Waspada Kenaikan Tarif Listrik Jika Pemerintah Suntik Mati PLTU Cirebon-1
Sikap tergesa-gesa pemerintah melakukan pensiun dini operasional PLTU Cirebon-1 berpotensi menimbulkan malapetaka bagi masyarakat kelas menengah bawah.
Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro meminta pemerintah tak terburu-buru menyuntik mati PLTU Cirebon-1, Jawa Barat.
"Pemerintah harus hati-hati, jangan terburu-buru untuk memensiunkan atau menyuntik mati PLTU Cirebon-1," ujar dia dalam acara Media Briefing Pertamina di Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (10/9).
- Kabar Gembira, Tarif Listrik PLN Dipastikan Tak Naik Hingga Desember 2024
- Siapkan Saldo Uang Elektronik Anda, Tarif Tol Pondok Aren-Serpong Bakal Naik dalam Waktu Dekat
- Pensiun Dini PLTU Batu Bara Bisa Berdampak Tarif Listrik, Begini Penjelasannya
- Tarif Listrik Tak Naik Sampai Juni 2024, PLN Jamin Tak Ada Mati Lampu
Komaidi menerangkan sikap tergesa-gesa pemerintah melakukan pensiun dini operasional PLTU Cirebon-1 berpotensi menimbulkan malapetaka bagi masyarakat kelas menengah bawah. Antara lain potensi krisis pasokan listrik yang mendorong kenaikan tarif listrik akibat tidak siapnya kapasitas energi hijau pengganti batu bara.
"Karena memang batubara ini memiliki kapasitas operasional yang tinggi dibandingkan energi hijau seperti angin, matahari yang memiliki keterbatasan. Selain itu, mayoritas listrik di kita masih mengandalkan batubara," ujarnya.
Tarif Listrik Bisa Naik
Dia mencontohkan, krisis pasokan listrik yang memicu kenaikan tarif pernah dialami sejumlah negara maju di Eropa yang telah mapan menerapkan energi hijau. Masalah ini disebabkan oleh krisis energi ketika terhentinya pasokan gas akibat perang Ukraina dan Rusia.
"Saat itu, masyarakat di Inggris, Jerman (dan) negara Eropa lainnya harus membayar tarif listrik yang tinggi akibat krisis energi karena terhentinya pasokan gas, sedangkan tidak ada pembangkit bersumber dari batu bara," jelas dia.
Dia meminta pemerintah untuk menerapkan transisi energi secara bertahap dan memastikan keandalan energi hijau pengganti baru bara. Dengan ini, masyarakat dapat terhindar dari persoalan krisis energi akibat proses transisi yang terlalu cepat.
"Karena kan mau tidak mau kita masih bergantung pada batubara, tapi kita juga perlu untuk mendorong transisi energi dengan cara bertahap untuk memastikan keandalan tadi energi bersihnya," tandasnya.
Tantangan Suntik Mati PLTU Cirebon-1
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait tantangan untuk melakukan pensiun dini operasional atau suntik mati PLTU Cirebon-1 di akhir tahun ini.
Dia menyebut, tantangan utama untuk menyuntik mati PLTU Cirebon-1 dari potensi pembengkakan biaya atas pemanfaatan energi hijau yang harus ditanggung PT PLN Persero hingga keuangan negara.
Bahkan, pelaku usaha juga ikut terdampak akibat dari kebijakan pensiun dini PLTU Cirebon-1. Menyusul, biaya pergeseran sumber energi dari fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan.
"Challengenya kita lihat dari biaya yang muncul akibat dari keputusan itu, konsekuensinya terhadap PLN, terhadap APBN dan private sector," ujar Sri Mulyani kepada awak media usai mengisi acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jumat (6/9).
Bendahara negara menambahkan keputusan untuk menyuntik mati PLTU Cirebon-1 juga harus dipastikan tidak melanggar peraturan yang berlaku. Kepastian hukum ini untuk mengantisipasi potensi kerugian negara akibat keputusan yang diambil pemerintah.