Ternyata Ini Penyebab Produksi Gula Indonesia Kalah Saing dari Brazil
Padahal kedua negara tersebut merupakan dilalui oleh garis khatulistiwa.
Padahal kedua negara tersebut merupakan dilalui oleh garis khatulistiwa.
Ternyata Ini Penyebab Produksi Gula Indonesia Kalah Saing dari Brazil
Produksi Gula Indonesia Kalah Saing dari Brazil
-
Bagaimana pengangkutan tebu dilakukan di pabrik gula Oemboel? Potret Miris Pengangkutan tebu di pabrik gula Oemboel berlangsung tanpa diatur pemerintah. Para kontraktor dan buruh harian juga mengangkut gula dari pabrik ke gudang-gudang pemerintah, dengan bayaran 10 cent.
-
Bagaimana cara Pabrik Gula Ceper mengangkut tebu dan hasil produksinya sebelum era truk? Dulunya pabrik gula itu memiliki jalur kereta api yang terhubung dengan Stasiun Ceper yang berada di sisi utara pabrik. Hal ini digunakan sebagai sarana angkutan hasil industri seperti tebu dan tetes tebu, serta angkutan bahan baku pabrik.
-
Bagaimana cara pengangkutan tebu ke Pabrik Gula Tasikmadu pada masa lampau? Pada saat itu, hasil panen tebu dibawa dari ladang ke pabrik gula menggunakan pedate yang ditarik sapi, kerbau, atau kuda.
-
Bagaimana proses penyerahan tebu temanten? Pasangan tebu temanten diserahkan dari kepala bagian tanaman ke kepala bagian instalasi melalui upacara serah-serahan.
-
Bagaimana cara kerja mesin penggiling tebu di Kilangan? Kilangan bekerja dengan cara berputar dan diikatkan ke tubuh kerbau. Saat mesin berputar, tebu akan dimasukkan ke tengah-tengah batu dan akan terperas sari tebunya hingga penampung penuh.
-
Kapan Bulog menyerap produk petani dalam negeri untuk menjaga stok beras? Hingga pertengahan Juni 2024 Bulog telah menyerap produk petani dalam negeri sebanyak hampir 700 ribu ton.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menyebut produksi gula di Brazil lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Padahal kedua negara tersebut merupakan dilalui oleh garis khatulistiwa.
Arief bilang produk gula milik Brazil mencapai angka 135 juta ton per hektar dengan rendemen 13 persen.
Sedangkan Indonesia produksi gula rata-ratanya hanya 61,5 ton per hektar dengan rendemen 7,3 persen.
"Brazil dan Indonesia sama-sama terletak di Garis Khatulistiwa. Hal ini perlu menjadi bahan refelksi kita bersama," kata Arief dalam acara Nasional Sugar Summit (NSS) 2023, Jakarta, Rabu (13/12).
- Bocah Ini Dulunya Ngarit hingga Ngamen, Kini Jadi Pedangdut Cantik Kondang di Indonesia
- Dorong Potensi Budaya Indonesia Mendunia, BNI Dukung Batik in Algiers 2023
- Catat! Ini Alur Barang Impor Masuk dari Luar Negeri ke Indonesia
- Penuh Bahaya, Kisah Kakek Anies Baswedan Bawa Surat 'Sakti' dari Mesir ke Tanah Air
Arief menilai pemerintah dan para pemangku kepentingan (stakeholder) perlu merefleksikan diri dan melihat kesuksesan Brazil dalam mengelola tebu. Sehingga menjadi negara dengan pengeskpor terbesar di dunia.
Saat ia ke Brazil, Arief mengaku berkesempatan berkunjung ke beberapa pabrik pengolahan tebu di kawasan agroindustri di Tietie, Sao Paulo.
Di hulu, lanjut Arief, Brazil sangat memperhatikan kualitas benih yang baik dan menggunakan varietas yang cocok dengan kondisi lahan serta iklim.
Selain itu, penerapan mekanisasi yang juga dapat meningkatkan produktivitas.
Sedangkan di hilir pengolahan pabrik yang sangat eefisien. Termasuk pemanfaatan baik produk juga menjadi daya saing tersendiri.
Sehingga, Arief bilang Indonesia perlu berbenah untuk mencapai swasembada gula.
"Nampaknya Indonesia masih perlu terus berbenah," tegasnya.
Oleh karena itu, ia meminta kepada pemerintah dan para stakeholder fokus membenahi sektor perkebunan.
Memajukan kembali industri tebu, serta mengembalikan kejayaan pabrik gula nasional menjadi ekportir dunia seperti dulu.
"Saya yakin suatu saat nanti kita akan bisa setara dengan Brazil atau bahkan melampuinya,"
tutupnya.