Ternyata Nilai Tukar Rupiah Punya Pengaruh Kuat di APBN, Ini Buktinya
Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO.
Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO.
- Pendapatan Negara Terkumpul Rp2.247 Triliun, Belanja Tembus Rp2.556 Triliun per Oktober 2024
- Tugas Berat Prabowo Tahun Depan: Bayar Utang Negara Jatuh Tempo Rp800 Triliun
- Anggota DPR Setuju Harga BBM Non Subsidi Naik: Membebani APBN dan Cashflow Pertamina
- Dirut Bulog: Pelemahan Kurs Rupiah Buat Biaya Impor Beras dan Jagung Membengkak
Ternyata Nilai Tukar Rupiah Punya Pengaruh Kuat di APBN, Ini Buktinya
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semester I-2024.
"Pelaksanaan APBN hingga 2024 semester I disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi APBN juga dalam hal ini badan anggaran juga melihat dan menyebutkan bahwa faktor tersebut memang mempengaruhi pelaksanaan APBN 2024," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran, Selasa (9/7).
Faktor-faktor tersebut di antaranya, kondisi perekonomian Global yang masih lemah, kemudian suasana geopolitik dan interest rate atau suku bunga dari negara maju yang masih tinggi dalam jangka yang lebih panjang.
Dikutip dari paparan Menkeu, ia menyampaikan bahwa suku bunga the Fed bertahan di level 5,5 persen sejak Juli 2023 dan kebutuhan issuance utang Amerika Serikat yang melonjak tinggi hingga mencapai sekitar USD30 trilun dari sekitar USD10 triliun di masa pra-pandemi menyebabkan tingginya yield US Treasury dan menguatnya Dollar AS.
Kemudian, tingginya yield US Treasury dan menguatnya Dollar AS telah memberikan tekanan pada nilai tukar dan yield obligasi di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sepanjang Semester I 2024, rupiah terdepresiasi sebesar 6 persen dari asumsi APBN 2025 (dari Rp15.000 menjadi Rp15.901) sementara Yield SBN mengalami kenaikan sebesar 60 bps
Kendati demikian, Sri Mulyani menyebut pelaksanaan APBN Semester I-2024 dari sisi penerimaan dan belanja masih berjalan dengan baik.
Pendapatan Negara selama Semester I 2024 tercatat sebesar Rp1.320, 7 triliun atau terkontraksi sebesar 6,2 persen (yoy).
Penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar Rp1.028 triliun, turun 7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara PNBP mencapai Rp288,4 triliun atau turun 4,5 persen (yoy).
Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO, yang mempengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan PPh Badan yang terkontraksi 35,5 persen (yoy).
Di sisi lain, penerimaan PPN DN (dalam negeri), turun 11 persen (yoy). Namun demikian, secara bruto (tanpa memperhitungkan restitusi), PPN DN masih tumbuh positif sebesar 9,2 persen seiring dengan masih kuatnya aktifitas ekonomi domestik, tercermin dari pertumbuhan ekonomi Q1 yang mencapai 5,11 persen.
Penurunan PNBP terutama karena turunnya penerimaan SDA akibat turunnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting migas, sementa di sisi lain penerimaan dari Kekayaan Negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8 persen dengan membaiknya kinerja BUMN.
Adapun selama Semester I 2024, belanja negara meningkat mencapai Rp1.398 triliun atau meningkat 11,3 persen (yoy).
Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk antisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetap mendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional.
"Kami juga dalam hal ini menyampaikan mengenai pelaksanaan baik dari sisi penerimaan maupun belanja dan terutama juga asumsi dasar yang menjadi landasan untuk penyusunan APBN 2024," pungkasnya.