Akademisi Pertanyakan Metodologi OCCRP Labeli Jokowi Pemimpin Korup Dunia 2024
Saifulloh mengatakan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai klaim ini.
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) masuk nominasi sebagai salah satu tokoh dunia paling korup 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Selain Jokowi, beberapa nama pemimpin dunia juga masuk nominasi tersebut di antaranya Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasin, dan pebisnis India Gautam Adani.
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Muhammad Saifulloh mengatakan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai klaim ini, terutama terkait dengan ukuran dan metodologi yang digunakan oleh OCCRP.
Saifulloh mengungkapkan, kontroversi utama dalam laporan OCCRP adalah ketidakjelasan mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai korupsi seorang pemimpin.
"Pertama yang harus dilihat adalah ukurannya apa? Jadi OCCRP ini menetapkan orang-orang yang jadi nominator presiden, pemimpin atau tokoh terkorup dunia itu dengan ukuran apa?" ujar Saifulloh, Jumat (3/1).
Menurutnya, selama ini penilaian terhadap korupsi sebuah negara atau pemimpin seringkali didasarkan pada indeks korupsi yang diukur melalui pelayanan publik dan tingkat transparansi pemerintahan.
"Indeks korupsi ini yang dipakai alat ukurnya adalah pelayanan publik. Ketika seorang presiden, gubernur, atau wali kota bisa memerintah dengan pelayanan publik yang tingkat korupsinya rendah, maka indeks korupsi juga rendah," lanjut Saifulloh.
Oleh karena itu, dia menilai bahwa apabila OCCRP tidak menggunakan ukuran yang jelas dan berbasis data yang objektif, penilaian tersebut akan sangat sulit dipertanggungjawabkan.
Meskipun demikian, Saifulloh juga mengakui bahwa ada beberapa faktor yang bisa dipertimbangkan dalam penilaian terhadap seorang pemimpin, terutama dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
"Untuk kelompok yang setuju itu melihat dari penegakan hukum. Bisa masuk akal dilihat selama memimpin di Indonesia, bagaimana penegakan hukum atau pemberantasan korupsi," katanya.
OCCRP Perlu Jelaskan Ukuran dan Indikator Penilaian
Dia mengungkapkan bahwa selama 10 tahun memimpin, banyak kritik yang menyebutkan bahwa salah satu fungsi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah dilemahkan, bahkan ada kasus di mana Ketua KPK sendiri menjadi tersangka korupsi.
"Mungkin bisa saja ini menjadi ukuran bagi OCCRP, namun harus ada pembuktian yang jelas agar bisa dipahami oleh masyarakat luas," tambahnya.
Saifulloh menutup pendapatnya dengan mengingatkan bahwa meskipun OCCRP memiliki kebebasan dalam menetapkan siapa saja yang mereka anggap sebagai pemimpin atau tokoh terkorup, namun penting untuk jelas dalam menjelaskan ukuran dan metodologi yang digunakan.
"Penetapan Jokowi dan tokoh-tokoh lainnya oleh OCCRP sebagai penguasa atau pemimpin yang korup ya bebas saja. Namun yang harus diperhatikan adalah ukurannya apa? Jadi harus ditegaskan sehingga kontroversi ini berakhir," tegas Saifulloh.
Menurutnya, dengan adanya penjelasan yang jelas mengenai ukuran dan kriteria yang digunakan, kontroversi seputar penilaian tersebut bisa terjawab dan tidak berlarut-larut menjadi polemik yang merugikan banyak pihak, termasuk nama baik Indonesia di mata internasional.