Ini Penjelasan OCCRP tentang Jokowi yang Masuk Daftar Tokoh Terkorup Dunia 2024
OCCRP mengungkapkan bahwa peringkat yang dirilis tahun ini menunjukkan adanya peningkatan partisipasi dari berbagai negara di seluruh dunia.
Proyek Pelaporan Kejahatan Terorganisir dan Korupsi (OCCRP) baru-baru ini mengumumkan Bashar al-Assad sebagai "Person of the Year" untuk tahun 2024. Penghargaan ini diberikan kepada individu yang dianggap oleh OCCRP sebagai yang paling berkontribusi dalam memperburuk kejahatan dan korupsi secara global, yang berdampak negatif pada demokrasi dan hak asasi manusia.
OCCRP juga menjelaskan proses pemilihan nominasi serta beberapa kesalahpahaman yang mungkin muncul. Dalam penjelasan yang dipublikasikan di situs web mereka pada Kamis (2/1/2025), mereka menyatakan:
"Sebagaimana dilakukan selama 13 tahun terakhir, pemeringkatan ini diputuskan oleh panel juri yang terdiri dari para ahli di bidang masyarakat sipil, akademisi, dan jurnalis. Semua anggota juri memiliki pengalaman luas dalam menyelidiki korupsi dan kejahatan. Kami membuka kesempatan untuk nominasi secara umum dan menerima lebih dari 55.000 pengajuan. Nominasi ini termasuk tokoh politik terkenal dan individu yang mungkin kurang dikenal."
OCCRP menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas siapa saja yang dicalonkan, karena nominasi datang dari masyarakat di seluruh dunia. Salah satu nominasi yang mencolok adalah mantan Presiden Indonesia Joko Widodo, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jokowi. OCCRP memilih untuk mempertimbangkan nama-nama yang mendapatkan dukungan terbanyak dari publik dan memiliki dasar yang kuat untuk dinilai.
Meskipun OCCRP tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk kepentingan pribadi selama masa jabatannya, banyak kelompok masyarakat sipil dan ahli yang berpendapat bahwa pemerintahan Jokowi telah melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia. Jokowi juga mendapat kritik karena merusak sistem pemilu dan peradilan demi mendukung ambisi politik putranya, yang kini menjabat sebagai wakil presiden di bawah Presiden Prabowo Subianto.
"Para juri sangat menghargai nominasi dari masyarakat. Namun, dalam beberapa kasus, tidak ada bukti yang cukup kuat mengenai adanya korupsi besar atau pola penyalahgunaan yang sudah berlangsung lama," ungkap Publisher OCCRP Drew Sullivan.
"Namun, ada persepsi yang sangat kuat di kalangan masyarakat bahwa korupsi terjadi dan ini harus menjadi peringatan bagi para nominasi bahwa publik sedang memperhatikan tindakan mereka dan peduli dengan masalah ini. Kami juga akan terus mengawasi mereka.
Proses seleksi akhir OCCRP didasarkan pada penelitian mendalam dan keahlian kolektif dari jaringan mereka. Gelar ini bertujuan untuk menyoroti sistem dan aktor yang mendukung kejahatan terorganisir dan korupsi, serta menjadi pengingat penting tentang perlunya terus mengungkapkan ketidakadilan yang terjadi di dunia.
Penting untuk dicatat bahwa pemeringkatan ini kadang disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memajukan agenda politik atau ideologi mereka. Namun, tujuan dari gelar ini sangat jelas: memberikan pengakuan terhadap kejahatan dan korupsi—itu saja.
Kami akan terus menyempurnakan proses nominasi dan seleksi ini untuk memastikan adanya transparansi dan inklusivitas. Selain itu, pelaporan kami akan terus berfokus pada dampak dari para nominasi dan pihak-pihak lain yang memperburuk kejahatan dan korupsi. Kami akan menyoroti peran mereka dalam merusak demokrasi dan masyarakat di seluruh dunia.
Pemeringkatan tahun ini telah memicu keterlibatan global yang belum pernah terjadi sebelumnya, mencerminkan minat masyarakat yang semakin meningkat terhadap masalah korupsi dan dampaknya yang luas.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya misi OCCRP untuk mengungkapkan dan mengekspos kejahatan serta korupsi. Seiring dengan meningkatnya ancaman terhadap demokrasi, transparansi, dan kebebasan pers, OCCRP tetap berkomitmen untuk menyajikan kisah-kisah yang dapat menggugah perhatian audiens dan memberikan wawasan penting mengenai kekuatan yang membentuk negara mereka."