Terseret Kasus Jiwasraya, Nasabah Asuransi WanaArtha Tuntut Angkat Sita
Nasabah Asuransi WanaArtha Life melakukan aksi damai sekaligus penyampaian Surat Keberatan Penyitaan Sub Rekening Efek (SRE) atas nama PT. Asuransi Jiwa Adisaarana Wanaartha (PT. AJAW) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Cq Majelis Hakim perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) Jiwasraya.
Nasabah Asuransi WanaArtha Life melakukan aksi damai sekaligus penyampaian Surat Keberatan Penyitaan Sub Rekening Efek (SRE) atas nama PT. Asuransi Jiwa Adisaarana Wanaartha (PT. AJAW) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Cq Majelis Hakim perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) Jiwasraya.
Penyitaan dilakukan pihak Kejaksaan Agung dengan mengesampingkan bahwa di dalam rekening efek tersebut berisi dana premi dan kelolaan milik nasabah atau pemegang polis, yang saat ini masih dalam status sita sebagai barang bukti pada perkara Tipikor dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jiwasraya di Pengadilan Negeri kelas 1A Khusus Jakarta Pusat.
-
Apa keutamaan dari Puasa Asyura? Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).
-
Apa itu puasa Asyura? Puasa Asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada bulan Muharram.
-
Kenapa Hasyim Asyari melakukan tindakan asusila tersebut? "Bahwa teradu sejak awal pertemuan dengan pengadu memiliki intensi untuk memberikan perlakuan khusus pada pengadu melalui percakapan 'pandangan pertama turun ke hati' emoji peluk," ungkap Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad Tio Aliansyah.
-
Apa keistimewaan dari puasa Asyura? Rasulullah SAW juga pernah menjelaskan bahwa puasa Asyura dapat menghapus dosa setahun yang lalu.
-
Kapan KH Hasyim Asy'ari wafat? KH Hasyim Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947, tepat pada hari ini, 76 tahun yang lalu.
-
Kenapa rasio dokter Indonesia menjadi perhatian industri asuransi jiwa? Kehadiran SDM dengan latar belakang bidang kesehatan ini tentunya guna mendukung pelaku industri asuransi jiwa dalam meramu dan menghasilkan inovasi produk dan layanan khususnya terkait asuransi kesehatan.
"Perwakilan pemegang polis juga akan menyampaikan Surat Permohonan Perlindungan Hukum dan Penegakan Hukum yang Berkeadilan dan Beradab kepada Bapak Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo," ujar Pemegang Polis WanaArtha yang juga dipercaya sebagai Ketua wadah "Hope" Nasabah WanaArtha, Wahjudi, di PN Jakpus, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (7/8).
Penyampaian surat keberatan disertai ratusan berkas dokumen polis beserta KTP hingga memenuhi dua buah troli yang diterima petugas pelayanan terpadu satu pintu PN Jakpus. Sehari sebelumnya, Kamis (6/8) sebagian perwakilan nasabah WanaArtha yang tergabung dalam Perkumpulan Pemegang Polis Wanaartha (P3W) telah mengajukan surat keberatan penyitaan di tempat yang sama, bersamaan dengan pemberian keterangan saksi oleh Daniel Halim selaku Direktur Keuangan WanaArtha.
Dalam kesaksiannya, Daniel dengan tegas menyampaikan di depan persidangan bahwa sub rekening efek yang disita dananya adalah murni bersumber dari premi milik pemegang polis dan bukan dari modal WanaArtha.
"Surat Keberatan dan Surat Perlindungan Hukum tersebut merupakan salah satu upaya dari pemegang polis untuk meminta perlindungan hukum atas hak-hak ekonomi kami yang telah dirampas yang diduga untuk 'menambal' kerugian negara (pada perusahaan asuransi plat merah Jiwasraya) yang dilakukan oleh para koruptor Jiwasraya yang kini sebagai terdakwa," jelas Desy Widyantari, salah seorang nasabah dari Bali.
Desy menegaskan WanaArtha Life sebagai tempat ribuan nasabah menempatkan dana preminya untuk mendapat proteksi dan nilai manfaat hanya sebagai saksi dalam perkara Jiwasraya. Pemegang polis sebagai pemilik dana sah sebenarnya dalam rekening efek yang disita itu sama sekali tidak terlibat apalagi bersalah yang menyebabkan kerugian pada negara.
Ironisnya, justru yang paling terdampak akibat penyitaan Sub Rekening Efek atas nama WanaArtha Life yang disita sejak 21 Januari 2020, berakibat perusahaan yang berdiri sejak 1974 ini tidak lagi bisa membayarkan nilai manfaat sejak Februari 2020. Kondisi ini jelas menjadi beban dan pukulan telak bagi derita pemegang polis Wanaartha terlebih di masa pandemi Covid-19 karena banyak dari nasabah yang telah kehilangan mata pencaharian dan penurunan pendapatan sementara biaya pemenuhan kebutuhan hidup berjalan terus seperti untuk biaya makan, pendidikan, kesehatan yang tidak dapat ditunda.
Bahkan banyak pemegang polis yang merupakan pensiunan dan hanya menggantungkan pemenuhan biaya hidup dari Manfaat Nilai Tunai (MNT) yang diberikan dari kelolaan premi mereka pada produk asuransi dwiguna yang dikelola WanaArtha harus gigit jari tidak bisa mendapatkan manfaat itu tiap bulannya.
"Kami mewakili 4000 Pemegang Polis yang tersebar di seluruh Indonesia sangat menderita dan mengalami kesulitan ekonomi dan finansial berat sekali akibat penyitaan dan dijadikan sebagai barbuk di sidang Tipikor Jiwasraya. Seluruh PP hanya bisa menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidup dari manfaat tunai bulanan dari WanaArtha, yang sudah 6 bulan tidak kami terima lagi. Sangat berat hidup dari derita ini apalagi semua mengalami kesulitan pandemi Covid-19," ucap Endang Soediono salah seorang pensiunan BUMN.
Sebelumnya, Pemegang Polis sebagai Penggugat telah memberi Kuasa Hukum kepada Firma Hukum yang digawangi Cornelius Jauhari,SH.,MH, Gunawan Tjahjadi, SH dan Ester I.Jusuf, SH.M.Si. Setidaknya ada 15 orang PP WAL yang mengajukan gugatan CA. Mereka adalah pemegang produk WAL Invest, Wana Multi Protector dan Asuransi Wana Saving Plus.
"Bahwa 15 orang penggugat ini selain bertindak mewakili dirinya sendiri juga sekaligus bertindak mewakili ribuan orang pemegang polis WanaArtha yang dirugikan sebagai akibat penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung," jelas salah satu kuasa hukum, Ester I. Jusuf.
Dalam materi gugatan yang dimohonkan ke PN Jaksel, para PP WAL menggugat tiga pihak yang merupakan institusi negara di bidang keuangan dan hukum. Institusi tersebut adalah Kejaksaan Agung sebagai tergugat pertama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai tergugat kedua, dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai tergugat ketiga.
Dia menyebut Kejaksaan Agung tidak pernah memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada WAL sebagai pemilik rekening efek dan reksadana yang disita sehingga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum terhadap pasal 42 ayat 1 KUHAP.
"Hal yang juga penting adalah WanaArtha tidak pernah menjadi tersangka atau terdakwa tindak pidana apapun, sehingga tidak mungkin bagi WanaArtha untuk melarikan diri ataupun memusnahkan barang bukti," jelasnya.
Ester juga membantah rekening efek maupun reksadana yang saat ini disita memiliki keterkaitan dengan kasus PT Jiwasraya yang proses hukumnya sedang berjalan.
"Rekening yang disita Kejaksaan Agung dikelola oleh WanaArtha bukan dimiliki, diperoleh, ataupun karena hasil dari tindak pidana korupsi Jiwasraya. Bahkan dalam surat dakwaan para terdakwa atas kasus Jiwasraya, tidak ada satupun fakta yang menjelaskan rekening reksadana maupun efek ini milik para terdakwa," tegas Ester.
Terkait gugatan yang diajukan kepada OJK, dia memandang otoritas keuangan ini lalai dalam menjalankan tugasnya seperti yang tercantum dalam Pasal 4 huruf A UU No. 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
"OJK tidak pernah sekalipun memberikan surat atas pemblokiran yang dilakukannya terhadap rekening efek dan reksadana milik WanaArtha," katanya.
Selain itu, KSEI juga dipandang lalai dalam menjalankan tugasnya sesuai yang tercantum dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 jo Pasal 5 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016. Padahal investasi yang dilakukan oleh WAL tidak termasuk dalam katagori yang dilarang ataupun melawan hukum.
Dalam tuntutannya, para penggugat yang adalah PP dalam gugatan CA berupa pembukaan sita dan ganti kerugian material sesuai nilai polis dan potensi kerugian berupa pembayaran manfaat yang tidak diterima akibat penyitaan sampai dengan sita dibuka serta tuntutan imaterial senilai Rp 100 juta untuk setiap pemegang polis Wanaartha.
Dimintai keterangan secara terpisah Dirut Wana Artha Life Janes Y. Matulatuwa mengungkapkan perusahaan tetap menghormati langkah CA yang dilakukan oleh para PP karena adalah hak yang dilindungi UU. "Class action yang dilakukan oleh para Pemegang Polis adalah hak hukum mereka. Kami menghormati dan menyerahkan ini kepada proses hukum yang sedang berjalan," ujarnya.
(mdk/bim)