Ilmuwan Ungkap Manusia Purba Sudah Pakai Sempak Sejak 40.000 Tahun Lalu, Begini Cara Mereka Membuatnya
Kesimpulan ini dicapai berdasarkan hasil analisis baru terkait jarum jahit bermata paling awal di dunia.
Kesimpulan ini dicapai berdasarkan hasil analisis baru terkait jarum jahit bermata paling awal di dunia.
-
Apa yang digunakan manusia purba untuk membuat perkakas? Sekitar 40.000 tahun lalu, spesies manusia purba Neanderthal tinggal di wilayah yang kini dikenal sebagai Prancis dan menggunakan gagang perkakas yang dibuat dengan menggunakan bahan perekat khusus.
-
Dimana penemuan perkakas manusia purba ini? Penemuan ini merupakan contoh tertua dari jenis perekat di Eropa dan menjadi bukti kecerdasan Neanderthal.
-
Apa bukti tertua pakaian yang ditemukan arkeolog? Bukti tertua yang diberikan oleh para ahli arkeologi adalah Gaun Tarkhan, yaitu kemeja linen dengan leher V yang ditemukan di makam Dinasti Pertama di pemakaman Tarkhan, Mesir kuno, oleh ahli Mesir kuno, Flinders Petrie.
-
Bagaimana perkakas batu manusia purba digunakan? Perkakas dari batu flint umumnya digunakan untuk menggali tanah atau menguliti hewan.
-
Bagaimana cara manusia purba membuat perekat? Para peneliti menemukan bekas campuran oker dan bitumen pada berbagai peralatan batu seperti pengikis, serpihan, dan pisau.
-
Kapan jejak kaki manusia purba ditemukan? Sebenarnya, dari jejak kaki tersebut tidak ditemukan tanggal pastimya, namun berdasarkan batu-batu dan endapan lainnya para peneliti meyakini jejak tersebut berusia sekitar 79.000 tahun hingga 148.000 tahun.
Ilmuwan Ungkap Manusia Purba Sudah Pakai Sempak Sejak 40.000 Tahun Lalu, Begini Cara Mereka Membuatnya
Hasil studi baru mengungkapkan, sempak atau celana dalam telah digunakan manusia sejak 40.000 tahun lalu. Ini berdasarkan sepasang sempak yang ditemukan di gua Siberia, yang dikenal sebagai Gua Denisova.
Kesimpulan ini dicapai berdasarkan hasil analisis baru terkait jarum jahit bermata paling awal di dunia, yang berasal dari Zaman Maksimum Glasial Terakhir di gua tersebut.
Menurut para peneliti, manusia telah menjahit pakaian menggunakan penusuk tulang – yang pada dasarnya adalah jarum tanpa mata – setidaknya sejak 70.000 tahun lalu.
Namun, produksi jarum bermata di kemudian hari merupakan proses yang sangat padat karya bagi para pemburu-pengumpul kuno, sehingga menimbulkan pertanyaan mengapa mereka mau bersusah payah melakukan semua kesulitan itu ketika penusuk sudah cukup memadai untuk membuat pakaian dasar.
Menariknya, kemunculan peralatan menjahit yang lebih canggih di gua Denisova – yang dihuni oleh Denisovan, Neanderthal, dan manusia modern selama sekitar 100.000 tahun – bertepatan dengan penurunan drastis suhu global selama Zaman Es.
Ketika cuaca beku mulai terjadi, orang-orang mungkin perlu memakai lebih banyak pakaian berlapis, dan produksi jarum memungkinkan “proses penjahitan yang lebih halus dan efisien,” sehingga memudahkan pembuatan pakaian dalam yang bisa menyelamatkan nyawa.
“Efektivitas penambahan lapisan ekstra untuk meningkatkan isolasi berasal dari prinsip dasar termal pakaian, yaitu menjebak udara di dekat permukaan kulit untuk mengurangi laju kehilangan panas konvektif,” tulis peneliti dalam studi mereka, dikutip dari IFL Science, Senin (8/7).
“Hubungan antara jarum suntik dan kebutuhan fisiologis akan pakaian yang lebih efektif terhadap panas terlihat jelas,” lanjut mereka, seraya menambahkan bahwa “ada kaitannya dengan pakaian dalam.”
Namun sayangnya, mereka mengakui bahwa “walaupun masuk akal, bukti yang meyakinkan mengenai pakaian dalam pada zaman Pleistosen akhir masih sedikit”.
Para peneliti mengatakan, jarum jahit bermata mungkin juga memungkinkan manusia purba menciptakan pakaian yang lebih rumit, memungkinkan mereka mengekspresikan diri dan berkomunikasi melalui mode, bukan melalui seni tubuh seperti tato.
“Alat jarum bermata merupakan perkembangan penting dalam zaman prasejarah karena alat ini mendokumentasikan transisi fungsi pakaian dari kegunaan ke tujuan sosial,”
jelas penulis studi Dr Ian Gilligan.
“Jarum bermata akan sangat berguna untuk menjahit sangat halus yang diperlukan untuk menghias pakaian.”
Dalam tulisan mereka, para peneliti berspekulasi bahwa hiasan semacam itu mungkin melibatkan pelekatan manik-manik cangkang atau hiasan bulu pada pakaian yang terbuat dari kulit binatang.
“Manfaat dari pembuatan jarum bermata – memfasilitasi penjahitan yang lebih halus dengan tangan dan menjadikan tugas menjahit lebih efisien – mungkin berkaitan dengan hiasan pakaian dan juga kebutuhan pakaian dalam dalam kumpulan pakaian berlapis-lapis,” tulis mereka.
“Kedua tujuan berbeda ini sebenarnya bertepatan, karena kebutuhan termal akan pakaian dalam berhubungan dengan penggunaan pakaian yang lebih lengkap dan terus menerus, yang pada gilirannya akan mendukung peralihan dari mendekorasi permukaan kulit menjadi menghiasi permukaan pakaian yang lebih terlihat,” jelas para peneliti.
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Science Advances.