Nestapa Korban Gempa Maroko, Pertolongan Tak Kunjung Tiba karena Akses Sulit
Moulay Brahim, sebuah kota kecil di Pegunungan Atlas Maroko, salah satu daerah paling terdampak gempa. Akses menuju tempat ini cukup sulit.
Nestapa Korban Gempa Maroko, Akses Sulit, Jasad Keluarga Masih Tertimbun Reruntuhan
Ibu dan ayah Sami Sensis masih hilang pada hari Minggu. Orang tua Sensis ada di salah satu hotel di Moulay Brahim ketika gempa berkekuatan 6,8 SR mengguncang Maroko pada Jumat malam.
Menurut keterangan Idsaleh Mahjoub, pemilik hotel, nama mereka terdaftar dalam daftar tamunya, dan dia mengenali mereka dalam foto-foto yang ditunjukkan Sensis, seperti dilansir laman CNN, Senin (11/9).
Moulay Brahim, sebuah kota kecil di Pegunungan Atlas Maroko, pernah menjadi tempat bahagia bagi Sami Sensis. Pemandangan indah, udara segar, dan keramahan penduduknya selalu menarik orang tuanya untuk berkunjung setiap musim panas. Namun, kini mereka terkubur di bawah puing-puing hotel yang berada di tepi desa yang hampir hancur.
Pejabat setempat menyampaikan kepada CNN, 25 orang tewas di desa itu. Tiga orang, termasuk ibu dan ayah Sensis, masih hilang pada hari Minggu. Sensis, 39 tahun, semakin putus asa dan frustrasi.
"Saya bahkan tidak bisa mengubur mereka. Saya tidak bisa melihat mereka, saya tidak tahu di mana mereka," ungkapnya.
Kerabat dan teman terus membanjiri teleponnya dengan panggilan selama dua hari terakhir, meminta kabar terbaru yang tidak dapat dia berikan. Daerah tersebut dinyatakan terlalu berbahaya, sehingga memaksa pasukan pemadam kebakaran setempat memerintahkan warga keluar dari area tersebut dan menghentikan pencarian orang yang hilang.
"Tidak ada yang terjadi. Kami hanya menunggu. Mereka memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa. Mereka hanya memberi tahu kami untuk bersabar, membuat janji," kata Sensis.
Dia juga mencoba masuk ke dalam bangunan yang runtuh dengan harapan menemukan orang tuanya.
Penduduk setempat berhasil menyelamatkan enam orang dari reruntuhan hotel, memberikan secercah harapan di tengah kekacauan tersebut.
"Tetapi yang lainnya, kami tidak bisa melakukan apa-apa," kata Mahjoub.
"Kami pergi untuk memberitahu gubernur tentang mereka yang terjebak dan setiap kali dia memberi tahu kami bahwa mereka akan datang dan mengeluarkannya. Hari ini mereka datang untuk mengecek daerah itu, lalu pergi untuk mengambil peralatan mereka."
Malam Minggu yang larut, jasad ibu Sensis akhirnya ditemukan di bawah reruntuhan. Ayahnya masih belum ditemukan. Beberapa jam sebelumnya, Sensis mengatakan kepada CNN bahwa dia telah kehilangan segala harapannya bahwa orang tuanya mungkin masih hidup.
"Saya tidak bisa membayangkan anak saya (tumbuh) tanpa kakek-neneknya, dia sangat mencintai mereka," kata Sensis. "Dia selalu mengatakan: 'Saya ingin pergi ke (nenek dan kakek), saya ingin pergi ke (nenek dan kakek).'"
Akses Sulit
Yang memperburuk keadaan adalah akses menuju Moulay Brahim yang sulit. Jalan-jalannya sempit dan berliku, dan sebagian terhalang oleh batu-batu besar yang bergulingan dari bukit curam selama gempa bumi. Upaya pengiriman bantuan pun terhambat. Meskipun perkemahan darurat telah didirikan di beberapa tempat, orang-orang di daerah yang tidak dapat diakses lainnya harus bertahan sendiri.
Di Moulay Brahim, tidak ada tenda resmi. Orang-orang masih tidur di jalanan terbuka atau di lapangan sepak bola terdekat.
Di pemukiman yang tak jauh dari kota seperti Asni, lebih tinggi dari Moulay Brahim, bantuan resmi pemerintah pertama kali tiba pada hari Minggu pagi. Dari 2.000 jiwa yang tinggal di pemukiman ini, hampir semuanya telah kehilangan rumah mereka.
Puluhan tenda kuning cerah memberikan perlindungan bagi korban yang rumahnya tidak layak dihuni lagi akibat gempa bumi tersebut, memberikan sedikit kelegaan dari matahari terik pada hari Minggu. Di tengah langkanya bantuan resmi, warga setempat bersatu, saling menguatkan dan berbagi sumber daya.Seperti Leila Idabdelah, dengan bayinya yang terikat di punggungnya, ia membuat khobz, roti pipih tradisional Maroko, untuk memberi makan mereka yang terdampak. Idabdelah mengawasi oven roti dan telah membuat beberapa lusin roti sejak pagi.
Idabdelah mengatakan kepada CNN bahwa dia dan keluarganya yang berjumlah lima orang tidur ketika gempa bumi terjadi pada Jumat. Saat mereka bangkit dan mencoba lari ke luar, mereka menyadari bahwa goncangan dahsyat itu merusak rumah mereka dan menimpa pintu dan jendela. Beruntung ada tetangga datang membebaskannya dari jebakan reruntuhan.
"Tetangga kami menyelamatkan kami. Mereka datang dan melepaskan pintu dan membantu kami keluar," ujarnya.
Idabdelah tidak bisa membayangkan berapa lama lagi keluarganya akan memiliki atap yang kokoh di atas kepala mereka. Tenda-tenda itu mungkin bukan yang terbaik, tetapi itu jauh lebih baik dibandingkan dengan malam pertama setelah gempa bumi, ketika keluarga itu tidur di lantai di luar ruangan.