Wajib Dicoba, Sederet Cara Pemerintah Atasi Penurunan Kelas Menengah
Dia menilai, saat ini, inflasi pangan masih terlampau tinggi yang berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro membeberkan sederet cara bagi pemerintah untuk mengatasi fenomena kelas menengah turun ke kelompok aspiring middle class dalam beberapa tahun terakhir. Istilah aspiring middle class mengacu pada kelompok penduduk yang berada di antara kelas bawah dan menengah atau kelompok menengah rentan miskin.
Andry menyebut terdapat dua cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi fenomena kelas menengah turun kelas. Pertama, dengan memperluas dan menyalurkan bantuan sosial (bansos) secara tepat sasaran.Dia menilai, bansos yang disalurkan pemerintah terbukti membantu perbaikan daya beli masyarakat.
- Insentif Pemerintah Tak Berdampak, Nilai Tukar Rupiah Diprediksi Sentuh Level Rp16.500 per USD
- Terungkap, Ini Alasan Pemerintah Naikan UMP 6,5 Persen Mulai Januari 2025
- Kelas Menengah Banyak yang Turun Kasta, Pemerintah Wajib Waspada
- Kelas Menengah Diperkuat dengan Diberi Insentif, Pemerintah Incar Peningkatan Pajak
"Jadi, bansos ini perlu juga untuk digenjot," ujar Andry dalam acara Media Gathering di Kawasan Anyer, Banten, dikutip Kamis (26/9).
Startegi kedua dengan menjaga laju inflasi. Terutama inflasi bahan pangan yang masih tinggi. Dia menilai saat ini, inflasi pangan masih terlampau tinggi yang berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah. Apalagi, kenaikan upah atau gaji masyarakat kelas menengah tidak sebanding dengan inflasi pangan.
"Kalau saya sih, mbak di rumah tuh relatif sekarang makin mintanya makin lebih banyak nih untuk uang dapur gitu ya, belanja (pangan) gitu ya," beber Asmoro.
Dampak Pandemi yang Belum Usai
Andry menyebut fenomena kelas menengah turun ini tak lepas dari dampak pandemi Covid-19. Dampak pandemi menyebabkan aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
"Ada yang tadinya bekerja di sektor formal kemudian informal. Kan juga saat ini kan juga (pekerja( informality-nya) juga agak naik nih sedikit, gitu ya sejak pandemi," ungkap dia.
Menurut catatan BPS, jumlah kelas menengah terbukti terus mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir. Pada 2019, kelompok kelas menengah sebesar 57,33 juta orang atau sekitar 21,45 persen dari total jumlah penduduk.
Namun, BPS tidak menampilkan data proporsi kelas menengah di 2020 karena adanya pandemi Covid-19. Pandemi di tahun selanjutnya juga turut membuat jumlah penduduk kelas menengah turun, menjadi 53,83 juta orang atau sekitar 19,82 persen total penduduk.
Data Penurunan Kelas Menengah
Penurunan terus terjadi di tahun-tahun selanjutnya. Seperti di 2022, dengan jumlah populasi kelas menengah sebanyak 49,51 juta orang atau 18,06 persen total penduduk. Kembali berkurang menjadi 48,27 juta orang atau 17,44 persen total penduduk di 2023.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2024, proporsi kelas menengah tahun ini sebanyak 47,85 juta orang atau sekitar 17,13 persen.
Merujuk perhitungan terakhir, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, kelompok kelas menengah adalah mereka yang punya tingkat pengeluaran di kisaran Rp2.040.262 sampai Rp9.909.844 per kapita per bulan.