KBRI Seoul Keluarkan Imbauan Untuk WNI di Tengah Gonjang-Ganjing Politik Korea Selatan, Ini Isinya
Secara keseluruhan, penerapan undang-undang darurat militer hanya berlangsung selama kurang lebih enam jam.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Korea Selatan, telah mengeluarkan imbauan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) terkait situasi terkini di negara tersebut setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan status darurat militer pada Selasa (3/12) pukul 23.00 waktu setempat. Dalam pernyataan yang disampaikan melalui media sosial, KBRI Seoul meminta agar warga tetap tenang, waspada, dan terus memantau perkembangan keamanan di daerah masing-masing.
WNI juga diingatkan untuk tidak berkumpul di tempat umum dan menghindari kerumunan serta area yang menjadi pusat demonstrasi.
"Khususnya di Seoul, sebaiknya hindari kawasan National Assembly di Yeouido, kantor Kepresidenan di Yongsan, dan lokasi-lokasi strategis lainnya," demikian pernyataan KBRI Seoul.
WNI juga diminta untuk tidak mendekati atau berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pihak manapun, baik yang berlangsung damai maupun yang tidak menunjukkan potensi bentrokan.
Lebih lanjut, WNI diharapkan untuk mematuhi hukum yang berlaku serta mengikuti instruksi dari aparat keamanan setempat, dan selalu membawa identitas diri.
"Patuhi dan perhatikan Dekrit Darurat Militer yang telah diumumkan serta konsekuensi hukum yang mungkin timbul jika melanggar ketentuan tersebut," tambah KBRI Seoul. Jika mengalami kendala, WNI dapat menghubungi KBRI Seoul melalui:
- Hotline PWNI: (+82-10-5394-2546)
- Telepon: (02 2224 9000)
- E-mail: seoul.kbri@kemlu.go.id
Darurat Militer Dicabut
Pada Rabu (4/12) pagi, Presiden Yoon Suk Yeol telah membatalkan undang-undang darurat militer yang sebelumnya diterapkannya, seperti dilaporkan AP. Keputusan ini diambil setelah adanya tekanan politik yang signifikan, menyusul ketegangan yang terjadi pada malam sebelumnya, ketika pasukan mengepung gedung parlemen dan anggota parlemen menolak penerapan darurat militer tersebut.
Presiden Yoon Suk Yeol, yang kini menghadapi potensi pemakzulan akibat tindakannya, diberitakan memberlakukan undang-undang darurat militer pada Selasa malam karena merasa frustrasi dengan oposisi. Dia berkomitmen untuk menghapus kekuatan yang dianggapnya "anti-negara" setelah kesulitan yang dihadapinya dalam berurusan dengan pihak-pihak yang mengendalikan parlemen, yang ia tuduh memiliki hubungan dengan Korea Utara yang komunis.
Setelah pemungutan suara bipartisan untuk membatalkan keputusan presiden, polisi dan tentara dilaporkan meninggalkan gedung parlemen, dan deklarasi darurat resmi dicabut sekitar pukul 04.30 waktu setempat dalam rapat kabinet.
Parlemen bertindak cepat setelah pengumuman darurat militer, di mana Ketua Majelis Nasional, Woo Won Shik, menyatakan bahwa undang-undang tersebut adalah "tidak sah" dan menegaskan bahwa para anggota parlemen akan "melindungi demokrasi bersama rakyat". Tindakan ini menunjukkan komitmen parlemen untuk menjaga integritas demokrasi di tengah situasi yang tegang ini.