Tak Akur dengan Netanyahu, Mantan Menhan Israel Yoav Gallant Mundur dari Parlemen
Gallant terkenal dengan pandangannya yang seringkali mandiri dan terkadang bertentangan dengan kebijakan pemerintahan Netanyahu.
Mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan sebagai anggota Knesset (parlemen Israel) pada Rabu (1/1/2025). Gallant sering kali memiliki pandangan yang bertentangan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu serta para sekutu dari koalisi pemerintahannya yang berasal dari partai-partai kanan jauh. Dia dipecat oleh Netanyahu pada November 2024 setelah berbulan-bulan terjadi perbedaan pendapat mengenai strategi penanganan perang melawan Hamas di Jalur Gaza. Meskipun demikian, Gallant tetap mempertahankan posisinya sebagai anggota Knesset yang terpilih.
Dalam pernyataan yang disiarkan di televisi, Gallant menyampaikan, "Seperti halnya di medan perang, demikian pula dalam pelayanan publik. Ada saat-saat di mana seseorang harus berhenti, mengevaluasi, dan memilih arah untuk mencapai tujuan," yang menunjukkan bahwa dia merasa perlu untuk mengambil langkah mundur. Perselisihan antara Gallant dan Netanyahu, serta sekutu-sekutu koalisinya dari partai-partai kanan jauh dan partai agama, mencakup isu sensitif mengenai pengecualian wajib militer bagi pria Yahudi ultra-Ortodoks, yang Gallant tolak.
Pada Maret 2023, Netanyahu sempat memecat Gallant setelah yang terakhir meminta agar rencana pemerintah untuk membatasi kekuasaan Mahkamah Agung dihentikan. Namun, pemecatan tersebut memicu protes besar-besaran, sehingga Netanyahu terpaksa membatalkan keputusannya.
Selain itu, Mahkamah Pidana Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Yoav Gallant dan Netanyahu, yang dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait konflik di Jalur Gaza. Namun, Israel membantah semua tuduhan tersebut, menegaskan bahwa mereka tidak melakukan pelanggaran. Situasi ini mencerminkan ketegangan yang terus berlangsung dalam politik Israel, di mana perbedaan pandangan sering kali memicu konflik baik di dalam negeri maupun di arena internasional.