia.
Ide untuk melakukan pembiayaan ini dipicu oleh peristiwa kemacetan jalan menuju Bandara Ngurah Rai pada 29 Desember 2023 dimana wisatawan lokal maupun internasional terpaksa berjalan kaki hingga 4 kilometer untuk menuju bandara.
Peristiwa yang mencoreng industri pariwisata Bali dan Indonesia itu menimbulkan pertanyaan mengenai langkah apa yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia dan khususnya Bali.
Pembangunan jalur kereta ke Bandara sebenarnya telah dirancang oleh pemerintah dengan menggunakan dana pinjaman dari Pemerintah Korea Selatan. Namun prosesnya dirasa masih akan memerlukan waktu yang cukup lama.
Pj Gubernur Bali S. M. Mahendra Jaya bersama BDF kemudian merancang pencarian dana investor dengan menggandeng Ari Askhara sebagai ahli di bidang ini. Setelah SBDJ terbentuk maka dilakukan rekruitmen konsultan dengan reputasi internasional di bidang finansial, teknis dan hukum.
Berikutnya, SBDJ Melakukan market sounding kepada investor potensial dan dilanjutkan dengan menginisiasi proses tender proyek dengan menerbitkan dokumen Request for Qualification (RFQ).
Sejauh ini sudah 8 konsorsium yang menyatakan minatnya berinvestasi. Tiga konsorsium dari kawasan Eropa, dua dari China, dua dari Indonesia yang berkolaborasi dengan perusahan asing dan satu lagi dari Malaysia. Sementara satu konsorsium, yakni PT. Bumi Indah Prima telah menyampaikan dokumen kualifikasi.
Batas akhir penyerahan dokumen kualifikasi adalah pada 6 Juni 2024 mendatang. Askhara belum mau menyebutkan nilai investasi yang sudah disampaikan calon investor. "Namun sudah ada yang secara verbal menyampaikan akan menyiapkan dana hingga 20 Miliar Dolar," katanya.
Bila proses ini berjalan lancar, pada bulan Juli akan diumumkan konsorsium yang menjadi pemenang tender. Namun, ada kemungkinan juga bahwa masing-masing konsorsium yang mengikuti tender didorong untuk bekerjasama dengan mengkolaborasikan keunggulannnya masing-masing.
Selanjutnya, investor akan diberi kesempatan untuk melakukan Feasibility Study (FS) dari proyek ini sehingga diharapkan pada Bulan September sudah bisa dilakukan Ground Breaking.
Dodi Miharjana dari BDF yang kini menjadi komisaris SBDJ menyatakan, pihak investor akan diberi keleluasan merancang proyek yang menghubungkan kawasan wisata yang sangat padat seperti Kuta, Seminyak, Canggu hingga ke Sanur dan Ubud dengan Bandara Ngurah Rai.
Gagasannya bukan sekadar membuat jalur kereta api tetapi juga menyediakan fasilitas-fasilitas pendukungnya seperti cafe, restoran dan mall. Namun, pihak SCBD akan memastikan bahwa rancangan itu tak merugikan kepentingan publik, merusak lingkungan dan bertentangan dengan kearifan lokal di Bali.
"Jadi di sini kita akan mendengar dulu dari mereka, apa yang mau dikerjakan dan apakah mereka memang memiliki dananya," katanya.