Akademisi Sebut Penilaian OCCRP Terhadap Jokowi Perlu Pembuktian Data yang Akurat
Fernando mengungkapkan keprihatinannya terkait cara OCCRP menyusun penilaian terhadap Jokowi.
Akademisi dari Universitas 17 Agustus, Fernando Emas, menanggapi laporan yang menempatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam daftar nominasi presiden terkorup versi Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Menurut Fernando, klaim tersebut tidak cukup hanya berdasar pada pembaca website OCCRP, dan memerlukan pembuktian dengan data yang akurat serta valid agar dapat diterima secara obyektif.
Fernando mengungkapkan keprihatinannya terkait cara OCCRP menyusun penilaian terhadap Jokowi.
"Kalau hanya berdasarkan pada pembaca website OCCRP, tentu akurasi dan datanya patut dipertanyakan. Penilaian semacam ini sangat tendensius dan tidak ilmiah," katanya saat dihubungi, Rabu (1/1).
Merugikan Citra Indonesia
Menurutnya, laporan yang dibuat tanpa data yang jelas dan valid justru merugikan nama baik Presiden RI ke-7 dan citra Indonesia di kancah internasional.
Dia juga menekankan bahwa penempatan nama Jokowi dalam nominasi tersebut berpotensi menjadi alat politik bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi.
"Sangat mungkin memasukkan nama Jokowi sebagai salah satu nominasi Presiden terkorup dimobilisasi oleh pihak-pihak yang selama ini tidak senang dengan kepemimpinan beliau," lanjut Fernando.
Fernando juga mengingatkan bahwa memasukkan nama Jokowi dalam daftar Presiden terkorup dapat memiliki dampak buruk terhadap citra Indonesia secara internasional.
"Ini sudah mencederai nama Presiden RI dan membuat citra buruk Indonesia di mata dunia. Penilaian semacam ini tidak hanya merugikan Jokowi, tapi juga bangsa Indonesia secara keseluruhan," tegasnya.
Harus Berbasis Data dan Fakta
Menurut Fernando, penilaian terhadap seorang pemimpin negara haruslah berbasis pada data dan fakta yang jelas, serta dilakukan oleh lembaga yang memiliki kredibilitas dan akuntabilitas yang terjamin.
"Penyebaran informasi yang tidak berbasis pada fakta yang solid akan sangat berisiko menurunkan kredibilitas lembaga tersebut di mata publik," tambahnya.
Sebagai langkah lanjutan, Fernando menyarankan agar Presiden Jokowi meminta penjelasan resmi dari OCCRP mengenai penempatan namanya dalam nominasi tersebut.
"Sebaiknya Jokowi meminta penjelasan lebih lanjut dan membawa masalah ini ke ranah hukum. Jika benar-benar tidak didasarkan pada fakta yang sahih, maka langkah hukum bisa menjadi solusi untuk meluruskan isu ini," katanya.
Fernando juga mengingatkan bahwa sebagai seorang pemimpin negara, Jokowi memiliki hak untuk melindungi nama baik dan reputasinya. Serta memastikan bahwa klaim-klaim yang beredar tidak merusak stabilitas politik dan sosial di Indonesia.